Keberagaman merupakan anugerah Tuhan yang tak dapat dihindari, namun perlu dijaga dengan baik. Kenyataan adanya keragaman penduduk di Indonesia juga membawa sejumlah sudut pandang, opini, kepercayaan, dan kepentingan yang berbeda di antara warganya, termasuk dalam hal beragama.
Misalnya, di Kecamatan Lasem, Rembang, Jawa Tengah, menurut data dari Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil tahun 2023, terdapat sekitar 51.225 penduduk yang memeluk tujuh jenis agama yang berbeda. Agama Islam diikuti oleh sebagian besar penduduk, mencapai 49.523 jiwa, sementara Kristen diikuti oleh 971 jiwa, Katholik oleh 555 jiwa, Hindu oleh 1 jiwa, Budha oleh 159 jiwa, Konghucu oleh 34 jiwa, dan terdapat pula sejumlah 12 jiwa yang memeluk kepercayaan lainnya.
Keanekaragaman kepercayaan di Lasem tentu memerlukan upaya untuk mengurangi potensi konflik dan ketegangan sosial dalam interaksi mereka. Salah satu langkah yang dapat diambil adalah menerapkan prinsip moderasi beragama dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Implementasi Moderasi Beragama dalam Pendidikan Islam (Kementerian Agama, 2019: 6), moderasi beragama diartikan sebagai sikap yang menekankan keseimbangan dalam keyakinan, moral, dan watak, sebagai ungkapan dari sikap keagamaan individu atau kelompok tertentu.
Penerapan moderasi beragama dapat diterapkan melalui pendidikan, termasuk di pesantren, yang merupakan lembaga pendidikan agama di Indonesia. Contohnya, Pondok Pesantren Kauman di Lasem, Rembang, yang diasuh oleh KH Zaim Ahmad, dalam segi bangunan menunjukkan adanya kolaborasi antara unsur budaya Islam dan budaya Tionghoa dalam arsitekturnya.
Ketika memasuki wilayah Pesantren Kauman, terlihat sebuah pos penjaga dengan desain yang menyerupai klenteng berwarna merah, lengkap dengan lampion-lampion yang terletak di atasnya. Ketika memasuki area pesantren akan disambut oleh pemandangan ndalem, tempat yang digunakan untuk menerima tamu, yang dihiasi dengan karakter kanji pada pintu masuk.
Di Pesantren ini dengan unsur-unsur seni Tionghoa yang khas, para santri diajari berbagai aspek dari ilmu agama sambil menekankan pentingnya karakter yang moderat. Menurut KH Zaim Ahmad, pendidikan Islam yang berbasis pada moderasi di Pondok Pesantren Kauman Lasem dilakukan melalui dua jalur, yaitu pembelajaran di dalam forum pengajian dan di luar forum pengajian.
Pembelajaran di dalam forum pengajian sering berlangsung di musholla yang terletak di depan ndalem, di mana terdapat lampion-lampion merah yang menghiasinya. Melalui proses pembelajaran ini, mereka memfokuskan pada internalisasi nilai-nilai moderasi agama dengan memeriksa isu-isu kehidupan yang moderat saat mempelajari kitab kuning yang merupakan khas pesantren dan diajarkan dengan metode bandongan. Proses internalisasi nilai-nilai moderasi ini diwujudkan dengan menggabungkan pengalaman KH Zaim Ahmad dalam berinteraksi dengan masyarakat non-muslim.
Walaupun hanya melakukan sapaan kepada warga yang berlalu di sekitar pesantren dan menghadiri setiap kegiatan yang diadakan oleh komunitas pecinan ternyata memberikan pengalaman berharga bagi para santri mengenai pentingnya menerapkan sikap moderasi dalam beragama.
Menurut pendapat salah satu warga yang tinggal di sekitar Pondok Pesantren Kauman, yakni Cristhian Anthony. Dia menyatakan bahwa karakter moderasi dalam beragama yang diperlihatkan oleh kyai dan santri di Pesantren Kauman sangat positif dan dirasakannya dengan baik. "Saya merasa dihargai dengan sikap yang telah mereka tunjukkan kepada saya dan masyarakat sekitar secara umum," ujarnya.