“Bumi cuma satu, disinilah rumahku juga rumahmu
Sebaris lirik dari lagu dengan judul Go Green! yang dibawakan boyband cilik Indonesia, Super7, 10 tahun yang lalu. Lagu ini sejalan dengan salah satu tujuan pembangunan berkelanjutan, yaitu menjaga ekosistem darat maupun laut. Secara garis besar lagu ini mengajak kita untuk mulai menaruh perhatian pada hal-hal kecil yang sejalan dengan upaya pelestarian bumi. Di lain sisi, lagu ini juga secara tersirat mengungkapkan rendahnya kesadaran masyarakat Indonesia dalam tingkat kepedulian terhadap bumi sebagai upaya pembangunan berkelanjutan. Lagu Go Green! dengan nuansa lagu anak-anak yang masih kental secara gamblang mengedukasi masyarakat Indonesia, tidak hanya anak-anak, untuk mulai peduli pada kebersihan lingkungan. Langkah-langkah mudah yang disampaikan dalam lagu tersebut membuktikan bahwa untuk memulai dan meningkatkan kepedulian ini, tidak perlu melakukan sebuah upaya yang besar seperti dengan membuang sampah pada tempatnya.
Menurut laman resmi SDGs Indonesia, pembangunan berkelanjutan dengan menjaga ekosistem daratan berarti melindungi, memulihkan, dan mendukung penggunaan yang berkelanjutan terhadap ekosistem daratan. Termasuk di dalamnya mencegah desertifikasi (penggurunan), mengelola hutan, memelihara keanekaragaman hayati, begitu juga dengan menghambat degradasi tanah. Di samping itu, menjaga ekosistem laut berarti mengkonservasi dan memanfaatkan sumber daya laut secara berkelanjutan. Sehingga dapat kita tarik kesimpulan bahwa pembangunan berkelanjutan dengan menjaga ekosistem berarti menjaga dan memanfaatkan ekosistem dengan melibatkan nilai keberlanjutan yang diharapkan dengan ini ekosistem dapat bertahan dan berguna untuk generasi selanjutnya.
Sudah sejak dulu isu tentang meningkatkan kepedulian terhadap lingkungan dikampanyekan oleh banyak pihak. Komunitas-komunitas pecinta alam pun sudah banyak bergerak dan eksis. Harapan-harapan mengenai timbulnya kesadaran akan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan, terselip ke dalam program-program ramah lingkungan komunitas yang secara masif disebar ke media massa. Namun, rasanya upaya persuasif tadi masih belum secara nyata menggerakan hati banyak orang untuk mulai peduli kepada bumi yang mereka pijaki.
Walaupun kampanye kepedulian terhadap lingkungan sudah lama di gembor-gemborkan, nyatanya kasus kerusakan alam tetap berulang kali terjadi. Salah satu yang paling sering terjadi dan masih terus diupayakan penyelesaiannya adalah penggunaan plastik yang kini menumpuk dan mencemari laut. Menurut data yang diungkap portal Kompaspedia, 80 persen sampah plastik yang mencemari laut masuk melalu arus sungai. 20 persen lagi merupakan sampah yang langsung dibuang ke laut. Didukung data lain dari portal Indonesia.go.id yang menyebutkan bahwa setiap tahunnya laut mendapatkan kiriman sampah plastik bekas konsumsi manusia sebanyak 70-80 persen dari darat. Jika diangka kan maka ada sekitar 480 ribu-1,29 juta ton sampah plastik yang masuk ke laut dari total 3,22 juta ton sampah.
Manusia mungkin mudah saja membiarkan pencemaran laut ini. Tapi tidak untuk biota laut yang hidup di dalamnya. Ratusan hewan laut sudah menjadi korban atas perilaku manusia yang abai terhadap lingkungan. Pada tahun 2018 lalu, pernah ada bangkai seekor paus kepala kotak yang di bedah, dan ditemukan di dalam perutnya berbagai macam sampah seberat 5,9 kilogram. Penemuan tumpukan sampah ini kemudian diputuskan menjadi penyebab kematian paus tersebut. Foto-foto hewan laut lainnya yang mati karena sampah plastik menumpuk pun rasanya sudah bukan hal baru untuk kita temui. Karena memang faktanya sampah plastik sudah sejauh itu berdampak buruk untuk habitat laut.
Tak hanya itu saja, persoalan sampah plastik di darat juga masih menjadi PR penting untuk kita semua. Miris sekali jika kita menyaksikan sampah-sampah bertebaran di tempat-tempat yang biasanya digunakan masyarakat untuk kegiatan cfd-an, setelah kegiatan cfd itu selesai. Banyak masyarakat yang lupa akan kewajibannya menjaga kebersihan tempat seperti sebelum tempat itu digunakan. Tak hanya orang-orang yang datang berkunjung saja yang abai terhadap lingkungan, para pedagang juga tidak peduli untuk membersihkan tempatnya. Padahal jika boleh perhitungan, para pedagang jelas sekali mendapatkan banyak manfaat dari tempat tersebut. Sehingga menurut saya tingkat kepedulian masyarakat terhadap lingkungan dan juga rasa tanggung jawab perlu dikoreksi dan diperbaiki.
Sebenarnya yang paling penting dalam penyelesaian masalah sampah seperti ini adalah kesadaran dan kepedulian masyarakat akan lingkungan. Membuang sampah di tempatnya menurut saya bukan lagi menjadi sebuah gerakan, melainkan sudah menjadi kewajiban masyarakat. Kita bisa memulai gerakan kepedulian terhadap lingkungan dan sampah secara individu dari hal-hal kecil dengan 3T.
- Yang pertama adalah tertib dalam membuang sampah. Dewasa ini, tempat-tempat publik sudah mulai banyak difasilitasi dengan 2 jenis tong sampah, organik dan anorganik. Sampah organik yaitu sampah yang dihasilkan dari sisa-sisa organisme makhluk hidup seperti daun, tulang ayam, buah-buahan, dan lain-lain. Sedangkan anorganik yaitu sampah yang berasal dari organisme tidak hidup seperti botol plastik, kaleng, dan lain-lain. Hal ini dilakukan untuk menunjang pemilahan sampah agar memudahkan pengolahan sampah di kemudian hari. Namun, masih ada saja orang-orang yang abai dengan ketersediaan 2 jenis tong sampah ini, dan dengan asal memasukkan sampah walaupun bukan pada tong jenisnya. Sehingga ketertiban dalam membuang sampah harus mulai disadari dan dilakukan untuk pengolahan sampah yang lebih baik.
- Yang kedua adalah tidak menggunakan plastik saat berbelanja. Kita bisa memulai menolak plastik untuk belanjaan yang masih dapat dipegang dengan tangan, dan membawa tas belanja saat akan berbelanja banyak. Akhir-akhir ini juga banyak supermarket yang mulai menaruh perhatian pada lingkungan dengan menjual tas belanja. Sehingga jika lupa membawa tas belanja, kita dapat menyisihkan sedikit uang untuk membeli tas belanja sebagai upaya melindungi lingkungan secara berkelanjutan.
- Yang ketiga adalah tumbler jangan lupa dibawa saat bepergian. Inisiatif membawa tumbler atau botol minum saat bepergian juga menunjukkan kepedulian kita terhadap lingkungan. Hal ini karena dengan membawa minum sendiri, kita tidak perlu membeli minuman kemasan yang kemasannya akan menjadi sampah nantinya. Inisiatif ini juga termasuk ke dalam salah satu upaya perlindungan terhadap lingkungan secara berkelanjutan.
Pada dasarnya gerakan 3T ini dapat menjadi cukup efektif jika dilakukan secara masif. Jika masyarakat sepakat untuk melakukan gerakan 3T ini, maka tentu pengolahan sampah akan menjadi lebih baik yang tentunya akan berdampak baik juga untuk lingkungan. Penggunaan plastik akan berkurang secara drastis, begitupun dengan sampah dari minuman kemasan. Namun memang perlu diakui bahwa jika gerakan 3T hanya dilakukan sendirian, maka efeknya tidak dapat dilihat secara nyata. Walaupun tentu saja baik dilakukan sendirian maupun secara masif pasti masih akan ada pengaruhnya.
Lalu adakah langkah konkret yang dapat kita lakukan, yang secara nyata efeknya dapat kita lihat? Tentu saja ada. Mahasiswa sejak dulu sudah sangat dikenal masyarakat dengan keberaniannya dalam menyuarakan keresahan-keresahan yang ada. Mahasiswa juga memiliki power untuk mengajak dan menggerakan orang lain ke dalam aksi-aksinya. Sehingga keberanian dan power ini sebisa mungkin dapat kita manfaatkan dalam pergerakan, sebagai upaya menjaga kebersihan dan meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap lingkungan.