Lihat ke Halaman Asli

Kebebasan Memilih Tercederai di Papua

Diperbarui: 18 Juni 2015   03:23

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

14081596621555969535

[caption id="attachment_353231" align="aligncenter" width="261" caption="(sumber foto:bincangmedia.wordpress.com)"][/caption]

Persidangan di Mahkamah Konstitusi (MK) terus berjalan terkait gugatan atas pelaksanaan pemilu presiden (pilpres) lalu. Hingga kini, pihak penggugat terus mengumpulkan bukti-bukti terkait kecurangan yang ditemukan tim penggugat.

Salah satu kecurangan yang paling anyar terungkap yakni kasus intimidasi yang terjadi pada para pemilih di Papua. Oleh sumber dari pihak penggugat, ditemukan kasus adanya pemaksaan atas kehendak bagi para pemilih yang merujuk pada salah satu calon pasangan tertentu. Terlebih lagi, intimidasi suara ini dilakukan oleh pihak parpol dan aparat.

Padahal, dalam Undang-Undang Nomor 42 tahun 2008 pasal 2 dengan tegas menyebutkan asas pelaksanaan pemilu yakni langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Asas ini berlaku di seluruh daerah pemilihan tanpa terkecuali. Dengan ditemukannya sejumlah kasus intimidasi oleh pihak tertentu kepada para pemilih di Papua maka hal ini menjadi semacam aib bagi KPU daerah setempat.

Kebebasan menjadi aspek utama yang disoroti dalam kasus ini. Semestinya jika merujuk pada UU yang berlaku maka tidak boleh lagi ada intimidasi yang merujuk pada pemaksaan untuk memilih pada salah satu pasangan calon presiden pada waktu itu. Asas kebebasan tercederai di tanah Papua. Mencuatnya kasus ini jika telah dinyatakan diterima oleh pihak MK maka menjadi noda hitam bagi pelaksanaan pilpres yang oleh banyak pihak disanjung atas kedemokratisan pelaksanaannya.

Sudah semestinya hal ini tidak dianggap angin lalu oleh pihak yang terkait terlebih MK sebagai pemutus perkara persengketaan hasil pemilu. Tercederainya asas kebebasan pemilu bisa menjadi catatan buruk tersendiri bagi panitia penyelenggara pemilu sekaligus majelis hakim apabila mengabaikan hal ini begitu saja. Selayaknya pemilu menjadi ajang negara ini menunjukkan pada masyarakatnya kematangan demokrasi yang dimiliki. Namun sayang, dengan adanya kasus ini terlebih jika tidak ditanggapi dengan serius maka demokrasi yang dibanggakan akan hanyut tanpa bekas.

Semoga majelis hakim dapat memutuskan perkara dengan adil dengan menimbang segala aspek yang ada. Semoga kasus ini menjadi pembelajaran penting bagi kita semua sebagai bagian dari masyarakat Indonesia yang demokratis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline