Lihat ke Halaman Asli

Ternyata Mereka Pelangi

Diperbarui: 26 Juni 2015   01:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku mengenal mereka sejak 8 tahun lalu ketika aku baru menginjak bangku sekolah menengah pertama, yach masa-masa sekolah yang bisa dibilang masa yang paling indah, ketika kita selalu ingin mencoba hal-hal baru, ketika kita selalu merasa tertantang dalam proses pencarian jati diri dan terutama sekali masa-masa itu adalah masa-masa mengenal yang namanya cinta monyet. Kini sudah tahun ketiga aku masuk dibangku perkuliahan, dan mereka masih menemaniku seperti biasa, yah mereka  memang teman-teman setia, sudah 8 tahun kami menjalani asam manis kehidupan meski terkadang pahit menghampiri. Dan sekarang dengan bangganya kuperkenalkan sahabat-sahabatku, pelangi yang mewarnai hari-hariku. Mereka adalah chantik hadrianti, rahyani, lavida, eby dan fany alias mhi-mhi, mereka pun memiliki tingkah laku dan keunikan masing-masing, ada yang manis, asam, asin, pahit pokoknya umami dech. Chantik yang secantik namanya, Yani si tomboy, Lavida si gadis sempurna, Eby si sosok paling dewasa menyerupai ibu dan Fany si penyabar dengan panggilan kesayanganku dengan sebutan mhi-mhi. Entah apa yang  menyebabkan  kami selalu bersama, mulai dari sekolah menengah pertama, sekolah menengah atas bahkan hingga di bangku perkuliahan. Bahkan sampai keluar guyonan dari bibirku, dengan entengnya aku mengatakan  bahwa aku bosan bersama mereka, aku ingin punya teman-teman baru dan  dunia baru. Mungkin takdir yang terlalu berbaik hati selalu mempersatukan kami,  meski tak selalu berjalan mulus, ada-ada saja hal sepele yang menimbulkan perpecahan. ********* Dan kini di tahun ketiga aku menginjak bangku perkuliahan, dan sebentar lagi aku akan meninggalkannya. Namun saat ini semua terasa lain karena aku tak lagi bersama mereka, tak ada lagi belajar bareng, kerja tugas bareng, nonton bareng bahkan tidur bareng. Aku tak pernah mengerti apa yang terjadi, hari ini aku duduk sendiri di mjea hijau itu, sesekali memperhatikan mahasiswa lain yang berlalu lalang, rasanya ingin menangis jika mengingat masa-masa bersama mereka, kini semua hanya akan menjadi cerita masa lalu. Aku banyak menemukan teman-teman baru, namun tak pernah kutemukan sahabat seperti mereka. Tapi aku tetap tak ingin berlarut-larut dalam kesedihan, aku selalu berpegang pada kata-kata yang kubaca dalam  sebuah buku yang menyatakan bahwa “ ketika suatu persahabatan berakhir, aku akan berduka tapi tidadak untuk selamanya” dan kini aku mengamalkan ta-kata itu, aku menangis ketika akhir-akhir ini aku menyadari mereka telah pergi, namun hidup tetap harus berjalan meski tanpa mereka. Aku miris jika mengingat kisah persahabatanku yang kandas begitu saja, rasa sakit yang kualami mengalahkan rasa  sakit ketika patah hati ataupun putus dengan pacar pertamaku. Lucu memang, sahabat-sahabatku pergi karena keegoisanku sendiri, aku iri  ketika sahabat-sahabatku meninggalkanku karena ada kesibukan dengan pacar baru mereka, aku iri ketika teman-temanku mendapat   bunga dan coklat di hari valentine sementara aku tidak, aku terlalu naif, ketakutanku akan kehilangan sahabatku menyebabkan sahabt-sahabatku benar-benar hilang. Aku lupa bahwa aku pernah cemburu pada pacar sahabatku, aku merasa ia merebut perhatian sahabatku, aku lupa bahwa temanku pernah meninggalkan pacarnya demi aku agar aku tak cemburu. Dan setelah aku mengenal sosok bernama Ubay aku benar-benar lupa segalanya, aku lupa bahwa aku pernah cemburu pada sahabat-sahabatku. Aku telah menjadi gila karena cinta, tak pernah ada waktu untuk sahabat-sahabtku lagi, aku ingin selalu berada disamping sosok bernama Ubay, tak ada lagi pesan sahabatku yang kudengar dengan baik, hanya kata-kata yng keluar dari bibir ubay yang terbaik. Hal terbodoh lainnya yang kulakukan  adalah aku iri pada sahabatku sendiri, aku iri ketika sahabatku mencapai kegemilangannya, aku iri ketika Chantik menjadi eksis di dunia tarinya, aku iri ketika Lavida memperoleh pujian dari dosen, aku iri ketika nilai mereka melebihi nilaiku. Mengapa begitu bodoh hal-hal  yang  kuirikan? Bukankah seharusnya aku bangga memiliki sahabat yang pintar menari? Bukankah seharusnya aku bangga memiliki sahabat yang pandai menarik perhatian dosen? Bukankah tidak salah jika nilai  mereka lebih tingi dari aku? Tuhan, aku benar-benar bodoh dan kini aku menangisi kebodohanku. ********* Aku berjalan menyusuri trotoar malam itu dengan kegalauan, aku menangisi diri. Kemarin aku masih ditemani Ubay kemanapun aku pergi, kini bahkan dia pun tak lagi disisiku. Aku sendiri, aku kesepian. Rasanya ingin kuteriakkan semuanya di pantai, aku ingin menangis, tapi bukan kehilangan Ubay yang membuatku paling menangis, melainkan kehilangan sahabat-sahabatku. Aku kehilangan sahabatku karena aku lebih memlih Ubay daripada sahabat-sahabatku, dan kini orang yang kupilih juga ikut meninggalkanku. Tuhan, betapa bodohnya aku. Hari ini ulang tahunku, tak ada telepon berdering ataupun pesan masuk, padahal hal yang paling kutunggu sejak jam 12 tadi malam adalah ucapan ulang tahun dari mereka. Sudah 3 bulan aku hidup terlunta-lunta sendiri, kuliahku mulai berantakan, tugas-tugasku banyak yang tertinggal dan skripsiku terbengkalai. Memang, semenjak mengalami patah hati setelah ditinggal Ubay aku menjadi semakin berantakan ditambah lagi ketika sahabat-sahabatku ikut pergi meningglakanku. ********* Perlahan-lahan kucoba membuka mata yang terasa berat, luka akibat kecelakaan itu masih terasa, jahitan di dagu dan sebagian gigi depan yang hilang. Tak sadar air mata mengalir dengan sendirinya, dan air mata itu mengalir bersama darah yang keluar dari telinga. Kecelakaan ini benar-benar merubah bentuk fisikku. Kukumpulkan tenaga untuk memanggil nama Ibu, namun apa yang kulihat membuatku seperti sembuh dari sakit seketika. Sosok yang keluar dari balik pintu itu bukan sosok ibu melainkan mereka, mereka sahabat-sahabatku yang kurindukan selama ini. Air mataku mengalir semakin deras menerima pelukan hangat dari sahabat-sahabatku, “ Selamat ulang tahun sayang.” Hanya itu yang keluar dari mulut mereka sebelum kami melanjutkan pelukan yang berakhir setelah aku batuk karena hampir kehabisan nafas saking eratnya pelukan mereka. Ingin rasanya kutersenyum, namun jahitan didaguku membuatku kaku, kupandangi wajah sahabat-sahabatku satu persatu. Aku merasa menemukan mereka kembali, menemukan permata yang hilang. Hari ini aku masuk kuliah lagi, setelah seminggu berbaring di rumah sakit. Kutatap cermin lekat-lekat, kupandangi wajahku ynag tak seperti dulu lagi. Sedikit rasa minder untuk menemui orang lain muncul ketika kupandangi wajahku, aku tak secantik dulu lagi akibat kecelakaan itu.“Mengapa  belum berangakat juga?” pertanyaan ibu menyentakkan lamunanku, segera kupasang jilbabku kemudian berangkat menuju kampus kembali. Kunikmati perjalananku menuju kampus hari ini, aku seperti menjadi mahasiswi baru karena hari ini aku ke kampus dengan keadaanku yang terbaru. Di gerbang kampus sahabat-sahabatku telah dengan setia menungguku, memang semenjak mereka datang setelah kecelakaan itu kami menjadi akrab kembali. Dengan sepenuh hati mereka mencoba membangun rasa percaya diriu kembali, mereka menyemangatiku untuk tidak merasa berbeda. Satu persatu kehidupanku mulai mereka bantu untuk perbaiki, nilai-nilaiku yang menurun, tugas-tugasku yang terbengkalai dan skripsi yang harus segera kuselesaikan, bahkan patah hati yang kualami setelah ditinggal Ubay pun mereka coba perbaiki meski mereka tahu bahwa hati ini takkan pernah menjadi utuh lagi. ********* Ibu menangis bahagia melihatku hari ini, aku duduk dideretan paling depan di bangku wisuda itu untuk mendapatkan gelar S.Pd ku dengan predikat cumlaude. Tak terasa aku telah menyelesaikan 4 tahun perjalanan kuliahku meski dengan banyak cobaan yang merintangi. Selesai acara segera kutemui sahabat-sahabatku, hari ini kami berenam telah menerima gelar S.Pd, sesuatu yang kami perjuangkan selama 4 tahun dengan banyak pengalaman baru. Terima kasih Tuhan, dihari wisudaku ini aku memeluk kelima sahabatku, aku merasa takkan pernah bisa bersua lagi ketika kami nanti telah memiliki kehidupan masing-masing. Hari ini aku mengeri arti sebuah persahabatan, bahwa segala sesuatu itu tak perlu diucapkan melainkan cukup untuk dirasakan. Seandainya kecelakan itu tak pernah terjadi, mungkin aku akan benar-benar kehilangan sahabatku, bahwa sesungguhnya bukan ucapan ulang tahun yang perlu melainkan bagaimana cara mereka menyayangiku dalam sepanjang tahun di hidup mereka. Kini aku mengerti bahwa mereka adalah pelangi, pelangi yang mewarnai hari-hariku, pelangi yang meskipun keindahannya hanya bisa kusadari ketika langit baru selesai menangis, karena terkadang aku lupa akan kasih sayang mereka, karena terkadang aku hanya merasa sahabat ititu ada ketika aku sedang menangis, ketika aku sang bersedih, benar-benar seperti pelangi yang hanya terlihat ketika langit berhenti menangis, karena aku lupa pada matahari yang selalu mencerahkan hari-hariku, aku lupa pada kebahagian yang selalu kudapatkan setiap hari. Dan kini sekalipun mereka pelangi, namun mereka tetap merupakan pohon yang telah memberikanku tempat bergantung sejak aku masih menjadi kepompong sampai sekarang aku telah menjadi kupu-kupu yang sempurna indahnya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline