Pagi yang cukup cerah, matahari berseri memancarkan sinarnya. Seperti biasa rutinitas sehari-hari sudah menanti. Semenjak jalan raya yang menuju ke arah kantorku itu diperbaiki, aku pergi ke kantor lebih awal dari biasanya. Macetnya jalan membuatku eneg dikarenakan sedang hamil muda. Peluh mulai membajiri tubuhku, kulirik jam tangan orang disebelahku, wah...sudah pukul 07.30 WIB sedangkan angkot yang kunaikin masih saja tak beranjak dari tempat semula. Setelah berpikir sejenak akhirnya aku memutuskan untuk berjalan kaki. Cukup jauh memang jalan yang kutempuh apalagi dengan keadaanku yang sedang hamil muda rasanya agak berat. Yang ada dipikiranku saat itu mungkin dengan berjalan kaki akan lebih cepat sampai dari pada harus duduk berdiam diri dalam angkot. Pelan-pelan kulangkahkan kakiku sambil sesekali menebarkan pandangan ke sekitar jalan yang penuh sesak dengan kendaraan bermotor. Agar lebih aman aku berjalan di atas trotoar, sedang asiknya melangkah tiba-tiba ada motor yang menyenggolku, agak lumayan kencang. Aku tersentak...sekilas kulihat motor yang menyenggolku itu dikendarai oleh seorang wanita. Tanpa meneleh sedikit pun apalagi untuk sekedar minta maaf sama sekali tak dilakukannya dan tanpa merasa bersalah dia melaju begitu saja. Aku hanya mengelus dada, aku tak menyangka hati perempuan itu begitu beku tak adakah terselip rasa bersalah menabrak seorang ibu hamil? Meskipun aku tak mengalami luka yang serius tapi perbuatannya sungguh tak baik. Trotoar yang kuanggap tempat yang aman untuk berjalan kaki ternyata anggapan itu sedikit salah, trotoar tak lagi digunakan khusus untuk pejalan kaki tapi kendaraan roda dua pun ikut berpartisipasi memakai trotoar. Dalam keadaan macet sepeeti ini aku tak bisa berkata apa-apa, setelah kendaraan roda dua silih berganti melewati trotoar akhirnya aku menyingkir berjalan kaki di pinggir trotoar, jalanan yang penuh tanah dan ditepi got. Uuuups....cukup melelahkan, setelah kemacetan terlewati aku naik angkot kembali karena untuk mencapai kantorku tak mungkin harus berjalan kaki, ntar aku bisa pingsan deh. Selama empat bulan ini aku memang tak pernah lagi naik Trans Jakarta karena memang aku agak malas untuk pergi keluar rumah. Tapi karena ada undangan akhirnya aku memutuskan untuk pergi. Dari Cengkareng menuju ke arah Balai Sarbini aku bersama teman-temanku naik taxi tapi pas pulangnya kami mencoba naik Trans Jakarta. Antrian menuju Kalideres cukup panjang dan saling berhimpitan. Aku coba bertahan sambil sesekali melemparkan candaan ke teman-temanku. Tiba saatnya bus-nya datang, petugas mengharuskan semua yang sudah mengantri harus masuk ke dalam, aku lihat semua tempat duduk sudah terisi. Aku berdiri, aku lihat di di depanku semua yang duduk adalah seorang laki-laki, semua masih muda dan fisik yang utuh alias tidak cacat. Dikaca biasanya ada simbol yang memberitahukan utmakan ibu hamil/wanita, manula dan penyandang cacat tapi rupanya mereka menghiraukan himbauan tersebut. Aku pun hanya bisa geleng-geleng kepala, dimanakah hati nurani kalian? Di depan mereka bediri ibu hamil dengan perut yang membuncit tapi tak sedikit pun tergerak untuk memberikan tempat duduknya untuk aku singgahi. Temanku yang gregetan dengan situasi tersebut langsung menyentil dengan nada-nada agak menyindir. Sekali...dua kali...tak jua ada yang bergeming, setelah temanku melemparkan celotehannya sambil mengelus perutku akhirnya ada juga yang berbaik hati memberikan tempat duduk kepadaku. Alhamdulillah.....ternyata dari segelintir orang didalam Trans Jakarta itu masih ada yang punya hati nurani.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H