Kitab Undang-undang Hukum Pidana merupakan aturan umum mengenai pidana, bagi orang yang melanggarnya tentunya akan mendapatkan sanksi atas norma yang dilanggarnya. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesia tentunya masih memakai KUHP peninggalan zaman kolonial yang dahulu diberlakukan di negara jajahan Belanda dalam hal ini Indonesia dengan asas konkordansi. Pasca kemerdekaan, sebagai negara yang baru diakui secara de facto dan de jure.
Indonesia mulai menata sistem ketatanegaraannya serta produk hukumnya. Semangat untuk memiliki Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Produk bangsa sudah sejak lama dicanangkan, pantikan awal untuk membuat KUHP baru diawali ketika berdirinya Lembaga Pembinaan Hukum Nasional Pada 1958, kemudian dilanjutkan dengan adanya Seminar Hukum Nasional 1 sebagai langkah awal inisiasi serta diseminasi untuk merumuskan KUHP Baru.
Pada 1964 draft awal RKUHP mulai disusun oleh tim penyusun yang sebagain besar adalah begawan Hukum Pidana Indonesia. Setelah melewati proses panjang, Indonesia akhirnya memiliki Kitab Undang-undang Hukum Pidana produk bangsa sendiri yang di sahkan pada 6 Desember 2022. Setelah melewati beberapa penolakan bahkan pengembalian draft pada beberapa prolegnas di DPR.
KUHP baru sebagai aturan umum tentang semua tindak pidana tentunya mempunyai 5 misi nasional yakni dekolonialisasi, demokratisasi, konsolidasi, harmonisasi, dan modernisasi.
- Dekolonialisasi, yakni upaya menghilangkan nuansa kolonial, yaitu mewujudkan keadilan korektif, rehabilitatif, restoratif, tujuan dan pedoman pemidanaan, serta memuat alternatif sanksi pidana.
- Demokratisasi yakni Pendemokrasian rumusan pasal tindak pidana dalam RKUHP sesuai konstitusi dan pertimbangan hukum dari putusan MK atas pengujian pasal-pasal KUHP terkait.
- Misi Konsolidasi yakni Penyusunan kembali ketentuan pidana dari KUHP lama dan sebagian Undang-Undang Pidana di luar KUHP(UU Organik) secara menyeluruh dengan rekodifikasi.
- Harmonisasi, Sebagai bentuk adaptasi dan keselarasan dalam merespon perkembangan hukum terkini, tanpa mengesampingkan hukum yang hidup (living law)
- Modernisasi, Merujuk pada filosofi pembalasan klasik (daad-strafrecht) yang berorientasi kepada perbuatan semata-mata dengan filosofi integratif (daad-daderstrafrecht-slachtoffer) yang memperhatikan aspek perbuatan, pelaku, dan korban kejahatan.
Dengan Hadirnya KUHP baru tentunya perlu diapresiasi setinggi-tingginya, sudah lebih 1 dekade Indonesia mencoba menyusun RKUHP sehingga menjadi KUHP hari ini, sudah banyak pakar hukum pidana yang terlibat dalam penyusunannya namun tidak melihat banagimana pengesahan KUHP. Al-Fatihah untuk para begawan Hukum Pidana………..
Hadirnya KUHP baru yang pengesahannya tanggal 6 Desember 2022 tentunya akan efektif berlaku pada tahun 2026 karena perlunya sosialisasi bagi seluruh elemen serta yang terpenting adalah sosialisasi bagi Aparat penegak Hukum, mulai dari Kepolisian, Kejaksaan, sampai Hakim. Perlu Kita ketahui bersama bahwasanya kediran KUHP Baru juga tidak terlepas Paradigma Hukum Pidana Modern, yang orientasinya sudah bergeser dari lex stalionis (hukum balas dendam) bergeser pada keadilan korektif, keadilan restotatif, dan keadilan rehabilitatif.
Terlepas dari pro-kontra yang ada berkenaan dengan substansi dari beberapa pasal yang dinilai tidak layak, jika ditelisik lebih jauh tentunya KUHP Baru memiliki keunggulan. Salah satunya adalah penerapan modified delphi system, sehingga ini ada parameter pemidanaan bagi penjatuhan hukuman dengan beberapa indikator ketika akan menjatuhi hukuman.
Kemudian KUHP baru mengakomodir ketika terjadinya Pro-Kontra yang hadir berkenaan hukuman mati di Indonesia, KUHP baru mengakomodir semuanya, dengan adanya alternatif pelaksanaan Pidana, yang tentunya hal ini tidak terlepas dari paradigma hukum pidana modern.
Terakhir penulis ingin menyampaikan, dan ini sependapat dengan pendapatnya Dekan Hukum Fakultas Hukum UI, Prof Edmon Makarim. Jika hanya beberapa pasal yang dinilai tidak layak, jangan satu buku yang dihakimi. Bagaimanapun hadirnya kUHP baru merupakan penantian panjang bangsa Indonesi untuk memiliki produk KUHPnya sendiri, terlebih misi KUHP yang hadir tentunya mempertimbangkan juga kondisi serta putusan-putusab MK yang sudah ada.
Jika dinilai masih ada beberapa pasal yang dinilai tidak layak, tentunya ada mekanisme secara konstitusional yang bisa ditempuh dengan pengujian kepada Mahkamah Konstitusi sebagai guardian of constitution