Lihat ke Halaman Asli

Fatwa MUI Tidak Penting!!!

Diperbarui: 25 Juni 2015   20:28

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pagi ini saya melihat film dokumenter tentang fakta mengenai Industri dan bisnis Rokok  di Indonesia, Penetrasi Rokok dalam masyarakat Indonesia di sini.

Baru 10 Menit menonton, jiwa saya langsung berontak marah dan sangat tersinggung, bahwa selama ini kita tertipu oleh pemerintah dan industri rokok Indonesia.

Dalam film dokumenter ini, Philip Morris dengan Marlboro-nya yang banyak disorot. Bahkan Christof Putzel mengadakan wawancara dengan Anne Edwards, juru bicara Philip Morris International. Disitu Anne banyak mengelak dari pertanyaan dan pernyataan Putzel tentang fakta-fakta rokok di Indonesia.

Dalam Konferensi Dunia untuk Tembakau 2010, Christof Putzel pergi menyelinap dan melakukan pembicaraan dengan karyawan perusahaan tembakau. Serta tentunya membuka fakta-fakta cengkraman bisnis tembakau global dan Indonesia. Bahasa sederhananya, pasar rokok di Amerika dan negara-negara maju lainnya gulung tikar. Maka, pasar mereka pindahkan ke negara-negara berkembang. Dan dengan kejamnya, mereka sebenarnya sudah sangat tahu akan bahaya rokok, tetap berusaha meraup keuntungan dari negara-negara yg belum 'melek' dan berusaha membodohinya dengan doktrin-dotrin racun yaang dikemas dalam permen manis.

Lalu apa hubungannya film dokumenter ini dengan MUI [Majelis Ulama Indonesia]?

Majelis Ulama Indonesia  melalui Ijtima` Ulama Komisi Fatwa MUI ke III, 24-25 Januari 2009, di Sumatera Barat, menetapkan bahwa merokok adalah haram bagi anak-anak, ibu hamil, dan bagi siapa saja apabila dilakukan di tempat-tempat umum.

Sudah 3 tahun fatwa ini dikeluarkan. Tapi jujur saja, baru hari ini saya mengetahuinya. Itu juga tahunya karena sengaja googling mencarinya. Selama ini saya tak peduli dengan apa saja fatwa yg keluar dari MUI. Mungkin juga diluar sana masih banyak orang lain yg seperti saya.

Sikap seperti itu sebenarnya muncul karena MUI sendiri yg masih ada dibawah bayang-bayang ormas-ormas di Indonesia. Taruh saja saya orang NU, saya lebih 'manut' dengan fatwa-fatwa dari kyai saya di NU daripada MUI. Begitu juga dengan Muhammadiyyah, Persis, dll. Tidak seperti Darul Ifta Mesir [Lembaga Fatwa Mesir] yang sangat dihormati diseluruh dunia, bahkan dijadikan rujukan oleh banyak negara.

Disisi lain, peran MUI juga masih dipandang sebelah mata oleh pemerintah kita. Betapa tidak, MUI mengeluarkan fatwa keharaman merokok untuk anak-anak, tapi pemerintah tidak mau tahu ketika anak-anak kecil bebas membeli rokok di mana-mana. Tidak seperti di luar negeri, misalnya Amerika, membeli rokok dan alkohol di toko saja disyaratkan umur sekian sekian.

Dari alasan-alasan itulah saya berani memberi judul seperti di atas. Fatwa MUI itu tidak penting, yang paling penting adalah usaha pemerintah untuk menjalankan perannya sebagai  'dokter'  penyakit bangsa. Perokok akan berkurang apabila pemerintah mau menaikkan pajak rokok sehingga berakibat naiknya harga rokok, seperti di Amerika,  sekitar Rp. 120.000,- per bungkus. Itu contoh paling mudah untuk pemerintah. Tapi sepertinya saya tidak perlu memberi kuliah kepada pemerintah karena mereka pasti lebih pandai dari saya.

MUI dan rokok bukan hanya satu-satunya kasus yang membutuhkan peran pemerintah. Permasalahan lain masih banyak. Selama pemerintah masih membutakan matanya terhadap suatu fakta, maka masalah itu akan tetap bertahan dalam bangsa ini.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline