Sejak Maret 2020 hingga kini Februari 2021, hampir genap setahun pandemi merongrong tanah air kita. Tercatat hingga hari ini terdapat 1,16 juta kasus dengan jumlah korban meninggal dunia mencapai 31 ribu orang.
Dampak pandemi tidak hanya di sektor kesehatan, namun ekonomi, pendidikan, dan pariwisata juga ikut terseret dalam pusaran wabah ini.
Jika pendapatan masyarakat menurun efek dari pandemi, maka setali dua uang daya beli masyarakat juga akan menurun.
Penurunan ini berdampak terhadap kondisi perusahaan. Bahkan banyak perusahaan yang mengurangi jumlah pengawainya demi menutup kerugian.
Setidaknya baru-baru ini saya membaca artikel penutupan salah satu gerai supermarket terbesar Indonesia di wilayah Depok. Alasannya ya bisa ditebak dan akhirnya makin bertambahlah pengangguran.
Sedangkan di bidang pendidikan tiap tahunnya tentu akan meluluskan anak didiknya. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), rata-rata Indonesia menghasilkan 350 ribu orang lulusan sarjana tiap tahunnya dan 9% dari penduduk Indonesia merupakan lulusan sarjana.
Tahun 2020 lalu, Indonesia menduduki peringkat kelima dunia penghasil sarjana terbanyak dibawah China, Amerika Serikat, India, dan Rusia. Wooow, kita memiliki pengangguran terdidik dengan jumlah yang cukup besar.
Bayangkan kini kondisi pandemi, banyak yang di PHK, ditambah fresh graduate. Seberapa banyak kira-kira angka pengangguran?
Merujuk data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2020 lalu, angka pengangguran di seluruh tingkat pendidilan mencapai 6,8 juta orang.
Persaingan antara pekerja berpengalaman namun terkena PHK dengan para fresh graduate semakin ketat. Mereka yang tidak berpengalaman akan langsung tersingkirkan dari awal yakni fase pemberkasan atau wawancara.