Oleh:
Safira Ulayya
Mahasiswa Prodi Akuntansi, Fakultas Ekonomi dan Bisnis,
Universitas Muhammadiyah Malang
Dunia bisnis yang tumbuh dengan pesat menjadi tantangan maupun ancaman bagi para pelaku bisnis agar dapat memenangkkan persaingan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaannya. Setiap pelaku bisnis harus memiliki tingkat kepekaan terhadap setiap perubahan yang terjadi, serta mampu memenuhi dan menanggapi setiap tuntutan konsumen yang semakin beragam dan terus berubah.
Pelaku usaha harus dapat menghasilkan produk yang mampu memainkan emosi konsumen, dan melalui produk tersebut mampu meningkatkan dan menimbulkan experience konsumen. Etika bisnis memiliki hubungan yang erat dengan kepuasan konsumen. Etika bisnis memberikan suatu dorongan kepada konsumen untuk menjalin ikatan hubungan yang kuat dengan perusahaan.
Tujuan suatu bisnis adalah menciptakan konsumen merasa puas. Kualitas jasa yang unggul dan konsisten dapat menumbuhkan kepuasan konsumen dan akan memberikan berbagai manfaat. Kepuasan konsumen merupakan respons konsumen terhadap ketidaksesuaian antara tingkat kepentingan sebelumnya dan kinerja aktual yang dirasakan setelah pemakaian.
Faktor yang menentukan kepuasan konsumen adalah persepsi konsumen mengenai penerapan etika bisnis yang berfokus pada tiga dimensi etika bisnis, yaitu: Kejujuran, keadilan dan kebenaran.
Konsumen dalam memilih suatu produk atau jasa tidak hanya bergantung pada kualitas pelayanannya saja, tapi juga bergantung pada nilai yang dirasakan oleh konsumen, perusahaan harus menambahkan nilai yang dapat membuat konsumen mendapatkan apa yang mereka bayar atau lebih dari yang mereka harapkan, sehingga konsumen dapat bertahan.
Maka dari itu, seorang pelaku bisnis diharuskan untuk berperilaku dalam bisnis mereka sesuai dengan apa yang anjurkan Al-Qur'an dan As-sunnah. Pada batasaan ini beliau merangkum tata karma perilaku bisnis itu kedalam tiga garis besar, yaitu Murah hati, Motivasi untuk berbakti, dan ingat Allah dan prioritas utamanya.
Dalam menentukan kepuasan konsumsi bagi seorang muslim harus berorientasi dalam mengoptimalkan maslahah bukan memaksimalkan. Karena dalam rasionalitas Islam memagang prinsip lebih banyak tidak selalu lebih baik (the more isn't always the better). Maslahah akan terwujud ketika nilai berkah optimum dapat terpenuhi.