Lihat ke Halaman Asli

Saeran Samsidi

Selamat Datang di Profil Saya

Mengendus Jejak Film Pendek Banyumas

Diperbarui: 13 Juli 2018   15:40

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Instagram REV SS

Produk film indie Banyumas? Jangan dibandingkan dengan Purbalingga. Melalui CLC (Cinema Lovers Community) pada tahun 2018 sudah menggelar FFP (Festival Film Purbalingga)  yang ke-12 kalinya dan pada tahun 2017 lalu pada gelaran itu telah menghasilkan 223 film program nonkompetisi dan 160 program kompetisi pelajar se-Banyumas Raya. Jejak digitalnya bisa dilacak melalui akun CLC atau di Youtube dan pada DVD yang sudah dipasarkan kemana-mana.

Untuk  produk film indie Banyumas memang bisa diendus melalui Youtube. Ada beberapa sekolah di Banyumas yang mengunggahnya tetapi tercerai berai dan bukanlah produk hasil kompetisi. Memang hanya beberapa sekolah yang memproduksi film indie ini walau ada pula produksi nonsekolah.

Sebenarnya, asal mula film indie di Banyumas Raya adalah Purwokerto. Sekitar tahun 2000-an, dirintis oleh mahasiswa Unsoed Dimas Jayasrana, keponakannya Kang Achmad Tohari, yang menjadi kurator film Purwokerto, mengungkap data, setidaknya tercatat 3 komunitas aktif di eks karisidenan Banyumas; Arisan Film Forum (AFF) Purwokerto, Komunitas Sangkanparan Cilacap, serta CLC Purbalingga, yang kemudian ketiga komunitas ini dengan sejumlah personal lainnya membentuk jaringan kerja bernama Jaringan Kerja Film Banyumas (JKFB) untuk memperkuat basis kegiatan.

Di Purwokerto, pada tahun 2001 film pendek berjudul "Kepada yang Terhormat Titik Dua" karya Dimas Jayasrana diperkenalkan kepada para peminat film pendek. Sejak karya Dimas Jayasrana dilaunching, kegiatan berfilm indie ria dilanjutkan oleh PSI (Pesona Sinema Indonesia) sampai tahun 2005.

Pada tahun 2002, untuk pertama kalinya Youth Power (YP), sebuah komunitas film  di Purwokerto mengadakan Pesta Sinema Indonesia (PSI), bekerjasama dengan Kine Klub Universitas Muhammadiyah Yogyakarta yang kemudian dilanjutkan oleh YP secara mandiri hingga tahun 2005. Pesta Sinema Indonesia adalah sebuah platform ruang eksebisi film karya lokal Banyumas dengan mempertemukan karya film (pendek) dari luar Banyumas sebagai sebuah proses diskursus.  Meski belum sampai pada tingkat kompetisi setara festival, namun upaya membangun dan menghidup-hidupi kegiatan film di Banyumas patut dihargai.

Hasil lacakan dari jejak digital, Sokaraja satu kecamatan di timur Purwokerto pernah memproduksi film-film komedi. Seperti Bawor (2003), Panah Asmara (2005) dan Pada Sebuah Kamar (2006) dibuat oleh sekelompok anak muda yang bernaung di komunitas Transindo Multimedia. Salah satu pegiatnya, Abdul Azis Firdauzi menyatakan, film menjadi pilihan untuk menunjukkan bahwa anak muda sekarang memiliki kemauan dan kemampuan mengespresikan dirinya.

Pada tahun 2005 Desa Karangnangka, Kecamatan Kedungbanteng sebelah utara kota Purwokerto anak-anak muda di sana merayakan Hari Kemerdekaan RI yang ke-61 dengan memproduksi film perjuangan. Film berjudul "19 Empat Toedjoeh" yang digarap Wasis Setya Wardana anak muda desa setempat membuat geger para penduduk Karangnangka.Film yang mengangkat kembali kisah salah satu tetua desa tentang masuknya Agresi Militer II ke Desa Karangnangka

Setelah film perjuangan produksi Wasis anak Desa Karangnangka munculalah film komedi "Superheru" (2005) karya Gatot melalui La Cimplung Production. Tak puas hanya diputar di kotanya sendiri, mereka juga memutar film karyanya di kota-kota lain, tak terkecuali mengikuti festival film pendek di kota besar. Sambutan semacam ini barangkali menunjukkan orang muda memerlukan ruang untuk mengasah kreatifitasnya, begitulah tulisan wartawan Suara Merdeka Sigit Harsanto yang juga Direktur JKFB (Jaringan Kerja Film Banyumas) pada tahun 2006.

Lebih jauh, Sigit Harsanto menurunkan berita di Suara Banyumas Suara Merdeka November tahun 2006 tentang film dokumenter "Berbulu is Sexy" mendapatkan dua nominasi pada Festival Film Pendek Konfiden 2006. Film ini dibesut oleh sutradara Bayu Bergaswaras. Kedua nominasi meliputi kategori Debutan Terbaik untuk Film Dokumenter Pendek dan Penghargaan Film Dokumenter Pendek Terbaik. "Ini prestasi yang membanggakan karena ada 225 film pendek yang dikirim dari seluruh Indonesia," kata Ragil.

Festival Film,

Berkembangnya film indie khususnya film pendek tidak terlepas dari adanya sebuah festival film. Purbalingga yang woouu ... tentu saja berkat penyelenggaraan FFP (Festival Film Purbalingga) yang sudah mencapai yang ke-12 kalinya. FFP yang  digawangi Bowo Leksono Direktur CLC (Cinema Lovers Community) terselenggara dengan rapi, terstruktur dan masif layak diacungi sejuta jempol dan menobatkan Purbalingga menjadi "Pionir Film Indie Tlatah Penginyongan"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline