Lihat ke Halaman Asli

Sahril Ramadan

Penggiat Literasi

Psikologi Mahasiswa Pasca Covid-19

Diperbarui: 29 Maret 2024   04:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Tak henti-hentinya Corona Virus Disease 2019 atau COVID-19 berbuat ulah. Kenapa tidak,banyak sekali kekacauan yang terjadi akibat wabah ini. Berangkat dari Wuhan, Cina virus ini berimigrasi begitu cepat di berbagai negara dan wilayah yang menimbulkan ketakutan dan kekacauan bagi masyarakat dunia. Bahkan wabah ini menjadi attention khusus sampai kepala negara berbondong-bondong menyatakan keadaan darurat akibat ulahnya.

Begitu banyak cara yang sudah dilakukan oleh masing-masing negara dalam mencegah dan menanggulangi Corona Virus Disease 2019 ini. Aktivitas lockdown, penyemprotan cairan disinfekta bahkan karantina mandiri dilakukan untuk mengahalau virus ini berkembang biak. Akibatnya banyak sekali aktivitas masyarakat terhambat atau bisa dikatakan lumpuh. Baik itu dari segi agama, tradisi, ekonomi, pendidikan dan aktivitas-aktivitas lainnya yang melibatkan kerumunan. Akibat vrus ini, begitu banyak kerugian yang terjadi di masing-masing negara, tidak terkeculi Indonesia sekalipun.

Di Indonesia sendiri penyebaran virus ini sangat cepat. Data kasus yang tercatat akibat wabah ini di awal bulan april 2020 mencapai 2.000 lebih kasus, dimana 204 kasus dinyatakan sembuh sedang 294 kasus lainnya meninggal dunia. Sangat memprihatinkan. Akibatnya banyak masyarakat Indonesia mengalami depresi berat, baik itu dari kalangan masyarakat, birokrat, lebih-lebih mahasiswa sebagai penggiat aktivitas belajar dan diskusi.

Akiba virus ini banyak sekali mahasiswa yang mengeluh tidak bisa beraktivitas seperti biasanya. Prose belajar mengajarpun terhambat. Sehingga pemerintahan mencari cara agar pendidikan di Indonesia tetap berjalan sampai diterapkanlah system pendidikan daring atau kuliah online.

Jika kita perhatikan secara seksama kebijakan untuk kuliah online ini adalah alternative yang sangat memungkinkan untuk diterapka, disamping mahasiswa dibiasakan untuk mengunakan teknologi, juga memungkinkan mahasiswa menghindari kerumunan mahasiswa lainnya. Ini merupakan alernaiv yang sangat bagus diterapkan dengan adanya wabah ini.

Namun dalam prakteknya, banyak sekali di jumpai kekacauan. Indicator kegagalannya bahwa banyak mahasiswa yang tidak focus, kontak langsung yang minim memungkinkan pendidik kualahan mencari kelemahan dalam proses penyerapan ilmu yang disampaikan, mahasiswa cenderung cepat bosan, belum lagi ditambah dengan gangguan-gangguan yang mungkin timbul seperti koneksi jaringan yang tidak maksimal, opografi pesera didik yang idak memungkinkan bisa mengaksis fitur kuliah online, dan banyaknya bugjed yang kia idak ahu pesera didik ataupun pendidik mampu menjangkaunya. Sehingga sistim yang awalnya menjadi alernaif berjalan tidak efektif dan memberikan dampak buruk bagi mahasiswa dan dosen itu sendiri.

Di Bima sendiri, wilayah NTB merasa kehadiran sistim daring atau kuliah online ini menjadi suatu petaka bagi mahasiswanya. Penulis pernah mewawancarai mahasiswa-mahasiswa yang kuliah di bima tentang seberapa efektifkah kuliah online ini terhadap tingkat penyerapan dan pemahaman terhadap materi yang disampaikan. Dari 20 sampel yang saya wawancarai (perwakilan mahasiswa PTS yang ada di bima), hamper 17 orang menjawab tidak efektif dan sangat membosankan, penyamapian materi yang sangat monoton, ruang interaksi terbatas dan gangguan jaringan. Ini merupakan suatu indicator kegagalan penggunaan sistim kuliah online dalam dunia pendidikan.

Jika hal ini terus berlanjut, maka intelektual dan psikologi mahasiswa akan mengalami masa stagnasi atau kejumudan dalam berfikir. Dan ini akan sangat berbahaya bagi keberlangsungan bangsa Indonesia kedepan. Karena kita tahu betul pemuda/mahasiswa adalah ujung tombak dan indicator maju mundurnya suatu negara. Selama dunia pendidikan merangsang peserta didik dalam berfikir kritis, maka Indonesia akan melahirkan para pemimpin dan pemikir-pemikir pembaharu.

Dalam hal ini, penulis berharap dengan adanya wabah ini menjadi pelajaran kita bersama dalam memikirkan untuk bisa keluar dari masalah ini. Sebab Indonesia memiliki masalah-masalah baru yang harus di jemput, sehingga di butuhkan pemuda-pemuda yang produktif dalam berfikir dan mengembangkan ide-idenya.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline