Lihat ke Halaman Asli

Safrida Zahrin Khairina

Environmental Health

Ancaman di Balik Lahan Pertanian Hijau: Pestisida dan Risiko Stunting pada Anak

Diperbarui: 9 September 2024   21:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber foto : Safrida Zahrin Khairina

Di hamparan lahan pertanian hijau yang memanjakan mata, tersembunyi bagian lain yang kelam dan sering luput dari perhatian kita. Pestisida yang sangat diandalkan dalam aktivitas pertanian, nampaknya bisa menjadi racun yang perlahan-lahan memengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak sampai akhirnya mencapai tahap stunting. Apakah benar bahwa bahan kimia yang digunakan dalam aktivitas pertanian ini adalah salah satu penyebab meningkatnya kasus stunting di Indonesia?

Sisa pestisida yang terkumpul dan menumpuk secara terus-menerus akan mencemari tanah serta perairan sekitar. Selain itu, anak-anak yang tinggal di dekat lahan pertanian mungkin saja terpapar pestisida jika mereka bermain terlalu dekat dengan lahan pertanian serta dapat pula terpapar melalui udara yang membawa sisa-sisa pestisida. Tidak hanya anak-anak, ibu hamil dan menyusui pun dapat terpapar langsung oleh pestisida, apalagi yang bekerja di lahan pertanian.

Berdasarkan penelitian, pestisida yang masuk ke dalam tubuh wanita terutama ibu hamil dapat mengganggu hormon dan sistem reproduksi sehingga dapat menimbulkan dampak berupa kelahiran prematur pada janin yang dikandung, perkembangan janin yang tidak normal, serta berat badan bayi saat lahir rendah. Paparan pestisida jangka panjang pada anak-anak dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan anak. Studi yang dilakukan pada anak sekolah dasar di area pertanian Kabupaten Brebes, Jawa Tengah menunjukkan bahwa pestisida bisa menjadi penyebab terjadinya gangguan pada anak-anak yang tinggal di daerah pertanian. Stunting pada anak akan memengaruhi prestasi belajar dan dapat memengaruhi produktivitas anak hingga masa mendatang. Hal ini harus sangat diperhatikan karena berpengaruh pada kualitas sumber daya manusia Indonesia pada masa depan.

Hubungan antara paparan pestisida dengan kejadian stunting mengungkapkan sebuah fakta yang kerap kali terabaikan. Stunting memang seringkali dihubungkan dengan kekurangan gizi namun kita juga tidak boleh melupakan faktor lain yaitu faktor lingkungan seperti paparan pestisida ini. Penggunaan pestisida di area pertanian sebaiknya diawasi sehingga tidak berlebihan dan harus dilakukan pengelolaan dengan baik.

Mengurangi dampak negatif pestisida terhadap kesehatan terutama kesehatan anak untuk mencegah stunting memerlukan upaya dari berbagai pihak. Perlu adanya edukasi kepada petani tentang penggunaan pestisida yang aman dan memperketat pengawasan dalam penggunaan pestisida. Pemerintah harus mendorong riset untuk alternatif metode pertanian yang ramah lingkungan. Program pemantauan kesehatan juga harus terus dilakukan terutama kepada anak-anak yang terpapar pestisida untuk dapat mengurangi risiko stunting.

Hal yang seharusnya menyuburkan dan menghijaukan tanaman kita, nampaknya justru dapat merusak masa depan anak-anak bangsa. Setiap biji yang kita tanam bukan hanya tentang hasil panen kita, tetapi juga tentang kesehatan dan masa depan anak-anak bangsa. Jangan biarkan masa depan anak-anak terancam hanya karena keinginan akan keuntungan pada masa kini. Marilah kita menjaga lingkungan dan kesehatan mulai dari sekarang demi generasi emas Indonesia pada masa mendatang.

Sumber : 

Bradman, A., Quirs-Alcal, L., Castorina, R., Schall, R. A., Camacho, J., Holland, N. T., Barr, D. B., & Eskenazi, B. (2015). Effect of organic diet intervention on pesticide exposures in young children living in low-income urban and agricultural communities. Environmental Health Perspectives, 123(10), 1086--1093. https://doi.org/10.1289/ehp.1408660

Kartini, A., Subagio, H. W., Hadisaputro, S., Kartasurya, M. I., Suhartono, S., & Budiyono, B. (2019). Pesticide exposure and stunting among children in agricultural areas. International Journal of Occupational and Environmental Medicine, 10(1), 17--29. https://doi.org/10.15171/IJOEM.2019.1428

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline