Alih fungsi atau bisa disebut sebagai konversi lahan didefinisikan sebagai perubahan fungsi lahan itu sendiri menjadi fungsi yang lain yang akan mempunyai dampak bagi lingkungan sekitar maupun pada lahan itu sendiri, bisa berdampak negatif maupun berdampak positif. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya kejadian alih fungsi lahan, diantaranya kepadatan penduduk, faktor ekonomi, faktor sosial. Arsyad dan Rustiadi (2008:78): Konversi lahan merupakan konsekuensi logis dari peningkatan aktivitas dan jumlah penduduk serta proses pembangunan lainnya. Alih fungsi lahan merupakan kejadian yang sangat wajar terjadi pada tahap tertentu, tetapi apabila tidak terkendali dan dilakukan secara terus menerus akan menyebabkan berbagai permasalahan pada lingkungan masyarakat itu sendiri.
Kejadian alih fungsi lahan juga terjadi pada Kabupaten Jember. Seperti yang kita tahu, Kabupaten Jember merupakan daerah yang bisa dibilang maju dari sektor pertaniannya karena Kabupaten Jember memiliki potensi yang baik dalam bidang pertanian. Seperti yang ditegaskan oleh Bapak Bupati Jember, Ir. H. Hendy Siswanto, dalam Rapat Pembahasan Potensi Komoditi Ekspor Pertanian, jika Kabupaten Jember memiliki potensi luar biasa dalam bidang pertanian, salah satunya tembakau dengan nilai 1,2 juta ton yang dihasilkan Kabupaten Jember.
Tak hanya hasil pertanian tembakau, tetapi Kabupaten Jember juga sukses dalam mengekspor hasil pertanian kopi robusta, mengkudu, buah naga, dan buah manggis yang mengalami kenaikan permintaan tiap tahunnya.
Banyaknya kesuksesan Kabupaten Jember di bidang pertanian membuat Saya bangga tetapi di sisi lain miris karena banyak sekali lahan lahan pertanian yang sudah dijual oleh para pemilik lahan kepada pengembang perumahan atau developer. Padahal jika lahan pertanian dikembangkan sebagaimana fungsi lahan pertanian itu, akan lebih membangkitkan potensi pertanian Jember dan juga menaikkan perekonomian Kabupaten Jember.
Mengenai faktor alih fungsi lahan dari segi ekonomi, penjualan lahan pertanian tersebut dikarenakan keterbatasan ekonomi petani dalam hal pembiayaan penggarapan sawah. Mereka merasakan beban dari tingginya biaya produksi dalam mengelola sawah, seperti tingginya harga pupuk serta kelangkaan pupuk bersubsidi, dan juga tingginya harga obat obatan pertanian yang dirasa tidak sesuai dengan hasil panen para petani, sehingga mereka memutuskan untuk menjual lahan pertanian tersebut.
Dari segi kepadatan penduduk, dengan makin bertambahnya penduduk terutama perantau usia dewasa dan pasangan muda yang membutuhkan tempat tinggal, mereka mencari tempat hunian yang layak dan tidak terlalu mahal sehingga pilihan mereka jatuh kepada rumah di area perumahan.
Pada faktor sosial, kebutuhan akan tempat tinggal yang layak menjadi suatu kebutuhan bagi masyarakat dalam memenuhi kebutuhan tempat tinggal, serta dengan mempunyai rumah yang layak akan membuat mereka merasa mempunyai tempat untuk keamanan anggota keluarganya.
Faktor faktor tersebut yang menyebabkan banyaknya terjadi alih fungsi lahan pertanian, salah satunya adalah alih fungsi lahan pertanian menjadi perumahan.
Di satu sisi ada dampak positif bagi masyarakat yang membutuhkan tempat tinggal layak huni, di sisi lain berdampak negatif pada lingkungan dan alam, diantaranya kurangnya daerah resapan air dikarenakan lahan lahan hijau yang digunakan sebagai tempat pembangunan, pencemaran udara, selain itu jika para pengembang atau planner tidak memperhatikan sistem AMDAL (Analisis mengenai Dampak Lingkungan) akan memperparah terjadinya kerusakan lingkungan seperti banjir, pengelolaan sampah yang buruk, dan longsor.
Pada saat ini, utamanya di Jember, baik dalam kota maupun di daerah pinggiran kota sudah banyak sekali bermunculan perumahan perumahan baru yang mengalihfungsikan lahan pertanian menjadi perumahan. Contoh nyata berada di daerah Keranjingan, Jember, banyak sekali lahan pertanian dijual kepada para pengembang perumahan. Minimnya masyarakat yang mau terjun untuk menggarap sawah menjadi alasan mengapa banyak sawah sawah di daerah Jember yang dijual. Masyarakat menganggap bahwa pendapatan petani tidak menentu, apalagi jika hasil panen gagal mereka tidak akan mendapat untung melainkan kerugian.
Semakin besarnya kebutuhan akan lahan hunian di daerah Kabupaten Jember akan mengakibatkan meningkatnya harga tanah atau lahan di daerah bersangkutan. Harga lahan ini tidak dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat melainkan ditentukan oleh kegiatan fungsional yang dikembangkan di atasnya. Kebutuhan akan tempat tinggal atau hunian sudah merupakan kebutuhan pokok yang meliputi sandang, pangan, dan papan. Semakin strategis suatu lahan atau tanah maka harga jualnya akan semakin tinggi. Nilai ekonomi terhadap suatu lahan akan ditentukan oleh ketersediaan sarana dan prasarana di sekitar daerah lahan tersebut, seperti akses yang mudah dijangkau masyarakat untuk melakukan aktivitas diantaranya dekat dengan pasar, perkantoran, tempat ibadah, arena olahraga, dan sarana umum lainnya.