Lihat ke Halaman Asli

Senjakala (Politik) Nasi Bungkus

Diperbarui: 25 Juni 2015   00:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Politik nasi bungkus memang gampang, bagi yang sedang punya stok banyak. Tinggal sediakan dana, sekian T sekian M. Dapat berapa nasi bungkus tuh. Ribuan atau jutaan. Perkara dana darimana, urusan kami, biar jadi misteri. Toh yang namanya KPK, Polisi, Kejaksaan, Pengadilan - sampai hari ini masih mlempem kalau berhadapan dengan jurus-jurus nasi bungkus.

Nasi bungkus bermacam-macam. Bisa saja isinya bukan nasi, tapi lembaran-lembaran kertas cetakan peruri. Tergantung buat siapa kali ya. Ada juga yang benar-benar nasi, buat makan siang manusia yang kelaparan jasmani dan rohani.

Nasi bungkus menyambangi lembaga-lembaga bersarung intelektual, bertugas mengelabuhi masyarakat. Ini lho kami orang pinter, pilkada itu akan fifty-fifty. A bisa menang lho. Lha kalau B yang menang? Saya tetap benar, toh saya meramal di fifty-fifty. Yang jelas si A atau si B menang, saya sudah untung dulu, kan dibayar di muka atau di bawah meja.

Nasi bungkus menyambangi orang-orang yang mengaku suci. Nah orang suci sudah mendukung, kalian umat ngikut saja. Tak tambah jatah nasi bungkus buat kalian. Berapa jatah nasi bungkus untuk orang suci, itu urusan kami.

Nasi bungkus menyambangi tempat ibadah, di bulan suci atau bulan biasa. Bukan demi ibadah, tetapi demi tanggal 20 nanti. Ini lho kami yang sudah membangun tempat ibadah, berterimakasihlah kepada kami, baru kepada Tuhan.

Nasi bungkus menyambangi RT RW. Hei kalian begundal. Tetaplah jadi begundal. Kalian adalah sendal kami. Tetaplah sedia kami injak, sebagai imbalannya, nih gua lempar nasi bungkus buat elo.

Nasi bungkus menyapa sekolah-sekolah. Bikin seminar. Kalian pintar berkat siapa? Berkat Tuhan, kata murid-murid. Bukan, berkat kami, nih gua lempar nasi bungkus buat elo.

Untunglah masyarakat sudah cerdas. Tahu persis nasi bungkus palsu itu hanya untuk hari ini, dan akan membawa sengsara sampai lima tahun lagi.

Sementara nasi bungkus yang asli tetap ada di warung-warung. Biar kami dipolitisasi, cuma lima tahun sekali ini. Besok besok, nasi bungkus kembali murni. Sepuluh ribu dan benar-benar bergizi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline