Berita mengejutkan muncul dari proses pilkada DKI kali ini, putra sulung Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), Mayor Agus Harimurti Yudhoyono (Agus Yudhoyono) maju dalam pilkada DKI berpasangan dengan seorang birokrat Sylviana Murni. Selain Partai Demokrat, pasangan Agus-Sylviana diusung oleh PPP, PKB dan PAN yang kesemuanya tergabung dalam Koalisi Cikeas. Meskipun simpang siur siapa yang mempunyai inisiatif atas majunya Agus Yudhoyono dalam pilkada DKI kali ini, namun bisa ditebak tanpa persetujuan dan dorongan SBY tidak akan mungkin Agus Yudhoyono tiba-tiba muncul dalam bursa pilkada DKI. Majunya Agus Yudhoyono ini disayangkan banyak pihak sebagai langkah yang terlalu dini mengingat karier militernya sedang menanjak dan baru ditengah jalan, namun bagi SBY dan Partai Demokrat langkah tersebut mempunyai implikasi positif di internal maupun eksternal partai.
Tentu timbul pertanyaan, bukankah ini langkah yang terkesan tergesa-gesa dan dipaksakan bagi Agus Yudhoyono? Bisa menghancurkan masa depannya sendiri? SBY pasti punya hitung-hitungan politik yang mendalam ketika mengajukan Agus Yudhoyono dan ini menjawab spekulasi publik tentang siapa pewaris tahta SBY di Partai Demokrat setelah kepemimpinannya. Setelah eksperimen menerjunkan Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dalam kawah candradimuka politik Partai demokrat kurang memenuhi ekspektasi, tentu SBY butuh sosok alternatif yang bukan hanya mampu menahkodai bahtera Demokrat, namun juga diharapkan seperti dirinya, memimpin negeri ini. Dulu nama sang istri Anie Yudhoyono sempat muncul dalam dugaan publik akan dipersiapkan untuk menggantikan posisi SBY kelak, paling tidak di Pemilu 2019, namun pilihan tersebut tentu sangat beresiko mengingat Anie Yudhoyono bukan sosok potensial terjun dalam dunia politik. Tinggal satu orang, Agus Yudhoyono, yang mempunyai potensi besar menjadi pemimpin selanjutnya, tapi publik tentu tidak memperhitungkan kehadiran Agus Yudhoyono saat ini karena sedang merintis karir militer. Dalam bayangan publik, sosok Agus Yudhoyono akan menempuh jalan sama seperti sang ayah, menamatkan dunia militer, sampai posisi puncak menjadi jenderal baru terjun ke dunia politik.
Spekulasi publik tersebut nampaknya tidak sejalan dengan realitas dan kebutuhan SBY maupun Partai Demokrat sendiri. Realitas dalam keluarga SBY memang hanya Agus Yudhoyono lah satu-satunya harapan tersisa untuk melanjutkan “dinasti politik” SBY seperti terungkap di atas. SBY tidak punya pilihan lain selain mengajukan Agus Yudhoyono mengingat dalam perhelatan akbar Pemilu 2019 nanti sangat riskan bagi Partai Demokrat jika masih mengandalkan SBY untuk menarik minat pemilih. Sementara untuk mencari sosok lain di internal Partai Demokrat sangat mungkin tidak diinginkan oleh SBY karena dinasti politik yang sedang dibangunnya bisa berakhir jika Partai Demokrat tidak dalam genggamannya. Menerjunkan Agus Yudhoyono dalam politik saat ini menjadi satu-satunya pilihan logis jika SBY ingin bahtera Partai Demokrat dalam genggamannya dan merintis jalan politik bagi anaknya tersebut. Menunggu Agus Yudhoyono menyelesaikan karir militernya membutuhkan waktu lama dan tidak sejalan dengan kebutuhan, kepentingan SBY dan Partai Demokrat dalam kancah perpolitikan Indonesia di masa yang akan datang.
Lalu bagaimana peluang Agus Yudhoyono dalam pilkada DKI kali ini? Tidak ada yang tidak mungkin karena politik sangat dinamis. Agus Yudhoyono bisa menjadi kuda hitam dalam pilkada DKI kali ini, meskipun secara elektabilitas masih kalah dibandingkan dengan kandidat lain seperti Ahok dan Anies Baswedan. Seperti dikutip dari bbc.com (23/9/2016}, Direktur Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) Djayadi Hanan mengatakan Agus Yudhoyono tidak memiliki pengalaman politik dan pemerintahan khususnya sebagai kepala daerah. Fakta ini bisa menjadi salah satu amunisi untuk menilai kekurangan Agus Yudhoyono, namun bermodalkan prestasi cemerlang dalam pendidikan dan militer, sosoknya yang dikenal santun serta terukur dalam berkomunikasi ditambah jika partai-partai pengusungnya mampu membuat langkah-langkah politik yang jitu untuk “memoles” pasangan Agus-Sylviana, bukan tidak mungkin Agus Yudhoyono akan memenangkan pertarungan ini. Ahok, meskipun mempunyai elektabilitas tertinggi saat ini dan pengalaman memimpin sebagai kepala daerah, karakternya yang temparamental dan sering mengeluarkan kata-kata atau pernyataan kasar bisa menjadi bumerang. Ditambah dengan kebijakan Ahok menggusur beberapa permukiman warga yang berjalan cukup alot akhir-akhir ini dan kengototannya dalam mempertahankan jalan mulus reklamasi bagi Teluk Jakarta yang melanggar keputusan hukum bisa menjadi beban bagi elektabilitasnya.
Lalu bagaimana persaingan dengan Anies Baswedan yang berpasangan dengan Sandiaga Uno? Sosok Anies adalah sosok yang mempunyai kemiripan dengan Agus Yudhoyono dalam prestasi dan pembawaan perilaku. Mempunyai karir akademik cemerlang dan komunikasi yang santun serta terukur juga, Anies Baswedan justru akan menjadi pesaing berat Agus Yudhoyono dalam memperebutkan ekspektasi pemilih yang bosan dengan performa Ahok selama ini. Publik memang mendambakan sosok yang tegas, tidak tebang pilih dalam menangani berbagai permasalahan, namun tidak berarti itu bisa dilakukan dengan cara-cara yang keras dan terkesan kasar. Belum lagi permasalahan SARA, suatu hal yang secara legal formal haram “diributkan” oleh dunia politik kita, dalam pandangan sebagian warga Jakarta sosok Ahok yang keturunan Tionghoa dan non muslim tentu akan menjadi pertimbangan tersendiri untuk tidak memilihnya. Sekarang tinggal menunggu jawaban pasti akhir drama kehidupan Agus Yudhoyono dalam kancah pilkada DKI kali ini dari pilihan warga nanti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H