Dr. Ira Alia Maerani; Safrida Septiana
Dosen FH Unissula; Mahasiswa Sastra Inggris, FBIK Unissula
Pada saat ini lesbian, gay, biseksual dan transgender (LGBT) menimbulkan rasa cemas pada masyarakat luas. Kekhawatiran masyarakat tentang perkembangan gerakan kaum LGBT bukan tanpa alasan, salah satunya apabila gerakan LGBT dibiarkan eksistensinya di Indonesia adalah legalisasi perkawinan sejenis. Sebuah gerakan tidak mungkin ada tanpa target dan tujuan akhir dari perjuangannya.
Pandangan masyarakat terhadap LGBT terjadi pro dan kontra. Bagi yang berpihak berpendapat bahwa LGBT adalah hak asasi manusia, tidak boleh didiskriminasikan oleh siapapun walaupun mereka kaum minoritas. Sedangkan yang kontra berpendapat bahwa LGBT merupakan penyakit dan gangguan seksualitas bisa disembuhkan, dan secara agama adalah haram. LGBT bukanlah hal yang baru atau fenomena yang baru muncul, namun sudah ada sejak dulu bahkan dimasa nabi Lut. Sering kita sebut kaum gay, lesbi dan homoseksual.
Di masa lalu kaum ini malu mengakui dirinya sebagai kaum homoseksual, karena takut dicap sebagai sampah masyarakat dan dikucilkan. Namun yang terjadi saat ini dunia telah mengakuinya, bahkan keberadaan mereka diperjuangkan supaya tidak didiskriminasi. Maraknya fenomena LGBT di Indonesia sangat terkait dengan tren negara-negara liberal yang memberikan pengakuan dan tempat bagi komunitas LGBT di masyarakat.
LGBT dianggap sebagai bagian lifestyle masyarakat modern yang menganggap pandangan heteroseksualitas sebagi konservatif dan tidak berlaku bagi semua orang.
Pertama, perspektif agama. Menurut Hukum Pidana Islam homoseksual termasuk dosa besar, karena bertentangan dengan norma agama, norma susila dan bertentangan pula dengan sunnatullah (God's Law / natural law) dan fitrah manusia (human nature). Bahkan pelaku homoseksual bisa mendapat hukuman yang berat sampai pada hukuman mati sebagaimana dijelaskan dalam hadis.
Kedua, perspektif HAM. Bagi kelompok yang pro LGBT mengklaim, hak asasi mereka untuk memilih LGBT. Hak Asasi Manusia (HAM) merupakan hak dasar yang secara kodrati melekat pada diri manusia, bersifat universal dan langgeng, dan tidak boleh diabaikan, dikurangi, atau dirampas oleh siapapun. Dalam Muqaddimah Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) dinyatakan bahwa hak-hak manusia perlu dilindungi dengan peraturan hukum, supaya orang tidak akan terpaksa memilih jalan pemberontakan sebagai usaha terakhir guna menentang kelaliman dan penjajahan.
Dalam sistem hukum di Indonesia, sebagaimana terdapat dalam UUD 1945 dinyatakan 'hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa, hak untuk kemerdekaan pikiran dan hati nurani, hak beragama, hak untuk tidak diperbudak, hak untuk diakui sebagai pribadi didepan hukum, dan hak untuk tidak dituntut atas segala dasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi msnudis ysng tidak dapat dikurangi dalam situasi apapun.' Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam DUHAM pasal 2, 7 dan 22. (Rustam, 2016)
Terdapat berbagai batasan mengenai HAM, Hendarmin Renadirekasa (dalam muladi 2005) memberikan definisi tentang HAM pada hakekatnya adalah seperangkat ketentuan atau aturan unutk melindungi warga negara dari kemungkinan penindasan, pemasungan dana tau pembatasan ruang gerak warga negara oleh negara, artinya ada pembatasan-pembtasan tertentu yang diberlakukan pada negara agar hak warga negara yang paling hakiki terlindungi dari kesewenang-wenangan masyarakat.
Pergeseran pandangan masyarakat dunia terhadap komunitas LGBT sangat dipengaruhi oleh pernyataan yang dikeluarkan oleh American Psychiatric Association sebagai lembaga yang dipandang kompeten untuk memberikan penilaian terhadap keberadaan komunitas LGBT. Tuntutan LGBT terhadsp pemenuhan hakasasi manusia tentunya harus disesuaikan dengan nilai-nilai dan aturan hukum yang berlaku di Indonesia.