Lihat ke Halaman Asli

Petaka Pengangguran dan Duri Memulai Berwiraswasta

Diperbarui: 26 Juni 2015   05:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ekonomi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Caruizp

The only way to know your capability is by going to impossibility—Satu-satunya cara untuk mengetahui kemampuan anda adalah dengan melakukan sesuatu yang [kelihatan seolah-olah] tidak mungkin mampu anda lakukan”.

Hari ini anak SMA/sederajat sedang menunggu proses lulus dari bangku sekolah, di depan mata mereka terbentang pilihan apakah melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi atau masuk dalam bursa kerja atau ikut terseret jadi pengangguran. Salah satu fenomena yang memprihatinkan kondisi bangsa ini adalah pengangguran. Tidak seimbangnya jumlah lapangan kerja yang tersedia dan jumlah pencari kerja menjadi salah satu penyebab utamapengangguran dan di sisi lain juga kompetensi pencari kerja tidak sesuai dengan pasar dan kurang efektifnya informasi pasar kerja menambahpelik masalah penganguran.

Sekitar kurang dari 10 juta penganggur terbuka (open unemployed) dan 31 juta setengah penggangur (underemployed) bukanlah persoalan kecil yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini dan ke depan. Sepuluh juta penganggur terbuka berarti sekitar separo dari penduduk Malaysia.

Penganggur itu berpotensi menimbulkan kerawanan berbagai kriminal dan gejolak sosial, politik dan kemiskinan. Selain itu, pengangguran juga merupakan pemborosan yang luar biasa. Setiap orang harus mengkonsumsi beras, gula, minyak, pakaian, energi listrik, sepatu, jasa dan sebagainya setiap hari, tapi mereka tidak mempunyai penghasilan. Bisa kita bayangkan berapa ton beras dan kebutuhan lainnya harus disubsidi setiap harinya demi mencegah gejolak sosial apabila harga naik.

Karena pengangguran pula martabat bangsa ini tercoreng dan dipandang remeh karena banyak warga Indonesia menjadi ( TKI ) Tenaga Kerja Indonesia di luar negeri sementara TKI tidak sedikit mendapatkan perlakuan bagai binatang oleh majikan mereka dan hampir tiap tahun ada kasus TKI yang meninggal, namun disisi lain pemerintah mendapatkan pemasukan devisa yang besar dari TKI.

Mental Pekerja

Dimana Anda bekerja? Pertanyaan inilah yang paling populer dilontarkan ketika bertemu dengan seseorang yang baru kita kenal atau berjumpa kembali dengan kawan lama sementara kalau bicara masalah pekerjaan. Jarang sekali pertanyaan itu berbunyi, misalnya, ‘Apa usaha Anda?’ atau ‘Apa profesi Anda?’.

Kalau begitu apa yang salah dengan pertanyaan ‘Dimana Anda bekerja?’?
Tidak ada yang salah. Hanya saja hal tersebut menunjukkan masih lekatnya pandangan masyarakat yang masih men-dewa-kan bahwa bekerja sebagai karyawan swasta atau PNS lebih terhormat daripada berwiraswasta atau berbisnis.

Begitu istimewahnya pandangan menjadi karyawan atau PNS dalam masyarakat hingga oleh sebagian masyarakat tidak mau menerima calon menantu apabila belum berstatus PNS atau karyawan, ditambah lagi dengan pandangan bahwa profesi sebagai pengusaha atau wiraswasta hanyalah bagi orang-orang yang tidak sukses di dunia akademisi atau diterima di dunia karyawan dan pegawai, baik itu karena PHK dan tidak punya gelar atau ijazah.

Hal tersebut memang benar, tapi penyebab yang sebenarnya karena bergerak dalam bidang bisnis dan wiraswasta terlalu beresiko dan tidak menjamin keamanan. Masyarakat masih menganggap lebih aman dan lebih terjamin kalau bekerja sebagai orang gajian.

Berdasarkan data 2007 milik David McClellan bahwa jumlah pengusaha atau wiraswastawan di Indonesia jumlahnya masih sangat kecil sekali, dengan jumlah hanya 0,18 % dari 200 juta lebih penduduk Indonesia. Bandingkan dengan Amerika Serikat yang mencapai 11,5% atau Singapura 7,2%, Malaysia 2,1 %, Thailand 4,1 %, Korea Selatan 4 %, China dan Jepang 10 %,. Salah satu syarat majunya suatu negara minimal jumlah pengusahanya 2 % sehingga tidak heran kalau isu pengangguran dan kemiskinan di Indonesia masih sangat kental sekali karena bangsa kita masih jauh sekali dari mental dan pemikiran wirausaha.

Bangsa kita masih belum bisa mandiri untuk mengurus dirinya sendiri. Masih banyak bergantung pada keamanan kerja sebagai seorang karyawan. Atau lebih spesifiknya lagi, masih takut menghadapi resiko bisnis. Bukankah lebih aman dan menjamin dengan menunggu gaji bulanan saja? mungkin begitu pemikiran sebagian besar masyarakat kita.

Padahal resiko bukanlah sesuatu yang harus ditakuti. Resiko menjadi menakutkan hanya kalau kita tidak tahu dengan apa yang kita lakukan. Resiko bisa diminimalkan dengan cara melakukan riset/pengamatan terlebih dahulu sesuai bidang yang akan digarap. Dalam manajemen disebut dengan istilah manajemen resiko. Sehingga Duri dalam berbisnis hanya untuk orang yang tidak mengetahui apa yang mereka lakukan.

Memilih Berwiraswasta

Pilihan menjadi seorang pengusaha mengandung banyak risiko yang terkadang lebih besar dibandingkan orang yang hanya memilih karier sebagai karyawan. Tetapi hal tersebut merupakan trade off karena dalam ilmu ekonomi ada pepatah high risk high return (semakin besar risiko yang kita hadapi maka semakin besar imbalan yang dapat kita terima).

Memulai usaha sendiri cukupberisikotetapi menjalankan usaha sesuai dengan bidang keahlian sendiri, risiko itu menjadi relatif lebih kecil. Dengan pengetahuan dan pengalaman melakukan sesuatu bertahun-tahun, risiko terjadinya kesalahan menjadi kecil. meskinpun kesalahan yang mungkin terjadi namun bisa jadi diakibatkan karena salah kelola semata.

Islam menganjurkan kita berwiraswasta karena Nabi Muhammad SAW pernah bersabda bahwa “Hendaklah kalian berdagang karena berdagang merupakan sembilan dari sepuluh pintu rizki.Jadi tidak perlu ragu berlebihan akan gagal dalam berwiraswasta sehingga pilihan menjadi pengusaha untuk mendapatkan kesuksesan  financial harus benar-benar diyakini dan diperjuangkansebab banyak yang memiliki pilihan hidup, tapi tidak meyakini, apalagi memperjuangkannya. Ia hanya melihat hasil-hasil yang dicapai orang lain, tanpa berusaha melihat bagaimana memperjuangkannya. Ia hanya menjadi pemimpi dan tidak pernah ada aksinya. Dan akhirnya keinginannya menjadi pengusaha sekedar mimpi yang tidak pernah bisa terwujud.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline