[caption id="attachment_310738" align="alignleft" width="124" caption="Sumber: Koleksi Pribadi"][/caption]
Tanah-tanah merah mulai kering
di bawah gedung-gedung emas penguasa
Angin bertiup menelan debu
Rakyat terlunta mencari nafkah
Si berdasi beroda empat berkeliling dunia
****
Isak-isak tangis berdentang seperti lonceng
membangunkan pagi hingga senja terlelap lagi
Suara-suara janji bernyanyi merekam telinga
meneriakkan alunan yang manis
menambah bising lebih dari polusi suara
****
Perempuan-perempuan senja di ujung desa
berjalan tertatih menyusuri bukit-bukit terjal
dengan aliran air yang menguras dalam tubuh
Untuk secanting beras mengisi lambung
dengan tulang-tulang yang hampir kering
dan kaki yang membiru ditelan tanah
****
Mereka yang berteriak untuk Keadilan
Mereka yang bernyanyi untukKebenaran
terus melambaikan tangan-tangan dengan tegap
Dengan debu-debu yang mengusam di ujung jari
di bawah terik yang menyengat menusuk hati
****
Mereka yang tiba-tiba menjadi buta
melihat kekerasan merajalela
Mereka yang tiba-tiba menjadi tuli
melihat diskriminasi menguasai
Mereka yang tiba-tiba menjadi lumpuh
ketika penguasa merampas uang negara
****
Mereka yang tiba-tiba menjadi buta, tuli dan lumpuh
menggrogoti tulang-tulang rakyat dengan ketidakadilan
menguburnya dengan kekuasaan
menancapkan nisan keadilan menjadi kuburan
kemudian hilang
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H