Budaya merupakan sistem nilai, keyakinan, kebiasaan, dan praktik-praktik yang dilakukan oleh sekelompok manusia di daerah tertentu. Biasanya budaya mencakup aspek kehidupan manusia, termasuk seni, musik, bahasa, agama, pakaian, makanan, dan cara berinteraksi sosial. Kota Semarang merupakan salah satu kota besar di Indonesia yang memiliki keanekaragaman budaya. Budaya tersebut muncul karena faktor lingkungan, agama, maupun gaya hidup masyarakat Kota Semarang secara turun-temurun. Sehingga keberagaman budaya di Kota Semarang semakin kaya dan beragam jenisnya. Kota Semarang memiliki pengaruh yang cukup kuat terhadap keberagaman budaya. Hal tersebut dapat dilihat dari masyarakat penduduk Kota Semarang yang memiliki keberagaman ras, seperti Tionghoa, Arab, Belanda, dan Jawa. Hal tersebut sangat mempengaruhi aliran kebudayaan seiiring berjalannya waktu, yang membawa Kota Semarang memiliki ciri khas budaya yang unik.
Kebudayaan Tionghoa di Kota Semarang masih dapat ditemukan di kawasan Pecinan. Kawasan tersebut merupakan pusat ekonomi dan budaya Tionghoa yang masih berdiri di Kota Semarang. disisi lain kebudayaan Arab di Kota Semarang dapat dilihat di sekitar wilayah Kauman. Kauman juga merupakan pusat perekonomian dan perdagangan, namun di wilayah kauman ini terdapat tempat ibadah yang cukup terkenal di Korta Semarang, yaitu Masjid Kauman. Hal tersebut sangat menggambarkan kebudaayaan Arab
Dengan adanya keanekaragman budaya tersebut, masyarakat Kota Semarang memiliki budaya tradisi lokal yang unik. Salah satunya adalah tradisi Dugderan. Tradi Dugderan merupakan tradisi rutin masyarakat Kota Semarang yang dilaksanakan dengan tujuan menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Nama "Dugderan" berasal dari kata "dug" dan "der." Kata "Dug" merupakan artis suara bedug yang ditabuh atau dipukul, sedangkan kata "Der" merupakan bunyi meriam kembang apai atau mercon yang ditembakkan guna memeriahkan suasana. Sehingga masyarakat Kota Semarang menyebut Tradis tersebut "Dugderan"
Masyarakat kota semarang melakukan Tradisi Dugderan sebagai wujud menunjukkan rasa syukur mereka terutama masyarakat Muslim di Kota Semarang karena masih diberi kesempatan dalam merasakan bulan suci Ramadhan. Disisi lain Tradisi Dugderan juga sebagai perantara dalam menyatukan dan mengumpulkan masyarakat Kota Semarang yang beragam dengan suasana suka cita untuk berbaur, bersatu, dan bertegur sapa. Sehingga terciptanya toleransi tanpa diskriminasi.
Dalam pelaksanaannya, Tradisi Dugderan memiliki maskot atau simbok yang ikonik, yaitu Warak Ngendog. Warak Ngendog merupakan unsur utama dari pelaksanaan Tradisi Dugderan. Warak ngendog merupakan perwujudan binatang imajinasi yang memiliki wujud gabungan dari berbagai jenis binatang. Warga Kota Semarang menganggap Warak Ngendog sebagai simbol persatuan keberagaman etnis di Kota Semarang seperti TiongHoa, Arab, dan Jawa.
Terlihat dari bentuknya, Warak Ngendog berasal dari perwujutan makhluk mitologi Naga di bagian kepala (Tionghoa). Tubuh yang menyerupai makhluk mitologi Buraq (Arab), dan kaki Wrak Ngendog menyerupai seekor kambing (Jawa). Warak Ngendog diarak oleh pemuda-pemuda berkeliling kota. Dekorasi Warak Ngendog memiliki ciri khas menggunakan warna yang sangat mencolok atau warna-warni. Sehingga memperjelas penggambaran suasana hati masyarakat yang suka cita, serta menambah memeriahkan Tradisi Dugderan.
Jika dilihat dari sudut pandang filosofi, Tradis Dugderan merupakan perwujudan dari pedoman hidup masyarakat Kota Semarang pada zaman dahulu. Hal tersebut terlihat dari perwujudan Wrak Ngendog yang mencerminkan nilai-nilai luhur, salah satunya adalah nilai persatuan dan kesatuan. Karena akulturasi budaya di Kota Semarang mendorong masyarakat setempat untuk bersatu dan bersikap toleransi tanpa membeda-bedakan ras ataupun etnis tertentu. Sehingga Tradisi Dugderan juga menggambarkan citra warga Kota Semarang yang bersyukur, terbuka, lurus, dan apa adanya. Dengan demikian, terpupuknya rasa kebersamaan dalam kehidupan bermasyarakat di Kota Semarang.
Banyaknya nilai-nilai yang dapat diambil pada Tradisi Dugderan. Menjadikan masyarakat Kota Semarang menjunjung tinggi Tradi Dugderan ini. Hadirnya Pasar Dugderan menambah daya tarik dan minat warga terhadap tradisi ini, terutama kaum muda. Pasar Dugderan juga didukung oleh pemerintah dengan mendapatkan ijin buka selama satu minggu penuh mulai siang hingga malam hari. Pasar Dugderan berpusat di Pasar Johar, lebih tepatnya di sekitar Masjid Besar Kauman.
Puncak Tradisi Dugderan di Kota Semarang adalah tahun 2023 ini, karena sebelumnya terdapat pandemi Covid-19 yang cukup menghambat pelaksanaan Tradisi Dugderan. pasar Dugderan di tahun sebelumnya tutup selama 3 tahun. Namun pada tahun 2023 Pasar Dugderan kembali hadir dan menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh warga Kota Semarang terutama anak muda. Hadirnya berbagai wahana seperti bianglala di Pasar Dugederan menambah daya tarik masyarakat Kota Semarang. masih terlihat beberapa pedagang yang masih menjual mainan boneka Warak Ngendog, walaupun eksistensinya sudah cukup pudar dikalangan anak-anak sekarang.
Dengan demikian, Tradisi Dugderan di Kota Semarang terus dilestarikan dan dijunjung tinggi oleh masyarakat, sebab terdapat nilai historis, kultural dan religius. Dugderan juga sebagai wujud rasa syukur serta mempererat tali persaudaraan. Karena tradisi tersebut menjadikan ajang berkumpulnya masyarakat Kota Semarang dari berbagai latar belakang budaya yang beragam. Sehingga Tradisi Dugeran menjadi identitas budaya Kota Semarang yang memiliki ciri khas dan keunikannya tersendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H