Lihat ke Halaman Asli

Sahroha Lumbanraja

TERVERIFIKASI

Masih percaya dengan Cinta Sejati, Penggemar Marga T..

Cinta dan Dendam berujung Tragedi

Diperbarui: 24 Juni 2015   01:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kasus penemuan mayat perempuan di pinggir Jalan Tol Bintara Cikunir Kilometer 41 yang belakangan menjadi topik pembicaraan di setiap media Indonesia masih mengundang banyak perhatian masyarakat. Perempuan yang konon bernama Ade Saraini dibunuh secara sadis oleh sepasang kekasih, sekaligus mantan pacarnya, Hafidt dan Assyifa. Ketiga remaja berusia 19 tahun ini diketahui adalah mahasiswa dan merupakan alumni dari Sekolah Menengah Atas (SMA) yang sama. Hafitd yang diputuskan oleh Sara setelah setahun menjalin hubungan Pacaran tak terima. Ia malah ingin tetap berhubungan dan bertemu dengan Sara, sayangnya Sara selalu berusaha untuk menghindar. Diacuhkan, mungkin inilah memunculkan sakit hati berujung dendam yang menjadi motif pembunuhan yang dilakukan Hafitd bersama pacara barunya, Assyifa. Assyfa menjadi pelicin rencana Hafitd dengan menjebak Sara masuk dalam perangkap, yakni mobil KIA milik Hafitd. Assyifa melakukannya karena takut Hafitd takkan bisa melupakannya. Bagaikan kebanyakan Sinetron, Assyifa berubah menjadi tokoh antagonis yang hatinya buta dan melakukan apapun demi mencapai keinginannya. Di dalam mobil, penganiayaan dilakukan dengan menyetrum Sara dan memukulinya hingga tewas. Sempat berkeliling-keliling membawa mayat Sara selama 21 jam di dalam mobil, sebelum keduanya membuang mayat Sara di pinggir tol.

Sadis, tega, tidak berperikemanusiaan atau bahkan Psikopat mungkin menjadi beberapa kata yang digunakan masyarakat menggambarkan Hafitd dan Assyifa. Bagaimana tidak, dengan beraninya Hafitd hadir melayat korban. Bahkan saat ditangkap Polisi, keduanya masih bisa tersenyum dan tertawa bersama tanpa rasa bersalah. Entah iblis apa yang merasuki keduanya, yang jelas tak ada permintaan maaf untuk keluarga korban.

Kisah pembunuhan ini menjadi tamparan keras bagi remaja Indonesia saat ini. Berawal dari pacaran, putus hingga akhirnya merencanakan pembunuhan menjadi indikasi krisis moral yang dihadapi remaja saat ini. Kurangnya pengawasan orangtua juga mungkin menjadi salah satu alasan, tetapi kejadian ini jelas menjadi suatu gambaran realisasi tingginya egoistis dan individualistis remaja. Disinilah diperlukan peran orang tua dalam menjaga dan memberikan batasan-batasan yang patut dilaksanakan oleh anak. Cerminan kehidupan remaja saat ini yang sebagian besar terpengaruh hal-hal negative sudah sepantasnya menjadi alasan kuat membuat batasan-batasan pergaulan.

Kasus Sara mungkin hanya salah satu yang terekspos ke media. Masih banyak kasus remaja korban Seks bebas, Pemakaian Narkoba, hingga korban Hamil sebelum menikah (Married By Accident) akibat salah bergaul. Jiwa remaja yang labil dan mudah mengimitasi hal-hal yang kurang baik menjadi perlu pengawasan ketat. Kebiasaan yang dimanjakan sejak dini menimbulkan jiwa mereka bertindak sesukanya dan lupa akan resiko besar yang dihadapi. Hafitd dan Assyifa menjadi salah satu contoh kerusakan Jiwa akibat kurangnya pengawasan dan tak terlepas dari lingkungan yang ditinggali. Akhirnya semoga saja tidak ada Sara yang lain di luar sana dan Orangtua-Orangtua Indonesia lebih bijaksana lagi dalam mengarahkan anaknya ke hal-hal yang positif aga tak ada lagi remaja yang bertransformasi menjadi pembunuh berdarah dingin seperti hafitd atau Assyifa.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline