Pandemi COVID-19 ditetapkan sebagai pandemi global sejak 11 Maret 2020. Sejak saat itu pula, kasus positif COVID-19 semakin hari semakin meningkat. Keparahan gejala yang dirasakan oleh seseorang yang mengidap COVID-19 juga berbeda-beda tergantung beberapa faktor yang mempengaruhinya. Faktor yang dapat membuat gejala COVID-19 semakin parah dan bahkan menyebabkan kematian yaitu kebiasaan merokok.
Seperti yang telah diketahui, bahwa rokok mengandung tembakau, dimana tembakau tersebut mengandung nikotin yang dapat mengaktifkan reseptor ACE-2 (Angiotensin Converting Enzyme-2) yang terdapat pada saluran pernapasan manusia. Hal ini juga telah dibuktikan pada studi yang dilakukan oleh University of British Columbia yang menyatakan bahwa mantan perokok memiliki kadar ACE-2 yang lebih rendah jika dibandingkan dengan seseorang yang masih memiliki kebiasaan merokok.
Reseptor ACE-2 (Angiotensin Converting Enzyme-2) itu sendiri merupakan sebuah enzim yang berada pada permukaan luar sel beberapa organ yaitu paru, jantung, usus dan ginjal. Virus Corona ini akan menginfeksi tubuh manusia melalui reseptor ACE-2 tersebut, sehingga dapat dikatakan apabila seseorang memiliki kebiasaan merokok maka akan meningkatkan reseptor ACE-2 tersebut dan mempermudah seseorang tersebut untuk tertular COVID-19. Ditambah lagi, dimana tingginya kadar ACE-2 pada tubuh manusia juga dapat mengakibatkan Acute Lung Injury (ALI) dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS). Seseorang yang telah mengidap COVID-19 dan kedua gangguan tersebut, maka akan berisiko sangat tinggi untuk mengalami kematian.
Seseorang yang merokok dan mempunyai penyakit penyerta lebih rentan untuk terkena COVID-19 dan gejala yang akan dialami juga akan semakin parah. Hal ini terbukti pada suatu penelitian yang dilakukan di New England yang menyatakan bahwa perokok memiliki risiko gejala COVID-19 yang lebih berat sebesar 2,4 kali daripada seseorang yang tidak merokok. Perokok yang mengidap COVID-19 pun akan pula memiliki risiko penyakit pada pernafasan yang lebih berat, perlu untuk dilakukan perawatan pada ruang ICU, menggunakan ventilator, bahkan meningkatkan risiko kematian sebesar 14 kali lebih besar.
Meskipun sudah banyak penelitian yang menyatakan bahwa merokok saat pandemi COVID-19 dapat meningkatkan risiko kematian, namun masih saja banyak masyarakat yang tidak menghiraukan hal tersebut. Data riskesdas tahun 2018 menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia adalah sekitar 75 juta orang atau sekitar 33 persen dari jumlah penduduk Indonesia dan merupakan angka tertinggi ketiga di dunia. Adapun survey yang dilakukan pada pertengahan tahun 2020 oleh Komnas Pengendalian Tembakau mengenai perilaku merokok terhadap 612 responden. Ditemukan bahwa sebanyak 50,2 persen responden yang merupakan perokok aktif mengatakan bahwa jumlah konsumsi per batang rokok terhitung tidak menurun, bahkan meningkat hingga 15,2 persen selama masa pandemi.
Sementara itu, Studi Center for Economic and Development Studies Universitas Padjajaran menunjukkan bahwa konsumsi rokok terjadi peningkatan kasus keparahan pada pasien COVID-19, terjadi peningkatan jumlah perokok antara 0,67 hingga 4,75 %. Adapun tingkat kematian pada perokok lebih tinggi terjadi sebesar 0,62 hingga 3,86 %. Adanya peningkatan jumlah perokok dan tingginya risiko COVID-19 di kalangan perokok ini tentunya harus lebih diperhatikan bagi pemerintah maupun masyarakat pengguna rokok sehingga dapat dikendalikan.
Terdapat beberapa upaya yang telah dilakukan oleh beberapa pihak seperti WHO dan juga pemerintah demi mengurangi angka perokok selama pandemi. Sebagai contoh, WHO telah mendesak otoritas nasional untuk mengikuti rekomendasi dan komitmen mereka di bawah Konvensi Kerangka Kerja WHO tentang Pengendalian Tembakau, dalam konteks tanggapan mereka terhadap pandemi COVID-19.
Beberapa negara pun membuat kebijakan mengenai hal ini, seperti yang dilakukan oleh pemerintah India yang mulai mengurangi tingkat perokok dengan melarang penjualan serta penggunaan rokok elektronik di negara tersebut. Pemerintah Indonesia pun membuat beberapa intervensi dalam penanganan COVID-19 dengan strategi pengendalian tembakau. Tindakan yang dilakukan seperti promosi kesehatan agar dapat terhindar dari penyakit COVID-19 karena perilaku merokok dapat meningkatkan risiko seseorang tertular dan juga agar tidak terjadi memburuknya penyakit yang dialami. Namun, hal ini memerlukan adanya dukungan dari masyarakat dan juga individu itu sendiri
Oleh karena itu, mari kita menjaga perilaku kita dengan menjauhi kebiasaan merokok untuk melindungi diri kita serta orang terdekat kita!
Penulis: Daffaldo Suryoputra dan Safitri Mardiyana (Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia)