Menurut Rivai dan Anugrah (2011), pembangunan pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) merupakan bagian dari implementasi pembangunan berkelanjutan (sustainable development) yang menjadi komitmen dari seluruh negara dunia untuk melaksanakannya dengan memikirkan kebutuhan hidup generasi mendatang. Pembangunan pertanian berkelanjutan telah menjadi agenda penting mengingat peranan strategis yang dimiliki sektor pertanian yakni menjadi sumber penyediaan kebutuhan pangan nasional dan global, membantu meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara, penyediaan bahan baku industri, pakan, dan bioenergi serta sektor penyerap tenaga kerja yang cukup tinggi. Menurut Iskandar (2020), Sustainable Development Goals (SDGs) merupakan rencana aksi global sebagai paradigma pembangunan yang membantu dalam mewujudkan kesejahteraan manusia melalui peningkatan kualitas hidup dari aspek sosial, ekonomi, dan lingkungan. Berdasarkan hal tersebut maka pembangunan pertanian berkelanjutan berorientasi pada tiga dimensi keberlanjutan, yaitu keberlanjutan usaha ekonomi (profit), keberlanjutan kehidupan sosial manusia (people), dan keberlanjutan ekologi alam (planet).
Implementasi pembangunan berkelanjutan di berbagai negara termasuk Indonesia ternyata masih harus menghadapi berbagai permasalahan yang disebabkan oleh ego sektoral. Selain itu di Indonesia juga sering dijumpai banyak permasalahan yang berkaitan dengan kerusakan lingkungan dan degradasi sumber daya alam. Praktik pertanian berkelanjutan masih jarang dilakukan karena masyarakat di Indonesia sebagian besar menerapkan pertanian konvensional yang tidak mengikuti prinsip pembangungan berkelanjutan. Praktik pertanian konvensional memang dianggap lebih membantu dalam mengatasi persoalan ketahanan pangan nasional namun, praktik yang tidak didasari pada prinsip pembangunan berkelanjutan justru akan menjadi bumerang di kemudian hari. Selama ini masyarakat yang menerapkan pertanian konvensial mengalami ketergantungan pada masukan produksi termasuk penggunaan berbagai jenis agrokimia (pupuk dan pestisida) yang dapat merusak kelestarian lingkungan. Perihal tersebut dikarenakan praktik pertanian konvensional di Indonesia dilandasi oleh pendekatan industrial yang berorientasi pada agribisnis skala besar. Pembangunan perkebunan dan pertambangan di Indonesia pun juga masih banyak melakukan kegiatan eksploitasi sumber daya alam yang tentunya melebihi kapasitas daya dukung ekologis.
Padahal pembangunan pertanian berkelanjutan bertumpu pada tiga dimensi keberlanjutan yakni dari dimensi ekonomi maka harus menggunakan sumber daya serta investasi secara efisien, dari dimensi sosial dapat mewujudkan kehidupan sosial yang harmonis, dan dari dimensi lingkungan dapat mempertahankan integritas ekosistem yang mencakup sistem kehidupan biologis dan materi alam. Seluruh dimensi tersebut saling mendukung keberhasilan satu sama lain, sehingga perlu dipertimbangkan secara berimbang. Terdapat berbagai upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah Indonesia dalam mewujudkan pembangunan pertanian berkelanjutan diantaranya yaitu pelaksanaan Sekolah Lapangan Tanaman Terpadu (SLPTT), program Penanganan Lahan Kritis & Sumber Daya Air Berbasis Masyarakat (PLKSDA-BM), proyek SIMURP yang salah satunya adalah pertanian cerdas iklim untuk mengurangi emisi Gas Rumah Kaca (GRK) sekaligus penerapan pertanian berkelanjutan, dan lain-lain. Keberhasilan pembangunan pertanian berkelanjutan di Indonesia telah menjadi tanggung jawab bersama, sehingga dibutuhkan sinergitas antara pemerintah dan seluruh lapisan masyarakat tanpa terkecuali.
REFERENSI:
Iskandar, A. H. 2020. SDGs Desa Percepatan Pencapaian Tujuan Pembangunan Nasional Berkelanjutan. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia.
Rivai, R. S., dan I. S. Anugrah. 2011. Konsep dan Implementasi Pembangunan Pertanian Berkelanjutan di Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonom. 29 (1): 13-25.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H