Lihat ke Halaman Asli

Berbagi dengan Penyandang Disabilitas

Diperbarui: 24 Juni 2015   00:39

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kisah ini didedikasikan untuk mereka, saudara-saudaraku di Wyata Guna. Kawan-kawan baruku, yang baru kukenal beberapa hari yang lalu. Kisah ini tentang mereka, perjuangan mereka, suka dan duka mereka. Semoga apa yang coba kubagikan ini bisa memberikan arti yang baik bagi kawan-kawan.

Beberapa hari yang lalu, aku dan kawan-kawan mengunjungi sebuah panti yang dikelola oleh Kementerian Sosial, Panti Wyata Guna. Panti ini terletak di Jalan Pajajaran, seberang GOR Pajajaran, dekat Istana Plaza. Begitu sering aku melewati jalan ini sebelumnya, tapi baru kali itu aku mengetahui bahwa itu adalah sebuah panti, panti untuk saudara-saudara kita yang tunanetra. Terimakasih untuk kawan yang telah memberitahukan tentang panti ini kepada kami.

Kami kesana berjumlah 29 orang, dari berbagai kampus di Bandung. Sebelumnya kami dihubungi oleh seorang koordinator disana, Mbak Resty namanya. Dia kuliah di UPI sekarang, angkatan 2006 dan saat ini sedang menyusun skripsi untuk jurusan Sekolah Luar Biasa. Mbak Resty juga seorang tunanetra. Mendengar ini aku sempat sedikit malu, karena aku sendiri masih angkatan 2006 dan parahnya masih belum menyusun skripsi hingga detik itu. Tapi besok harus sudah memulailah, besok hari apa dan tanggal berapa? Ya, besok lah. Hehe, kembali ke topik.

Awalnya kami diminta untuk membacakan buku Matematika dan Bahasa Inggris untuk beberapa orang dan hanya dibutuhkan beberapa orang reader saja. Oh iya, reader itu adalah istilah di panti ini untuk orang-orang yang membacakan buku/cerita kepada mereka. Namun, karena keinginan yang sangat besar dari kawan-kawan, dimana setiap orang mengajak kawannya yang lain, maka terjadilah peristiwa ekonomi “supply lebih banyak daridemand”. Jumlah kami yang datang melebihi kebutuhan yang diminta Mbak Resty. Tapi tidak mengapa kata Mbak Resty. Di panti ini terdapat banyak asrama, dimana setiap asrama ditempati oleh beberapa belas kawan-kawan kita yang tunanetra. Kami diminta untuk mendatangi setiap asrama untuk menanyakan apakah ada yang ingin dibacakan buku/cerita, dan kami pun melakukannya.

Kami dibagi-bagi ke setiap asrama yang membutuhkan reader. Ternyata kawan-kawan yang tinggal disini bersekolah mulai dari SD sampai kuliah dan banyak yang bersekolah di sekolah umum. Di beberapa kamar yang kami masuki, mereka ada yang sedang menggunakan laptop, mengobrol tentang kuliah dengan kawan satu kamarnya, dan banyak aktivitas lain. Kebetulan kami datang di Jumat sore dan ini biasanya merupakan jadwal mereka untuk bersantai. Banyak hal baru yang kami saksikan disini, namun ada beberapa hal yang paling berkesan yang kudapat disini.

Di satu asrama, Asrama Nuri, aku berkenalan dengan Leo, seseorang yang tunanetra. Kami bercerita banyak hal. Leo menceritakan bahwa dia berasal dari Bengkulu dan sampai ke tempat ini kira-kira setahun yang lalu. Dulunya dia bisa melihat dan saat itu sudah kelas dua SMA, tapi kecelakaan menyebabkan penglihatannya menjadi terganggu dan dia hanya bisa melihat dari sisi samping matanya. Selama beberapa lama Leo merasa depresi dan frustasi atas kejadian ini sebelum akhirnya dia dibawa oleh keluarganya ke Panti Wyata Guna ini. Disini dia berkenalan dengan teman-teman yang lain dan mulai bisa menyesuaikan diri dengan kondisi baru yang dihadapinya. Sekarang dia sedang menjalani masa rehabilitasi dan sekolah di kursus pijat yang ada di panti ini.

Leo juga menceritakan, dulu masih banyak kawan-kawan mahasiswa yang sering datang kesana untuk menjadi reader, ataupun sekedar berbagi tawa dengan mereka, namun sekarang itu sudah semakin menurun. Dia merasa senang dan berterimakasih karena masih ada yang mau ingat untuk berkunjung ke panti ini. Aku yang mendengarnya sempat tertegun. Aku juga baru kali ini kesini. Ternyata mereka juga sangat merindukan kawan-kawan yang mau menyisihkan sebagian waktu untuk menjadi reader ataupun berbagi cerita dengan mereka.

Kami pun melanjutkan obrolan kami selama beberapa lama. Aku menanyakan tentang bagaimana kawan-kawan yang bersekolah di luar panti pergi ke sekolahnya. Dia mengatakan bahwa mereka pergi dan pulang sendiri. Itu sudah merupakan hal yang biasa mereka lakukan. Bahkan ada yang berkuliah di Jalan Soekarno Hatta. Hal ini juga baru bagiku dan aku semakin mengetahui bagaimana perjuangan mereka dan bagaimana seharusnya aku bersyukur atas apa yang kudapat selama ini.

Lama kami bercerita hingga kemudian datang seorang teman yang lain, Ensah namanya kalau aku tidak salah. Dia meminta tolong kami untuk mencari frekuensi radio di hapenya. Oh iya, satu hal yang juga baru kuketahui disini, mereka sangat menyenangi musik. Di dalam kamar, di teras rumah, ataupun di jalan asrama, banyak kawan-kawan yang mendengarkan mp3 ataupun radio di hape dan tape mereka. Ensah baru pulang dari BEC, berdua dengan temannya, untuk membeli lagu-lagu yang dicopy ke hapenya dan dia kebingungan folder tempat lagu ini disimpan. Aku dan seorang kawan kemudian mencoba mencarinya sambil mengobrol dengannya. Ensah sangat tertarik dengan musik. Panti Wyata Guna memiliki beberapa alat musik dan Ensah tertarik untuk membentuk kelompok band untuk bermain musik bersama. Namun mereka masih belum fasih bermain musik. “Kapan-kapan datang ya kak, ajarin teman-teman main keyboard dan lainnya”. Ensah sendiri berperan sebagai vokalis. Melihat senyumnya ketika membicarakan tentang musik kembali membuatku tertegun. Betapa dengan keterbatasan mereka, mereka bukannya terlarut dengan depresi, tapi menikmati dan mensyukuri apa yang mereka jalani. Sementara di luar sana, masih banyak orang-orang yang tidak mensyukuri apa yang sudah diterimanya, termasuk mungkin aku sendiri.

Aku kemudian masuk ke satu asrama, Asrama Aster namanya. Di asrama ini ada seorang gadis, Fani namanya, seorang anak yang ceria. Dua orang teman sedang menemaninya mengerjakan tugas Bahasa Inggrisnya sambil sesekali diiringi cerita dan tawa. Setelah selesai menjadi reader, kami berkumpul di asrama ini dan mengobrol dengan Fani. Ternyata Fani hari itu berulang tahun dan kami menggodanya untuk bernyanyi. Kami juga menyanyikan lagu Selamat Ulang Tahun untuknya dan bernyanyi beberapa lagu kesukaannya. Dia selalu tersenyum dan menanggapi dengan ceria. Hal yang dulu kukira tidak mungkin bisa keluar dari seseorang yang tunanetra. Ternyata pendapatku itu salah. Di depan mataku terdapat seorang gadis muda yang dengan keterbatasannya bisa menjalani ini semua dengan senyuman.

Kira-kira setengah jam kami berbagi tawa dengannya namun sayang waktu sudah semakin malam dan akhirnya kami pun kembali ke tempat kami masing-masing.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline