Lihat ke Halaman Asli

AYO WISATA

Diperbarui: 25 Juni 2015   03:54

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

KOTA SEJUTA BUNGA "MAGELANG"

MAGELANG, JUNE, 9TH 2012 Suatu pagi, ketika toko-toko masih sepi. padahal waktu sudah menunjukkan pukul 09.12 pagi. MAGELANG, ya kota kecil ini terasa amat "lambat." disudut-sudut kota jumawa orang-orang sedang menanti toko-toko membuka pintunya, dan disudut lain orang-orang tua sedang menjajakan bunga-bunga: mawar, melati, kamboja, dan beragam jenis lainnya--tidaklah berlebihan jika kota ini dijuluki kota sejuta bunga. selain karena "lambatnya" waktu berjalan.  ada fakta lain yang menurut penulis sangat merepresentasikan nilai-nilai keindonesiaan yang sudah dikenal seantero jagad. indonesia yang diikenal sebagai bangsa yang "BERSAHABAT." ya... disini,dikota ini penulis menemukannya. penulis menemukan pengalaman yang cukup unik, ketika "orang asing" (*baca : orang yang belum dikenal) menyapa penulis di sepanjang jalan. beragam panggilan yang penulis temukan; bos, mas, bro, den..! pembaurannya pun sangat terasa cukup hangat. orang-orang pendatang dan pribumi--tanpa ada jurang-- saling menyapa. "TOLERANSI" ya itulah satu kata yang ada dibenak penulis untuk mendeskripsikan dinamika kehidupan kota sejuta bunga MAGELANG. dari sekelumit cerita yang penulis alami di kota ini, setidaknya kita dapat belajar banyak hal dari kota sejuta bunga ini. pertama, jika ditilik dari segi budaya dan ekonominya. kota ini cenderung lamban dalam kegiatan ekonominya.  terbukti ketika waktu sudah menunjukkan pukul 09.12 toko-tokko atau mall belum dibuka. penulis membandingkan kota ini dengan kota metropolitan DKI Jakarta, dimana kota ini memulai aktivitasnya bahkan sejak subuh hari. mulai dari pukul 05.00 orang-orang sudah melakukan aktivitasnya. toko-toko sudah buka paling lambat pukul 08.00 pagi.penulis menyadari hipotesis ini terlalu lemah, karena fakta yang diberikan masih bersifat "personal experience" bukan "observation" namun pengalaman penulis cukup untuk membuat common view bagaimana dinamika kehidupan kota magelang ini. dan tentunya common view ini baik untuk diteliti lebih lanjut. kedua, menilik dari sisi humaniora, magelang adalah kota yang sangat cocok untuk dijadikan model "TOLERANSI." dan kota ini pula cocok dijadikan sebagai "the real indonesia." pengalaman yang penulis dapatkan, ketika orang-orang saling menyapa dengan hangat, dan toleransinya pun dapat dilihat dari bangunan yang terdapat di sekita alun-alun kota, terdapat masjid agung di satu sudut, dan disudut lain terdapat kelenteng dan bangunan keagamaan lainnya.. kota ini sangat cocok dijadikan sebagai kota wisata... the real indonesia.......

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline