Lihat ke Halaman Asli

Perang Tagar, Siapa yang Salah?

Diperbarui: 4 Mei 2018   02:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

https://www.google.co.id/search?q=perang+tagar%3F&source=lnms&tbm=isch&sa=X&ved=0ahUKEwjI8aePkOnaAhWLRY8KHcMACZUQ_AUICigB&biw=1366&bih=637#imgrc=Yl86wmkwQjZymM:

29 April 2018 di bundaran Hotel Indonesia pada momen Car Free Day terjadi sebuah peristiwa 'konyol' yang sangat mengiris hati kita sebagai masyarakat yang menjunjung tinggi BHINEKA TUNGGAL IKA. Momen CFD tersebut dirusak akibat pemikiran 'Sumbu Pendek' para oknum yang mudah terpicu oleh hal hal yang kecil dan spele. Entah apa yang ada dikepala para oknum tersebut sehingga menyebabkan tangisnya seorang anak kecil akibat persekusi yang dialami dia dan ibunya. Anak kecil tersebut tidak seharusnya menangis di acara CFD yang menyenangkan tersebut.

Lalau bagaimana?

Bukan membela atau berpihak kepada siapapun, karena tidak ada orang yang salah pada peristiwa tersebut, melainkan yang salah itu ialah cara berpikir mereka yang kekanak kanakan.

Mengapa seperti itu?

Coba lihat anak anak ketika sedang bermain, hal hal kecil seperti ejek mengejek dan ganggu mengganggu bisa membuat mereka berkelahi satu sama lain. Tidak jauh berbeda dengan tingkah laku beberapa orang dewasa pada acara CFD kemarin.

Dewasa ini, kita sangat mudah di provokasi oleh hal hal kecil dan sepele seperti itu, itu hanyalah kaos yang bertuliskan #2019GantiPresiden dan #DiaSibukKerja, tapi mengapa bisa mengacaukan tali persaudaraan kita sebagai orang Indonesia?? Dulu kita pernah diprovokasi dengan politik adu domba atau bahasa gaulnya 'Devide et impera' dan itu bukanlah karena sebuah atribut maupun kaos yang bertuliskan tagar (Hashtag) yang belum diketahui kebenarannya. Tapi, dengan melihat dinamika yang terjadi kemarin membuat saya berpikir bahwa sekarang ini kita semakin mudah diprovokasi oleh hal hal yang kecil dan spele. Banyak yang belum menyadari hal tersebut sebagai hikmah yang dapat kita ambil dari peristiwa CFD di bundaran HI kemarin.

Lalu siapa yang harus bertanggung jawab?

Ini harus dibedakan dengan siapa yang salah dan siapa yang harus bertanggung jawab. Jika tadi yang salah adalah cara berpikir dari oknum oknum tersebut, maka sekarang yang harus bertanggung jawab adalah MEDIA.

Mengapa demikian?

Kita lihat sekarang ini, banyak media yang menggembar gemborkan hashtags ini sebelumnya dengan ditambahkan bumbu bumbu yang dapat memicu orang awam untuk berspekulasi. Tidak tahu spekulasi apa yang terdapat pada setiap orang yang melihat berita berita tersebut dan tidak peduli spekulasi apa yang akan ditimbulkan di masyarakat, namun media tetap berlomba lomba untuk memberitakan hal tersebut. 

Dengan hitungan detik saja, pemberitaan di media sudah dibaca oleh ribuan orang atau bahkan jutaan orang, mulai dari anak anak hingga dewasa. Ditambah lagi, ketika seseorang telah membaca berita tersebut, ada kemungkinan dia akan memberitahukannya kepada orang lain sebagai bahan pembicaraan, semakin cepat dan luasnya berita tersebut beredar di masyarakat. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline