Lihat ke Halaman Asli

Sahroha Lumbanraja

TERVERIFIKASI

Masih percaya dengan Cinta Sejati, Penggemar Marga T..

Dolly ditutup, Penghuni tantang Pemerintah Gaji 13 Juta/Bulan

Diperbarui: 20 Juni 2015   03:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Lokasi Dolly Surabaya (cdn.ar.com)

[caption id="" align="alignnone" width="600" caption="Lokasi Dolly Surabaya (cdn.ar.com)"][/caption]

Penutupan dolly di Surabaya memang hingga kini masih menuai banyak kontroversi. Setelah Wali Kota Surabaya, Tri Rismaharini ‘me-nasionanalisasikan’ kasus Dolly menjadi perbincangan seantero negeri,Dolly pun tak lagi hanya menarik perhatian dari warga Jawa Timur. Masyarakat Indonesia kini makin mengenal apa itu dolly dan perkembangan kasus nya yang hingga kini belum menemui titik terang. Walau beberapa sudah ditutup oleh Ibu Risma, namun nyatanya masih saja ada yang beroperasi. Ketegasan Ibu Risma dalam memimpin Surabaya tak lantas membuat pengelola dolly gentar dan menghentikan bisnis maksiat itu.

Menarik menyimak diskusi pembahasan materi kasus ini di acara MEJA BUNDAR yang ditayangkan TV One, Jumat malam (13/6/2014) pukul 19.00 WIB. Dalam Talkshow singkat itu, TV One menghadirkan dua orang perempuan bertopeng yang menjadi perwakilan dari Dolly. Keduanya bernama Melati dan Lina (Tentu saja ini nama samaran), kedua perempuan ini secara terang-terangan mengaku masih aktif dan bahkan hingga sekarang mereka tak sedikitpun berniat akan menyetujui penutupan Dolly yang sedang gencar dilakukan oleh Pemerintah Provinsi Jawa Timur. Besarnya pendapatan yang mereka peroleh dari bisnis Dolly ini telah membuat keluarganya bahagia dan mencukupi kehidupannya sehari-hari. Tak yakin akan mendapatkan jumlah yang sama dengan pekerjaannya saat ini bila bekerja di bidang lain, menjadikan mereka tetap mempetahankan profesi sebagai Germo ataupun PSK. Keduanyapun tampak berapi-api menentang pemerintah Provinsi jawa Timur terkait kebijakan ini.

Dalam diskusi yang bertajuk Kisah Dolly dulu, Sekarang dan Nanti tersebut, Wakil Gubernur Jawa Timur Syaifullah Yusuf juga turut serta hadir sebagai perwakilan dari Pemprov. Syaifullah pun menyampaikan program-program pemerintah dalam memperbaiki kehidupan para penghuni dolly jika menyetujui lokalisasi tersebut. Termasuk diantaranya mengasah keterampilan mereka dengan mengadakan pelatihan-pelatihan, Pesantren dan bahkan memberikan modal usaha untuk melanjutkan hidup pasca penutupan Dolly. Tak lupa, Syaifullah juga menyampaikan tujuan dari penutupan tersebut semata-mata untuk perubahan ke hal yang lebih baik lagi dan sebenarnya telah dicanangkan sejak 1992, 2009 dan hingga sekarang.

Menanggapi pernyataan tersebut, Lina dan Melati bahkan lebih garang lagi. Menurut pengakuan keduanya, Perwakilan pemerintah sampai sekarang belum pernah mengadakan acara pelatihan seperti yang disebutkan Syaifullah. Bahkan mereka mengaku belum pernah didatangi oleh perwakilan Pemprov untuk sekedar berembug membicarakan langkah apa yang akan mereka lakukan setelah dolly ditutup. Menurut wanita paruh baya itu, mereka hanya mendengar uang yang dijanjikan oleh Pemerintah kepada mereka jika dolly ditutup.

‘Saya mendengar teman-teman akan diberikan 3 juta, 5 juta dan ada yang 7 Juta pasca penutupan dolly. Tapi sampai sekarang belum ada tuh, realisasinya’ begitu kira-kira kutipan penyataan Melati.

Kedua wanita yang menjadi perwakilan dolly tersebut memang tampaknya sangat emosional dan menyampaikan semua uneg-unegnya kepada Syaifullah Yusuf tanpa segan. Seperti sudah memendam amarah, Melati dan Lina menyangkal berbagai pernyataan wakil Gubernur tersebut dan tetap bersikokoh untuk tidak setuju penutupan dolly yang menjadi tempat mereka mengais rezeki.

Selama satu jam berdiskusi tak juga menunjukkan respect keduanya terhadap program-program yang disampaikan Syaifullah. Keduanya makin menggebu-gebu menyampaikan ketidak setujuannya. Di segmen akhirpun keduanya menyampaikan harapannya kepada Pemprov. Lina dan Melati membeberkan pendapatannya setiap bulan yang mencapai 12 juta hingga 13 juta dan pendapatannya melalui ‘jualan’ di dolly tersebut telah membahagiakan keluarganya selama ini, jadi jika pemerintah akan menutup Dolly keduanya mengaku setuju asalkan pemerintah memberikan gaji dengan nilai yang sama dan itupun harus setelah simulasi 6 bulan dulu. Artinya sebagai jaminan mereka harus merasakannya selama 6 bulan dulu baru menyetujui lokalisasi tersebut.

Permintaan yang sangat muluk ini tentu saja mendapatkan tanggapan penolakan dari Syaifullah, mencari pekerjaan untuk penghuni dolly ini dengan gaji sebesar itu tentunya hal yang sangat sulit bahkan tidak berlebihan mengatakannya mustahil untuk saat sekarang. Diskusi yang serba terburu-buru itupun akhirnya selesai tanpa menemukan solusi layaknya debat kusir.

Sikap kedua perwakilan Dolly yang dihadirkan dalam diskusi tersebut sebenarnya cukup mengganjal . bagaimana tidak? keduanya tetap keukeuh mempertahankan dolly tanpa sedikitpun merasa canggung menentang seorang Wakil Gubernurnya. Padahal jelas-jelas Bisnis yang mereka jalankan memang telah menyalahi aturan dan norma-norma. Permintaannya untuk digaji sebesar 13 juta/Bulan juga menunjukkan kesombongan tingkat tinggi. Dan sebagai penonton, sebenarnya saya hampir tidak percaya mereka mengutarakan pendapatan tersebut. Tetapi mungkin atas nama hak saksi dilindungi, maka keduanya pun tak takut untuk berargumen keras sekalipun dengan Wakil Gubernur. Terakhir, Syaifullah Yusuf terpaksa mengalah dari gencarnya tuntutan-tuntutan kedua perempuan tersebut.

Emosi yang dipertontonkan oleh Melati dan Lina dalam diskusi televisi tesebut mungkin memang memiliki latar belakang tersendiri. Tetapi terlihat sangat berlebihan dan menjadi cerminan yang sangat buruk bagi masyarakat, melihat keduanya sukses ‘mengunci’ pemerintah dalam diskusi yang disaksikan secara nasional. Telepas siapa pihak yang salah di awal hingga dolly ini berkembang pesat, keduanya seharusnya tetap menghormati peraturan dan norma-norma yang memang telah mereka langgar. Dan keduanya seharusnya lebih rasionalis dalam menyampaikan permintaan-permintaan kepada pemerintah. Jika dijamin 13 juta/Bulan pasca penutupan bisa-bisa banyak masyarakat yang mengaku penghuni dolly.

Saya jadi teringat dengan Pemprov DKI Jakarta yang berhasil membersihkan pedagang kaki lima dari Monas dan wilayah-wilayah lainnya. Walaupun menuai banyak protes, namun karena tegas Jokowi-Ahok sukses memperbaiki kota Jakarta lebih indah dan rapi. Akibat penertiban ini, tentu saja ada pedagang yang mengalami kerugian, namun tak terdengar tuntutan-tuntutan hingga mencapai jutaan rupiah.

Pemprov Jawa Timur memang sudah seharusnya lebih tegas dalam penutupan dolly karena memang secara jelas melanggar norma-noma. Namun dengan catatan merealisasikan program yang telah dicanangkan seperti kursus sebagai pembekalan penghuni Dolly. Untuk masalah tuntutan pekerjaan, biarkan saja mereka yang mencari sendiri. Jika mendapat penghasilan 13 juta/bulan selama ini, seharusnya Melati, Lina dan kawan-kawan sudah memiliki modal atau tabungan yang lumayan besar untuk membuka usaha sendiri.

Akhirnya semoga saja pelaku bisnis dolly dan masyarakat sekitarnya segera sadar dan tentu saja pemerintah lebih tegas dan serius dalam mencari solusi akan persoalan dolly ini.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline