Lihat ke Halaman Asli

Komunikasi Politik di Media Sosial dan Gen-Z

Diperbarui: 30 November 2023   10:41

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Berdasarkan fenomena perkembangan teknologi komunikasi yang begitu pesat saat ini, salah satu indikasinya terlihat pada perkembangan aktifitas komunikasi politik dalam kampanye Pemilu di media sosial. Perkembangan tersebut seperti pada kegiatan kampanye Pemilu, Pilkada dan Pilpres melalui media sosial yang terus berkembang. Meskipun media tradisional dan konvensional yang lain (media tatap muka, audio, audio visual, media cetak) juga masih digunakan, namun sosialisasi melalui media sosial (seperti tiktok, facebook, Instagram, twiter dan sebagainya) tampak  menjadi kebutuhan di kalangan masyarakat terutama anak muda yang cenderung menggunakan media sosial sebagai referensi terkait politik mereka.

Bertambahnya jumlah pengguna media sosial yang begitu besar adalah implikasi dari perkembangan teknologi komunikasi yang tidak dapat kita elakan saat ini. Sebagian besar penggunaan media sosial di masyarakat adalah berasal dari kalangan anak muda, oleh karena itu, hal ini membuat para politisi memilih media sosial sebagai media yang efektif untuk berkampanye. Kampanye yang merupakan media yang cukup efektip dalam berkomunikasi dengan publik menjadikan media sosial sebagai alat yang baik dalam menyalurkan input maupun output politik. Media sosial mampu memberikan berbagai respon dari pesan politik yang disampaikan kepada publik, khususnya para pemilih Gen-Z yang memiliki potensi dengan jumlah yang cukup signifikan. Oleh karena itu, segala bentuk kegiatan komunikasi politik, kini dikembangkan melalui media sosial. Tidak terkecuali dalam pemilihan umum presiden 2024 mendatang.

Gen-Z diprediksi menjadi kelompok pemilih dengan proporsi terbesar di pemilu 2024. Dengan rentang usia 17-37 tahun, data dari KPU menyatakan bahwa ada sekitar 110 juta jiwa atau 55%-60%  penduduk Indonesia dengan rentang umur tersebut. Persoalannya adalah bagaimana pesan kontroversial dalam komunikasi politik di media sosial ini mampu mempengaruhi generasi muda terhadap pemilu 2024 mendatang. Media sosial yang semulanya di gunakan untuk membangun pertemanan serta hubungan sosial yang baik, kini menjadi sarana politik yang disampaikan dengan berbagai pesan kontroversial dan kepentingan dari berbagai kubu politik itu sendiri. Kemudian tulisan ini akan mengemukakan bagaimana pandangan anak muda terhadap model komunikasi politik dalam media sosial,  beberapa Langkah-langkah dan strategi dari pihak kandidat dalam menggaet anak-anak muda, bagaimana pihak berwewenang dalam meminimalisir penyebaran hoax dan informasi palsu terkait politik, serta mitigasi resiko pada media sosial untuk mencegah adanya disinformasi dan misinformasi dari pemilu 2024 mendatang.

Isi informasi, arti pesan, serta beberapa konten yang ingin disampaikan oleh ketiga akun calon presiden tentu menghasilkan dampak opini publik. Opini jelas akan menimbulkan persepsi, tanggapan, dan pandangan terhadap sesuatu yang disorotinya. Begitupun dengan sosok calon presiden yang secara tidak langsung memanfaatkan sosial media untuk membangun reputasi, citra, kredibilitas, bahkan keputusan memilih di masyarakat dalam Pilpres 2024 mendatang, fenomena media sosial Instagram, tiktok, dan twitter telah menjadi platform utama bagi masyarakat Indonesia dalam mengikuti segala bentuk kegiatan ketiga calon presiden dimulai dari informasi mengenai kegiatan kesehariannya ,visi misi, termasuk segala konten berupa gagasan dan pandangan yang dikampanyekan oleh ketiga calon. Konten tersebut telah menjadi asupan berita utama bagi warga negara indonesia khususnya segmentasi kalangan muda atau Gen-Z.

 mengingat anak muda memiliki potensi besar dalam pemilu 2024 mendatang, maka para calon kandidat memiliki upaya masing-masing yang dilakukan untuk menarik perhatian mereka. Gen-Z adalah target utama dari konten-konten politik laman media sosial tiktok, Instagram, twitter dan sebagainya terhadap masing-masing pasangan capres dan cawapres yang dibuat semenarik mungkin agar mereka mau ikut serta dalam memberikan pilihannya terhadap pemilu 2024 mendatang. Strategi ini cukup efektip, mengingat konten-konten seperti potongan-potongan video kampanye masing-masing kandidat yang kemudian di buat jedag-jedug mampu menarik perhatian mereka, karena mereka tidak perlu menonton vidionya secara lengkap yang menurut mereka notabene membosankan. Strategi lainnya juga diterapkan oleh salah-satu kandidat yakni Prabowo-Gibran yang dimana menyebut akan mewakili anak muda dengan mengangkat Gibran sebagai calon presiden. oleh karena itu, tidak jarang anak muda yang menyuarakan Prabowo-Gibran. Strategi ini berdasarkan pada teori agenda setting yang dimana para kandidat mampu mendapatkan perhatian dari publik dengan memberikan topik-topik serta konten yang dianggap penting dan menarik oleh publik atau target kampanyenya.

Sebuah interaksi komunikasi  telah berlangsung antara dosen dan mahasiswa uin mataram minggu lalu di salah satu kelas yang ia ajar, dosen bertanya siapakah yang akan mereka pilih di pemilu 2024 mendatang, 80% dari jumlah mereka serentak menyebutkan nama Prabowo-Gibran, dosen yang penasaran bertanya alasan mereka mengapa memilih pasangan tersebut, mereka menjawab karena kandidat pasangan tersebut pro terhadap anak muda. 

Kemudian salah satu mahasiswa berpendapat bahwa selain pro terhadap anak muda, mereka juga penasaran dengan tujuan dari kandidat tersebut yang telah mencalonkan diri berkali-kali dan tidak mundur atau tepatnya kandidat tersebut memiliki jiwa pantang menyerah. Mereka biasa menyebutnya dengan all in Prabowo. Salah satu mahasiswa kemudian bersuara "buk, kita milih Prabowo juga karena dia tidak gampang di setir buk, dia orangnya tulus", kemudian dosen komunikasi politik Kembali bertanya "darimana kamu tahu kalua Prabowo tidak gampang di setir?", mahasiswa tersebut menjawab "dari tiktok buk, pas beliu hadir di acara mata najwa". 

Dari interaksi kecil tersebut kita dapat melihat peran media sosial sangat besar terhadap khalayak, baik dan buruk persepsi publik terhadap ketiga kandidat tergantung apa yang mereka lihat di media sosial. Pada salah satu podcast "Close the door" yang dibawakan oleh Deddy Corbuzer saat mewawancari salah-satu kandidat capres, yakni Ganjar pranowo mendapat citra buruk akibat pernyataan beliau tentang menonton video porno. "kalau saya nonton video porno salah saya dimana? Orang saya sudah dewasa kok, saya suka kok" ucapnya dalam potongan video yang kemudian banyak tersebar di media sosial. Dari potongan video tersebut banyak komentar-komentar yang menyebut bahwa aksi pak Ganjar tersebut tidaklah patut, bahkan tidak sedikit yang memberikan ujaran kebencian dan komentar negative akibat potongan video tersebut. Padahal, setelah mengakatakan hal tersebut pak Ganjar melanjutkan dengan berkata "yang tidak boleh itu mengirimnya ke orang lain dan bisa terjerat undang-undang ITE, selama nonton sendiri tidak apa-apa karena itu adalah sebuah kebutuhan".

Berbicara tentang pengaruh media sosial terhadap masyarakat, tentu selain efek positif ada juga efek negatifnya. Mengingat semua kalangan bisa saja menyebarkan atau meposting apa yang dia inginkan di media sosial miliknya. Termasuk isu politik sendiri, berbagai ujaran kebencian, penyebaran berita palsu, serta hoax terkait kandidat yang tidak disukai bisa saja di posting di akun media sosial. Tidak terkecuali kontestasi jelang pemilu 2024 yang semakin memanas dengan ramainya beredar berita hoax terhadap ketiga kandidat capres dan cawapres. salah-satu isu yang menjadi sorotan mengenai salah-satu kandidat yakni bapak Menteri pertahanan Prabowo Subianto diterpa isu menampar wakil Menteri pertanian dalam sebuah rapat, Padahal berita tersebut tidak benar. Kemudian Prabowo menyatakan bahwa berita hoax ini adalah bagian dari efek negative internet bagi generasi muda di era teknologi modern saat ini. Selain Prabowo Subianto, sejumlah isu hoax lainya menerpa kandidat capres lainya. Di lansir dari website kominfo.go.id, dalam sebuah unggahan di akun media sosial mengklaim bahwa mantan gubernur DKI Jakarta yakni Anies Baswedan telah ditahan selama 20 hari, tapi nyatanya dugaan tersebut adalah keliru. Diketahui bahwa unggahan tersebut merupakan hasil suntingan dan identik dengan gambar pada artikel yang telah dirilis oleh liputan6.com pada 17 februari 2022 lalu. Selain itu, isu yang di berikan kominfo terkait kandidat nomor satu pada pilpres 2024 yakni Ganjar Pranowo mengenai pemilihan K.H Said Aqil menjadi wakilnya di pemilu 2024 mendatang. faktanya berita tersebut tidaklah benar, dilansir dari laman merdeka.com bahwa video tersebut adalah hasil dari sebuah suntingan dari foto asli.

Menghadapi hal tersebut sebagai generasi muda, hendaknya kita meningkatkan kemampuan literasi kita dan jeli dalalm menerima berbagai informasi di media sosial. Karena sebuah disinformasi dalam hal ini dapat menyebabkan polarisasi antar masyarakat, menurunnya kepercayaan terhadap demokrasi, dan hilangnya kredibilitas pada diri pemerintah serta timbulnya instabilitas politik yang akan menghambat perekonomian. Sebagai generasi muda, justru kita harus mampu menjadi pemberantas daripada penyebaran berita hoax itu sendiri. Jangan sampai kemudahan penyebaran informasi antar individual yang seharusnya mejadi suatu alternatif untuk memperkuat demokrasi, kini malah dijadikan sebagai alat untuk saling menjatuhkan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline