Lihat ke Halaman Asli

S A Hadi

Sholikhul A Hadi

Seludang Nakula

Diperbarui: 6 Januari 2019   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok.pribadi

Seludang Bougenville yang gugur di tepi halaman sekolah, tampak seperti huruf U dengan warna merah muda dan latar hijau yang ditimbulkan oleh daun rumput jepang. Bougenville yang ditanam di tepi halaman itu, dapat berbunga sepanjang tahun dan berdaun lebat. Begitu juga dengan rumput jepang yang walaupun kemarau masih tampak segar. Nampaknya, keduanya dirawat dengan baik oleh tukang kebun sekolah. Tetapi satu hal yang aku perhatikan saat pertama kali aku masuk ke pintu gerbang sekolah, Seludang Bougenville yang masih menempel pada bunganya. Fungsinya yang hanya sebagai pelindung dari putik bunga mampu menyajikan kesan keindahan yang memukau mata.

Aku saat itu mengenakan atasan putih dan bawahan hitam dan Keplek nama yang terbuat dari kardus dengan rambut dikepang dua berdiri di balik pagar besi menunggu giliran kelompokku memasuki halaman sekolah. 

Aku menerawang jauh ke dalam halaman dan melihat dua orang senior dengan pakaian putih abu-abu berdiri di bawah Beugenvil. Keduanya saling bertukar senyum sambil menggerakkan ranting yang menjulur di atas kepalanya. Terkadang yang laki-laki memetik bunganya dan melemparkannya ke muka yang perempuan dan saat bunga itu mengenai kening si perempuan mereka saling tertawa bersama.

Aku bahagia saat itu, karena untuk pertama kalinya aku diterima sekolah terbaik di kota kita dan satu sekolah dengan Kakakku Saka. Aku sendiri tidak ingin seperti Saka yang saat itu menempuh tahun terakhir sekolahnya, karena mengambil jalur percepatan. Aku akan menikmati masa SMAku dan merangkai cinta sebagaimana sinetron cinta kasih di sekolah. Aku membayangkan dapat bercengkrama dengan kekasihku nanti di dekat tanaman Bougenville yang selalu berbunga sepanjang tahun. Tentu itu merupakan pengalaman yang sangat indah.

Aku berdiri di baris nomer dua dari depan tepat di hadapan Rasyid, pemimpin apel pagi itu. Selanjutnya aku mengenal Rasyid sebagai seorang ketua osis di masa-masa orentasi kelas. Mungkin saat itu Rasyid telah mengetahui latar belakangku, di tengah kesibukannya memperhatikan kelompok demi kelompok memasuki halaman dan merapikan barisnya, beberapa kali dia tertangkap basah mencuri pandang padaku. Pada mulanya dia cepat-cepat memalingkan muka saat ketahuan, tetapi setelah berulang berkali-kali dia tampak tersipu malu olehku. Seorang senior memang tidak boleh tampak lemah dihadapan junior baru dan menyukai seorang junior merupakan salah satu wujud kelemahan itu.

"Siaaapp Grak!" Perintahnya agar kami semua berada dalam posisi siap. Aku mencoba untuk mengikuti instruksinya. Namun aku melihat mata Rasyid memberikan hormat padamu yang berjalan melewati sisi kiri barisan kami dengan menundukkan kepalanya. Awalnya aku mengira yang datang seorang guru, tetapi setelah aku tengok ke samping, ternyata itu kamu. Akupun kaget mengetahui kamu ada di sekolah itu. Seorang remaja dengan reputasi buruk sepertimu tidak semestinya diterima sekolah ini. Aku saja butuh usaha keras agar dapat masuk, pikirku. Meskipun faktanya, pagi itu kamu melewati barisan kami dengan tenang, memberikan salam kepada teman-temanmu yang mengawasi kami dari bawah Bougenville.

"Hei, apa yang kamu perhatikan?" Bentak Rasyid sambil menudingkan tangannya padaku. Dia datang menghampiriku dan mendekatkan mulutnya ke telingaku sambil berbisik, " Kau mengenalnya?" Aku merasakan geli akibat napasnya yang menyentuh telingaku. Dengan sambil menahan tawa aku menggelengkan kepala. 

"Terus mengapa kamu memperhatikannya?" bentaknya keras. Aku merasakan suhu panas mengalir melalui darahku, memuncak hingga keujung kepalaku. Aku kehilangan suaraku dan tubuhku bergetar. Aku coba kembali mengambil kendali pada tubuhku dengan mekeyakinai  bahwa dia hanya ingin mempermalukanku atas kejadian sebelumnya.

" Ikut aku ke depan!" Dia kembali ke posisinya dan aku mengikutinya. " Lihat ini, temanmu!" perintahnya kepada seluruh peserta apel. " Baru saja masuk sekolah dia sudah berani melanggar peraturan. Siapa yang mengenalnya?" Tidak seorangpun yang berani mengaku telah mengenalku. " Kau sebelumnya sekolah di mana?" Tanyanya padaku. 

"SMP 2" Jawabku. "Ulangi! aku tidak mendengarnya." Dia membentakku. Tubuhku tersentak kaget oleh suara kerasnya. " SMP 2 Kak." Jawabku keras. " Bagi yang merasa lulusan SMP 2 silahkan angkat tangan dan maju kedepan." Sahut seorang senior perempuan yang berdiri di belakang barisan." Tetapi tidak satupun berani maju ke depan. " Jika tidak ada yang berani maju, aku akan memeriksa data kalian di TU sekolah dan yang terbukti lulusan SMP2 akan mendapatkan sanksi yang cukup berat." Sahut Rasyid lagi.

Semua temanku berbondong-bondong maju ke depan. Mereka berbaris di belakangku. Lebih dari seperempat peserta apel adalah teman sekolahku di SMP. Hal itu sangat wajar karena SMPku termasuk SMP Terbaik nomer tiga di Kota. "Kau, belum kenal dengan senior  yang tadi bukan?" Tanya pemimpin itu. Akupun mengangguk beberapa kali. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline