Diambil dari buku kumpulan wacan remaja "Caroline Kesengsem Ebeg" karya Saeran Samsidi
Caroline Kesengsem Ebeg
Pak Guru melihat jam tangannya sambil melihat ke depan agak ke atas ke dinding tembok kelas melihat jam dinding terpasang di sana. Waktu pada jam tangan Pak Guru dengan jam dinding kelas sama, pukul 14.45. Sebentar lagi bel sekolah akan berbunyi menandakan pelajaran usai dan para siswa akan pulang ke rumah. Jam terakhir pelajaran seni budaya. Pak Guru lalu menyimpulkan materi pelajaran yang baru disampaikannya.
"Anak-anak sebelum saya akhiri pertemuan kita ini, ingin saya perkenalkan siswa baru namanya Caroline" Caroline kemudian bangkit dari kursi yang didudukinya, berdiri, tengok kanan-kiri belakang lalu mengangguk. Para siswa kelas XI jadi berisik, bergumam malah ada yang bersuit.
"Nah, jadi khasanah seni budaya tanah air kita, Nusantara, sangatlah kaya, beragam. Itu, harus kita lestarikan dan dikembangkan. Salah satunya adalah ebeg! Kebanggaan anak Banyumas. Betul anak-anak?
"Betuuuuulll ....!" serempak para siswa menjawab. Ada yang mengacungkan jempol, memeragakan dua jari membebtuk huruf V dan banyak yang bertepuk tangan.
"Jadi jangan silau pada seni budaya mancanegara. Malah gandrung. Mendem karo rock ngak ngik ngok , Saranghae Hota Hai, K Pop utawa budaya Arab. Pahaaaaaam ...!"
"Pahaaamm ...!"
Pak Guru lalu menunjuk ke siswa yang duduk di sisi siswa baru pindahan dari Jakarta itu, "Anak-anak, contoh itu Cueng .. eh .. Sugeng Riyadi, ia adalah anggota grup ebeg Turangga Seto di desanya. Sebentar lagi ia akan pentas di GOR. Itulah Cueng ...!
"Cueeeenng ... !" Para siswa berteriak sambil cengengesan.
"Jadi, kita ini sebagai generasi muda penerus bangsa harus cinta ... tresna .... atau ..."