Lihat ke Halaman Asli

Sahroha Lumbanraja

TERVERIFIKASI

Masih percaya dengan Cinta Sejati, Penggemar Marga T..

Pak SBY, Jangan Buru-buru Tanggapi Gosip!

Diperbarui: 17 Juni 2015   12:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

SBY dan Presiden Jokowi (image by Kompas.com)

SBY dan Presiden Jokowi (image by Kompas.com)

Akhir-akhir ini Presiden Jokowi memang tengah menjadi sorotan masyarakat dan media. Jika semenjak kampanye, Jokowi disebut media darling dan banyak menuai pujian dari masyarakat, maka kali ini Jokowi mendadak seperti hendak berpaling dari cara aman yang justru sering disebut dengan kata pencitraan tersebut. Jika sebelumnya Jokowi terlihat berapi-api dengan visi-visi pro-rakyatnya dilengkapi dengan penampilannya yang bersahaja di mana membuatnya menjadi idola masyarakat yang berbeda dengan politikus lain. Siapa sangka, setelah menjadi presiden mendadak Jokowi hadir dengan kebijakan-kebijakan kontroversial yang menimbulkan polemik baru di tengah masyarakat baik pendukung maupun haters-nya.

Dimulai dengan keputusan menaikkan harga BBM di saat harga minyak dunia tengah turun, lalu sosok menteri dalam susunan kabinetnya yang banyak dinilai masyarakat kurang tepat, penunjukan Budi Gunawan yang belakangan menjadi tersangka korupsi sebagai Calon Kapolri baru, Pencopotan Jenderal (Pol) Sutarman dari kursi Kapolri sebelum waktu pensiun hingga yang paling baru adalah susunan Dewan Pertimbangan Presiden (Wantipres) yang juga menuai pro dan kontra. Sebelumnya Presiden Jokowi telah melantik sembilan anggota Wantimpres pada Selasa (19/1). Namun enam tokoh di antaranya adalah berasal dari Partai politik Koalisi Indonesia Hebat, pendukung Jokowi saat maju dalam Pilpres 2014. Di antaranya Jan Darmadi (Partai Nasdem), Sidarto Danusubroto (PDIP), Suharso Monoarfa (PPP Kubu Romi), Rusdi Kirana (PKB), Yusuf Kartanegara (PKPI) dan Subagyo HS (Hanura) dan tiga orang lainnya disebut-sebut sebagai orang terdekat Megawati Soekarnoputri, yakni Hasyim Muzadi (Nadhlatul Ulama), Abdul Malik Fadjar, dan Sri Adiningsih. Dominasi politikus dalam susunan penasehat presiden ini dinilai banyak orang sebagai bentuk ‘bagi-bagi jatah’ KIH. Padahal sebelumnya Presiden Jokowi memang kental dengan slogan anti Politik Transaksional.

Banyaknya politikus dalam susunan Wantimpres memang menimbulkan polemik baru. Mulai dari latar belakang kesembilan anggotanya hingga keraguan terbentuknya pemerintahan yang seimbang secara presidensiil memang menjadi topik hangat. Bahkan susunan Wantimpres ini kemudian dibanding-bandingkan dengan susunan era SBY yang dinilai jauh lebih baik karena didominasi tokoh professional. Namun yang lebih kontroversial adalah munculnya isu ‘pembersihan orang-orang SBY’ dari pemerintahan Jokowi. Memang tak heran bila menilik pemberhentian mendadak Sutarman dan keukeuh-nya Jokowi mencalonkan Budi Gunawan yang lagi-lagi disebut dekat dengan Megawati. Isu ini sebenarnya sah-sah saja karena bukan merupakan suatu pernyataan valid dari Jokowi atau siapa pun, dan isu akan hilang dengan sendirinya. Namun belakangan isu ini menjadi semakin panas saat Presiden Keenam Indonesia, SBY menanggapinya secara resmi dari akun Facebook miliknya.

Dari akun Facebook miliknya, pada 18 Januari 2015 SBY menuliskan tanggapannya terhadap isu-isu yang sedang hangat dibincangkan. Tak tanggung-tangung, selain membahas tentang Polri dan perannya di Indonesia serta bagaimana Polri di masa jabatannya tanggapan yang dituangkannya dengan judul ‘Polri Kita’ ini secara panjang lebar juga membahas tentang hubungannya dengan Jokowi dan Megawati Soekarnoputri. Isu yang sebenarnya hanya menjadi berita biasa yang tak perlu dibahas menjadi semacam hal yang urgent hingga harus dipaparkannya seperti kutipan berikut ini.

“Di tengah-tengah situasi politik yang menghangat saat ini saya juga mendengar sejumlah isu, mungkin juga "provokasi", yang bisa memecah belah di antara kita semua. Termasuk antara Presiden Jokowi dengan saya. Diisukan bahwa yang tengah dilakukan sekarang ini adalah pembersihan "orang-orang SBY", baik di jajaran TNI, Polri maupun aparatur Pemerintahan. Saya terhenyak. Karena kalau yang dianggap orang-orang SBY itu adalah yang ada dalam jajaran Kabinet Indonesia Bersatu, yang sesungguhnya adalah posisi politik (political appointee), hal itu masih masuk akal. Tetapi, kalau para perwira TNI dan Polri profesional, atau para eselon satu jajaran pemerintahan yang statusnya adalah abdi negara itu diistilahkan sebagai "orang-orang SBY", menjadi tidak masuk akal. Tulisnya

‘Terhenyak’nya SBY dalam isu tersebut tampaknya cukup menjelaskan bagaimana pentingnya isu ini bagi SBY. Padahal tak ada tanggapan isu tersebut dari Jokowi. Postingan yang di-like oleh 60.000 lebih pengguna Facebook ini tentu saja menjadikan isu ini semakin ramai seakan kebenarannya meningkat 50%. Tak hanya isu bersih-bersih, SBY juga menyelipkan perkembangan hubungannya dengan Megawati.

Ada pula pengamat yang mengatakan kemelut di tubuh Polri ini tidak terlepas dari perseteruan antara Ibu Megawati dengan SBY. Jenderal Polisi Sutarman dipersepsikan sebagai orangnya SBY, dan Komjen Polisi Budi Gunawan sebagai orangnya Ibu Megawati. Untuk diingat, kalau Pak Budi Gunawan dinilai dekat dengan Ibu Megawati karena mantan ADC-nya, maka Pak Sutarman adalah mantan ADC Gus Dur. Bukan mantan ADC SBY. Di era saya, perjalanan karier Komjen Polisi Budi Gunawan juga baik dan lancar. Pak Budi Gunawan mengalami tiga kali promosi jabatan, serta kenaikan pangkat dari Brigjen ke Irjen, dan kemudian ke Komjen. Lanjutnya.

Isu baru muncul dari tanggapan ini, yakni persaingan sengit antara SBY-Sutarman dengan Megawati-Budi Gunawan. Mungkin banyak masyarakat yang sebelumnya tidak nalar akan hal ini, namun dengan postingan serius SBY ini isu tersebut pun semakin besar dan semakin menimbulkan diskusi panas antarpendukung maupun yang tidak. Selipan karier Budi Gunawan yang baik di masanya, juga seakan menjadi pembelaan atau pernyataan secara tidak langsung bahwa ia lebih baik dari Jokowi yang memberhentikan Sutarman.

Sebenarnya sebagai negarawan yang namanya sudah besar, SBY tak perlulah menanggapi gosip dengan menyampaikan uneg-uneg di media sosial Facebook. Sebagai negarawan, ia harusnya mampu memilah saat kapan memberikan pencerahan dan kapan tidak perlu. Gosip yang hanya mainan orang-orang iseng biarkan saja berlalu dengan sendirinya. Jika ditanggapi demikian, yang ada masyarakat bukan merasa mendapat kejelasan untuk kedamaian bersama. Respons seorang SBY terhadap gosip seakan mengindikasikan gosip tersebut kemungkinan benarnya lumayan besar. Jadi justru memunculkan polemik baru. Lagian bukankah dengan membesarnya isu ini, maka pembuatnya akan senang karena bisa mendatangkan SBY untuk mengomentarinya. Jadi, SBY rasanya terlalu terburu-buru menanggapi berita miring seperti ini.

Kini, Jokowi memang banyak mengambil kebijakan yang tidak populer yang kemungkinan besar membuatnya ditinggalkan para pendukungnya. Tetapi bagaimanapun, Jokowi pasti sudah memiliki alasan tersendiri dalam memutuskan sesuatu. Kini sebagai masyarakat, kita hanya boleh menunggu realisasi dari kebijakan-kebijakan itu sembari mengawasinya. Jika suatu saat memang telah merugikan atau tak berpengaruh apa-apa demi kebaikan roda pemerintahan Jokowi, saat itulah kita menjadi juri yang siap mengkritisi kepemimpinannya. Karena kita bukan pendukung buta, tetapi harus jadi pendukung yang cerdas. Jangan juga jadi rakyat oposisi yang tuli dan buta, tetapi harus cerdas sebagai oposisi.

Salam!

Berita terkait:

SBY Kaget Dengar Ada Isu "Pembersihan" dalam Pemerintahan Jokowi

Maruarar Bantah Jokowi "Bersih-bersih" Orang SBY

Postingan SBY di Facebook

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline