Menjelang pesta demokrasi tahun 2024, para aktivis partai politik tampaknya tengah mempersiapkan beberapa upaya untuk memenangkan partainya di Pemilihan Umum tahun 2024 nanti. Baik dari segi teknis, rencana, kebijakan, maupun pembahasan baru yang menarik.
Ada banyak media yang berbicara tentang mengizinkan kampanye di lingkungan kampus. Perdebatan ini menjadi popular di media social setelah pernyataan dari Ketua KPU Hasyim ‘Asyari, mengklaim bahwa kampanye politik di kampus universitas atau di lingkungan universitas.
Pernyataan ini sontak menimbulkan perdebatan pro dan kontra dari masyarakat, akademisi, mahasiswa, DPR, beberapa perguruan tinggi. yang terbagi menjadi dua kubu, yaitu aktivis yang setuju kampanye politik bisa dilakukan di kampus dan yang tidak setuju kampanye dilakukan di lingkungan pendidikan.
Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia mengatakan kampanye di kampus boleh saja. karena kampus ada tempat dan cara menyampaikan ide politik Namun perlu diatur secara jelas koridor lapangan di lingkungan kampus.
Di sisi lain yang tidak setuju dengan kampanye di kampus yang dilakukan percaya bahwa kampus tidak boleh hanya digunakan sebagai tempat perjuangan politik praktis. Kampus yang sangat identik dengan kemerdekaan dewasa ini harus benar-benar bebas dari unsur politik sehingga lingkungan kampus yang seharusnya netral tidak berubah menjadi kubu dan bubar hanya karena kampanye politik diperbolehkan di lingkungan kampus.
Misalnya saja karena calon presiden, calon wakil presiden, pasangan calon dari partai, atau calon anggota parlemen dari kampus itu, dan itu bisa membuat institusi menjadi netral. Belakangan, malah dipolitisasi, menggunakan nama kampus untuk menarik pendukung publik.
Menyambut pemilu dua tahun lagi membutuhkan persiapan yang lebih matang. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat pada pemilu 2022 untuk menghasilkan pemimpin yang berkualitas.
Salah satunya adalah penekanan pada kampanye pasif sebagai perwujudan prinsip demokrasi. Sosialisasi kampanye secara massal dinilai sangat diperlukan untuk mencari calon pemimpin yang ideal. Termasuk bentuk sosialisasi ini yang masih dianggap tabu, karena dari sisi sejarah, Menteri Pendidikan Daoed Joesoef mengeluarkan kebijakan normalisasi pada masa Orde Baru dan melarang kampanye di lingkungan kampus dan kampanye politik di kampus hingga sekarang. lingkungan kampus. lingkungan kampus masih bersih dari hal-hal yang berbau politik.
Debat kampanye sebenarnya sudah dimediasi di lingkungan pendidikan sejak era reformasi, namun wacana tersebut menghilang dan tidak lagi dibicarakan. Seiring berjalannya waktu, ide itu muncul kembali, kampanye kampus yang dianggap sangat penting sebagaimana dijelaskan dalam Pasal 26(1) Pemilu seyogyanya menjadikan kampanye pemilu sebagai bagian dari pendidikan politik masyarakat.
Dengan cara ini, kampanye harus meningkatkan pengetahuan warga dan memperkuat kekuatan politik mereka. Di dalamnya, ayat yang sama dipenuhi secara bertanggung jawab sesuai kampanye, yang berarti terkait dengan standar saat ini. Namun kampanye politik di kampus adalah hal yang tepat untuk dilakukan, karena mahasiswa, dosen, dan peneliti lainnya adalah penentu masa depan, serta bagian dari masyarakat luas.
Tidak ada salahnya jika ingin berkampanye di kampus karena pasti akan berdampak baik kedepannya. Pelatihan sikap kritis dan kampanye kepala negara juga berkualitas tinggi, karena lingkungan akademik juga terlibat.