Menembus Kulit SARA
[caption caption="Indahnya berbagi"][/caption]
Pagi itu, di minggu kedua bulan puasa, aku kembali melangkahkan kaki ke Palang Merah Indonesia (PMI) Bandung. Ini baru kali keempat aku menyediakan waktu untuk mendonorkan darah bagi sesama yang membutuhkan. Bukan karena aku tidak mau, bukan karena aku takut suntik ataupun takut melihat darah. Bukan juga karena lokasi PMI yang jauh dari tempat tingggalku.
Berbagai alasan kesibukan menjadi penghambatku datang ke PMI. Padahal hanya sekitar 30 menit saja waktu yang dibutuhkan untuk memberikan darah. Maka kali ini, sejak berminggu-minggu sebelumnya kutekadkan untuk tidak menunda. Dan senyum petugas PMI yang menyambutku telah menunjukkan tekadku ini bukanlah hal yang sia-sia.
Ternyata pagi itu ada belasan anggota Palang Merah Remaja (PMR) yang sedang berkunjung ke PMI. Petugas menerangkan kepada adik-adik ini bahwa tugas PMR adalah tanggung jawab mulia. Donor darah adalah tindakan membantu hidup seseorang. Sayangnya di Indonesia, donor darah belum menjadi gaya hidup. Berbagai alasan menjadi penghambat kita untuk berbuat kebajikan.
Saat dokter PMI memeriksa tensi darahku, dokter memberitahukan kalau stok darah PMI Bandung sangat minim setiap bulan puasa. Sering kali PMI keteteran menyediakan darah untuk korban gawat darurat. Kalau kita perhatikan, saat bulan puasa, kita sering mendapat broadcast "dibutuhkan darah" di BBM ataupun sosial media kita. Memang di saat minim stok darah, kita baru menyadari betapa berharganya darah, dan betapa bernilainya kebaikan dari para pendonor yang ikhlas berbagi tanpa balasan.
Sang dokter menambahkan, bersyukur saat bulan puasa, PMI Bandung tetap mendapatkan stok darah dari kegiatan donor darah yang dilakukan gereja dan lembaga keumatan lainnya. Para pendonor yang tidak berpuasa juga tetap datang mendonorkan darahnya.Walaupun tidak seperti hari biasa, minimal stok darah PMI tetap ada di saat genting.
Banyak pasien yang tertolong dengan stok yang sedikit ini. Hal yang tidak banyak orang yang tahu. Si pendonor sendiri tidak tahu kalau darahnya telah menyelamatkan nyawa seseorang. Penerima darah juga tidak tahu darah siapa yang mengalir di tubuhnya. Dia dan keluarganya hanya bisa berdoa kepada Sang Pemberi Kehidupan, bersyukur atas anugerah yang diberikan, dan mendoakan sang pendonor darah, pahlawan kemanusiaan yang bahkan mereka tidak tahu wujud dan namanya.
Ya, donor darah adalah kebajikan yang menembus kulit SARA. Di keterangan kantong darah, tidak ada tertulis ini adalah darah Sahat, suku Batak, beragama Kristen, seorang mahasiswa s2 yang sedang merintis usaha kecil-kecilan. Hanya tertulis keterangan bahwa kantong darah ini berisi darah AB. Sehingga penerima darah ini haruslah pasien yang berdarah AB juga, tidak peduli dari suku, agama, ras, dan golongan apapun dia.
Tidak pernah kita mendengar adanya seorang pasien bersuku Batak yang hanya mau menerima transfusi dari darah pendonor bersuku Batak saja. Atau seorang pasien beragama Hindu yang tubuhnya menolak menerima transfusi dari darah seorang beragama Muslim. Darah tidak mengenal perbedaan SARA, maka darah akan selalu dapat menembus perbedaan kulit SARA. Di tengah konflik SARA yang masih sering terjadi di sekitar kita, yang bahkan sering kali menumpahkan darah dengan sia-sia, donor darah adalah suatu contoh tindakan kehidupan yang mengajarkan hakikat hubungan manusia yang sebenarnya.