Lihat ke Halaman Asli

Safitri Ahmad

arsitek lansekap, urban planner, penulis

Pandemi dan Ruang yang Mengecil

Diperbarui: 6 Juli 2022   14:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Indonesia Lestari. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Sejak Maret, kita terpaksa berada di rumah karena pandemi Covid-19. Bagi yang sehat, mereka masih dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, ke pasar tradisional, ke warung, ke minimarket, dan ke bank yang berada di sekitar rumah. Bagi yang dicurigai terdampak virus, harus mengisolasi diri di rumah selama 14 Hari. Selama 14 hari mereka harus di rumah dan tidak boleh keluar. Semua kebutuhan sehari-hari termasuk makanan disediakan oleh tetangga, saudara, atau orang lain (food delivery).Bagi pasien Covid-19 yang sudah sembuh, mereka harus mengisolasi diri di rumah dan harus menggunakan ruang yang berbeda dengan anggota keluarga yang lain, misalnya ruang makan, kamar mandi, kamar tidur, dan ruang kerja.

Ruang yang kita gunakan untuk berkegiatan semakin mengecil dan dengan ruang yang terbatas itu segala kegiatan untuk hidup harus terpenuhi (terutama di perkotaan). Secara fisik tidak ada penambahan atau pengurangan ruang. Pergerakan menjadi terbatas dan frekuensi penggunaan ruang menjadi lebih tinggi.

Ruang terkotak-kotak berdasarkan teritori wilayah dan penyebaran Covid-19. Ruang saya ruang kamu. Ruang kita vs ruang mereka. RT kita vs RT mereka. Kampung kita vs kampung mereka. Kota saya vs kota kamu, sehingga pendatang yang berasal dari luar teritori dicurigai. Apalagi jika mereka berasal dari kota zona merah. Ada batasan yang terbentuk pada saat berpapasan dengan orang lain di ruang publik (bukan rumah). Jaga jarak. Ada batasan fisik dengan membuat pagar antarwilayah.

Re-Domestikasi

Sebuah webinar diselenggarakan oleh Yayasan Profesor Gunawan Tjahjono bertajuk Arsitektur Vernakular, Domestikasi, dan Pandemi, menghadirkan tiga orang pembicara yaitu Gunawan Tjahjono, Indah Widiastuti, dan Revianto Budi Santosa. Diungkapkan bahwa pandemi memaksa terjadinya proses re-domestikasi, dan apa hubungannya dengan arsitektur vernakular.

Jika dirunut ke belakang, maka pola domestikasi merupakan pola yang berulang. Awalnya manusia mendapat makanan dengan berburu di hutan dan membawanya ke selter atau tempat berlindung (menurut para ahli pada masa itu belum ada kata "rumah"). Kemudian peradaban berkembang dan mereka mendomestikasi hewan dan tumbuhan liar untuk kebutuhan pangan. Hewan dan tanaman dibudidayakan di sekitar permukiman.

Secara perlahan, proses domestikasi ini menyebabkan manusia berevolusi secara fisik (tubuh) dan secara sosial (mulai mudah bertoleransi, welas kasih, kerja sama, dan memiliki rasa malu). Semua itu agar dapat mencapai keseimbangan dalam hidup bersama.

Pertumbuhan kota dan transportasi ternyata mengembalikan manusia untuk untuk pergi jauh dari rumah untuk bekerja. Banyak di antara mereka yang bekerja di luar kota atau melakukan perjalanan komuter dari kantor ke tempat tinggal yang jaraknya cukup jauh.

Pandemi memaksa mereka menggunakan ruang yang ada di dalam rumah untuk bekerja dan melakukan berbagai kegiatan lain. Semua urusan yang dulu memaksa kita harus keluar rumah, sekarang harus diselesaikan di rumah dengan terhubung smartphone atau komputer. Tentu dampaknya banyak ruang atau infrastruktur kota yang tidak digunakan, ruang yang terlanjur disediakan, menjadi sia-sia.

Menurut kamus Webster, arsitektur adalah ilmu dan seni merancang dan membangun bangunan. Bangunan adalah susunan ruang yang mengakomodasi berbagai kegiatan. Ilmu dan seni tidak terlihat secara visual (tidak kasat mata), tapi karya arsitektur mempunyai wujud, sehingga kita dapat menikmati karya arsitektur dengan berbagai bentuk.

Asal kata vernakular berasal kata Latin vernae yang berarti budak. Ketika awal terbentuk kota (membangun kekuasaan) di Roma (Eropa), muncul manusia yang menguasai manusia lain karena faktor ekonomi. Ini melahirkan perbudakan yang berlangsung lama sampai akhirnya perbudakan dihapus secara resmi. Tetapi, ada "nilai" perbudakan yang tidak akan pernah terhapus dari masa ke masa terutama pada kelompok yang tertindas (secara ekonomi dan sosial).

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline