Lihat ke Halaman Asli

Sahat Marpaung

Seorang purnawaktu setelah berkarya 38 tahun

"Duduk Manis di Kantor atau Terjun ke Lapangan?"

Diperbarui: 8 Januari 2021   09:49

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

"Duduk manis di kantor"? atau, "Terjun ke lapangan"?

(Sebuah pandangan berdasar pengalaman kerja)

Ada sebuah cuitan, dari seorang mantan wakil rakyat di Pusat. Mantan anggota DPR. Cuitan itu ditujukan kepada seorang Menteri yang unik, baru saja dilantik. Isinya?,  ungkapan persaaan terharu, di awalnya. Namun, jika 'dipelototi' hingga akhir, maksud utamanya adalah mengkritik sekaligus saran bagi gaya-kerja sang Menteri.

Cuitan itu tertulis pada hari ketujuh, namun kubaca pada hari kedelapan, di Januari tahun ini. Di Rabu pagi, saat sang mentari bersinar cerah, diselimuti awal tebal, kucoba memahami arah tulisan sang mantan.  Dan, terpiculah aku untuk menuangkan pandangan, sebagian dari pengalaman di lapangan.

Perdebatan lama, sesungguhnya: apakah seorang Pemimpin, atau Manejer, lebih baik "Duduk manis di kantor"?, atau, "Terjun ke lapangan"?

Seorang Menteri sejatinya, seorang manejer sekaligus pemimpin, di kementeriannya.  Begitu ajaran yang kuterima dari berbagai pihak, juga tertulis di banyak buku manajemen. Dan, aku senantiasa berusaha untuk mempraktekkannya. Walau peranku sebagai Fasilitator pelatihan, namun, sekitar 30-40 persen waktu kuhabiskan untuk melihat di lapangan.Jika dilihat dari 'sudut' fungsi, paling tidak, begitu katanya, ada 4 hal yang mendasar dari manajemen. Yaitu, perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaaan dan pengawasan. Ada juga pandangan lain, tapi untuk kasus ini, aku berpegang pada keempat fungsi di atas.

Kembali kepada kritik sang mantan. Dia menyarankan, sang Menteri untuk, kukutip, "Duduklah diktr Anda, identifikasi problem,distribusikan wewenang n risiko ke anak buah. Pecat jk tak kompeten." Ditambah dengan ungkapan terharunya, di awal. 

Sepintas, usulan yang positif. Bagaimana jika dikuliti satu per satu? Jika dipadankan dengan keempat fungsi manajemen di atas, maka, menurutku: dua pertama bisa dimasukkan ke dalam perencanaan.

Poin ketiga masuk dalam pengorganisasian dan pelaksanaan. Sedangkan "Pecat jk tak kompeten" termasuk dalam pengawasan. Pas sudah dengan teori. Terkesan mudah!

Pertanyaannya, bagaimana "realisasi di lapangan" arahan sang Manejer atau Menteri? Bagaimana dengan budaya kerja yang diwarisinya? Berikutnya, bukankah sejatinya, Menteri juga seorang pemimpin? Dan beberapa pertanyaan lainnya, yang layak diajukan.

Sang Menteri, langsung berhadapan dengan situasi unik, jika tidak mau disebut pelik, begitu selesai dilantik. Singkirkan untuk sementara keunikan kerja caranya. Mari fokus pada salah satu tugas utama di masa pandemi ini. Kita semua tahu, dan cukup dikejutkan apa yang terjadi dengan bantuan sosial, yang menjadi tugas kementerian itu, bukan? Dengan situasi pelik, selayaknya, aku pikir, lupakan dulu teori. Langsung ke praktek, atau, "terjun ke lapangan".

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline