Lihat ke Halaman Asli

Kosakata Baru, Politik "Merecoki"

Diperbarui: 18 Juni 2015   02:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1409025978368194785

[caption id="attachment_355271" align="aligncenter" width="464" caption="Ketua Umum PAN Hatta Rajasa menandatangani koalisi permanen Koalisi Merah Putih di Tugu Proklamasi, Jakarta, Senin (14/07/2014) | Sumber : vivanews.co.id"][/caption]

Kata Merecoki akhir-akhir ini menjadi popular dalam dunia politik. Kata ini muncul setelah pertemuan SBY dengan Jokowi. Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Djoko Suyanto menyatakan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengapresiasi Jokowi. Musababnya, Jokowi telah mengklarifikasi kabar "SBY bakal merecoki" pemerintahan yang baru. "Berita itu tak sesuai dengan substansi komunikasi antara SBY dan Jokowi," kata Djoko.

Sebelumnya SBY mengaku menerima pesan negatif dan telah beredar di kalangan tertentu. Bunyi pesan itu, kata SBY, menganggap dirinya dan Partai Demokrat merecoki presiden terpilih 2014, Joko Widodo.

"Artinya, (pesan itu berbunyi) SBY jangan mengganggu atau mengatur Jokowi," kata Presiden SBY dalam akun Twitter-nya, @SBYudhoyono, dua jam setelah Mahkamah Konstitusi memutuskan menolak seluruh permohonan calon presiden Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Kamis malam, 21 Agustus 2014.

SBY mengaku tak paham dengan kabar dirinya mengganggu Jokowi. "Tidak ada niat dan pikiran sedikit pun saya untuk mengganggu Pak Jokowi," katanya.

Tapi, dalam seminar, kata Merecoki ini terus dikejar oleh kubu PDIP. Ketua DPP PDIP Maruarar Sirait meminta kepada partai yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih (KMP), yang menyatakan akan menjadi oposisi pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) untuk tidak berlebihan dalam mengeluarkan statement karena bisa membuat malu diri sendiri.

Menanggapi hal tersebut, Wakil Ketua Umum PAN Drajad Wibowo meminta pengertian dari masyarakat luas bahwa koalisi permanen bentukan Koalisi Merah Putih bukanlah dibentuk untuk mengacak-acak pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) nantinya di eksekutif. Anggota Komisi XI DPR ini menegaskan, kalau KMP akan tetap solid, dan hingga saat ini tetap fokus untuk menjadi penyeimbang pemerintahan nanti.

"Orang tidak jarang memandang berlebihan dari sikap Koalisi Merah Putih yang berada di luar parlemen. Menurut saya pernyataan itu salah dan tidak legowo," kata Drajad, di Cikini, Jakarta Pusat, Sabtu (23/8/2014).

Drajad berujar, berkali-kali pihaknya memberikan penjelasan bahwa solidnya KMP sebagai sikap checks and balances (penyeimbang) nantinya, untuk mengontrol jika ada kebijakan-kebijakan yang dilontarkan oleh pemerintah dan dinilai tidak pro-rakyat. Jadi jangan ditafsirkan antara eksekutif dan legislatif bentrok, jadi tidak. Karena tidak semua kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah dipatahkan. KMP akan menjadi penyeimbang, misalnya isu akan menaikkan bahan bakar minyak (BBM), maka itu kita akan lakukan cross-check dan koreksi untuk tujuan masyarakat banyak.

Walau banyak yang menilai dan diprediksi KMP bakal bubar di tengah jalan, politisi PAN kelahiran Surabaya itu menampiknya. Bahkan menurut Drajad, informasi terakhir yang dia dapat, berbagai petinggi teras partai tetap komit dan fokus di barisan Koalisi Merah Putih. Dalam rapat-rapat semua petinggi partai hadir lengkap. “Terjadi saat ini malah ada gesekan-gesekan keras yang terjadi di koalisi Jokowi-JK," tandas Drajad.

Golkar juga Solid di KMP

Politisi Senior Partai Golkar Hajriyanto Y Thohari menegaskan pihaknya tetap bertahan di Koalisi Merah Putih, karena enggan merecoki amanat rakyat. Karena itu, Golkar tetap menjadi partai penyeimbang atau oposisi di pemerintahan Jokowi-JK.

"Masuk koalisi atau oposisi? Saya rasa ada jalan ketiga, tak masuk pemerintahan. Partai Golkar nggak mau dicap pragmatis dan oportunis yang kejar pemerintah. Kami nggak mau jadi parpol yang recoki amanat rakyat," kata Hajriyanto saat diskusi Prespektif Indonesia di Kawasan Kebayoran Baru, Jakarta, Sabtu (23/8/2014).

Setali tiga uang dengan Drajad Wibowo, Ketua DPP Partai berlambang pohon beringin itu menegaskan ada pilihan ketiga yang komprehesif sebagai fungsi penyeimbang. Karena itu dirinya menepis ada angapan bahwa partainya memiliki agenda terselubung sehingga bertahan sebagai partai oposisi.

Wakil Ketua DPR itu menjelaskan bahwa pandangan sebagian masyarakat di Indonesia berbeda dengan masyarakat di negara barat yang menghargai partai oposisi. Sebut saja, kata dia, seperti di Inggris atau negara barat. Publiknya memberikan penghargaan kepada partai oposisi.

" Ada persepsi politik, nggak masuk pemerintah, jadi oposisi, jadi pengganggu pemerintahan, merecoki pemerintah. Dituduh jatuhkan Presiden. Perlu kami klarifikasi, untuk menyatakan komitmen, tak akan menggangu dan menjatuhkan Presiden. Dan tolong jangan ganggu parpol kami. Partai itu harus take and give. Nggak mungkin ganggu kalau partai kami diganggu," tegas dia.

Dalam konteks ini, kata merecoki memang berkonotasi negatif. Bila SBY saja tidak paham maksud merecoki (pemerintah Jokowi) Jadi dari siapakah awalnya muncul stigma merecoki ini. Ini memang harus clear, agar tidak ada lagi tudingan: Siapa merecoki siapa!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline