Lihat ke Halaman Asli

Rr AnandaSavira

Daily Routine KKN RDR UIN Walisongo

Pengaruh Partisipasi Orangtua terhadap Lembaga PAUD di Masa Pandemi

Diperbarui: 20 November 2021   02:50

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Datangnya pandemik COVID-19 ini, banyak dibuat peraturan baru mengenai jarak sosial diterapkan di seluruh institusi pendidikan di Indonesia bahkan di seluruh dunia. Seluruh kegiatan baik belajar mengajar beralih ke daring yang menggunakan berbagai macam media seperti Zoom, WhatsApp group, Google classmate, E-learning, dan masih banyak media lainnya. 

Semakin mempersulit anak-anak dalam belajar terkhusus anak-anak yang hidup dalam kondisi keluarga miskin. Pada pandemik saat ini banyak mempengaruhi cara persepsi yang berpengaruh pada partisipasi orang tua terkhusus untuk memasukan anak-anaknya dalam lembaga pendidikan. 

Menurunnya perekonomian menjadi salah satu faktor yang berpengaruh pemikiran orang tua untuk tidak memasukan anaknya dalam pendidikan anak usia dini karena biaya paud yang tidak murah tetapi pembelajaran hanya dilakukan dirumah. Lembaga pendidikan anak usia dini dirasa kurang efektif dan justru dianggap membebani disaat ada tugas yang diberikan sekolah, orang tua yang harus juga mengajarkan anak-anaknya. Orang tua merasa lebih mampu mengajar anaknya dirumah tanpa terpaku dengan sebuah kurikulum.

Iis Sugiarsih (32) seorang ibu yang memiliki anak PAUD berusia  4 tahun mengatakan  sebenarnya berat untuk menyekolahkan anaknya pada PAUD  dimasa pandemic. Tetapi karena sudah terlanjur mendaftar diawal sebelum pandemic. Jadi pada akhirnya anak tetap melanjutkan sekolah PAUD berbasis daring. Sebagai orang tua menyekolahkan anaknya di PAUD harapannya anaknya dapat belajar berosialisasi. 

Tapi karena daring bagaimanapun dia berusaha memperkenalkan anaknya dengan yang namanya sekolah yaitu ada teman, ada guru, dan berbagai pembelajaran awalan untuk anak. Bu iis mengatakan "Kalo sekarangkan sekolah memakai zoom dan daya tangkap anak masih belum mengerti mbak, kalo itu sekolah. Terkadang anak saya ngambek karena harus bangun pagi untuk sekolah, dan pernah juga bosen. Karena dia melakukan zoom tapi dia ga ngerti kalau video-video yang dilakukan itu lagi sesi sedang sekolah." Jadi disini peran orang tua tetap harus membimbing anak dalam mengenalkan pembelajaran awal di usianya.

Evi Nuryati (37) seorang ibu yang mempunyai anak umur 4 tahun, tetapi tidak mensekolahkan anaknya pada lembaga PAUD. Bu evi lebih memilih mengajarkan anaknya sendiri di rumah seperti belajar menulis, baca, mengenal angka, dan lain-lain. 

Karena menurutnya di massa pandemic dengan metode pembelajaran daring dirasa kurang efektif. Walaupun ada tawaran pembelajaran guru PAUD datang kerumah, hal ini tetap dirasa mengancam kesehatan karena harus menerima orang dari luar rumah (Guru). 

Bu evi mengatakan "kalau menyekolahkan di PAUDkan bayar mbak, udah gitu tetap saja orang tua yang harus mengajarkan anaknya dan justru repot jika diatur pembelajarannya oleh sistem lembaga PAUD yang nantinya diberikan tugas dengan batas waktu tertentu." Bukan berarti anak yang disekolahkan pada lembaga PAUD pasti lebih pintar. Anak yang tidak PAUD tetapi dibimbing oleh orang tuanya langsung itu justru lebih efektif karena lebih ada keterikatan baik emosi atau lainnya antara anak dan orang tua.

Winny (22) seorang guru PAUD di salah satu lembaga. Data PAUD pada lembaga yang dia berkerja menyajikan sebanyak 3% berkurangnya tingkat minat orang tua menyekolahkan anaknya PAUD dilihat dari data normal sebelumnya dikala pandemic. Alasan orang tua tidak minat mensekolahkan anaknya pada lembaga PAUD berbagai macam menurutnya. Mulai dari yang mengkhawatirkan kesehatan anaknya dikala pandemic, masalah biaya, dan lain-lain. Alasan ini rata-rata muncul sebelum orang tua tau lebih jelasnya program yang ditawarkan dalam pembelajaran lembaga PAUD di masa pandemic. 

Winny mengatakan "Padahal dalam program di lembaga PAUD kami itu ada namanya potongan biaya sebesar 50% dan apabila memang anak tersebut dari kelurga yang kurang mampu maka digratiskan dan dalam pembelajaran PAUD yang memakai darin pun sistemnya dibagi kelompok yang berisi 5 anak dari pembelajaran yang normal biasanya berisi sekelas 10 anak." 

Memang dirasa perlu adanya edukasi orang tua untuk merubah pandangan atau BDR guru-guru menyiapkan soal-soal untuk pembelajaran,  namun mereka hanya membayar SPP setengahnya saja. Tapi memang tidak bisa dipungkiri kalau banyak orang tua yang kontra untuk menyekolahkan anaknya" begitu jelas bu Sri. Jadi untuk sekolah bu Sri sendiri menggunakan strategi membebaskan biaya pendaftaran, namun hanya membayar uang SPP setengahnya saja.terhadap sekolah PAUD dikala pandemic.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline