Lihat ke Halaman Asli

Saepullah

Aku adalah manusia pembelajar, berusaha belajar dan juga berbagi info yang baik untuk perbaikan diri selaku manusia. Melihat info yang kubagikan bisa melalui: https://www.ceritasae.blogspot.com https://www.kompasiana.com/saepullahabuzaza https://www.twitter.com/543full https://www.instagram.com/543full https://www.youtube.com/channel/UCQ2kugoiBozYdvxVK5-7m3w menghubungi aku bisa via email: saeitu543@yahoo.com

"13 Bom di Jakarta", Film Action-Spionage Menegangkan dengan Kisah Investasi Bodong

Diperbarui: 6 Januari 2024   08:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

dok. Visinema

Beberapa kisah yang sering terjadi di Jakarta sungguh menghebohkan negeri Indonesia. Penanganan kasusnya juga masih menjadi tanda tanya. Akhirnya ada sebuah sineas membuat sebuah kisah penanganan BOM tersebut dalam sebuah film, antara lain yaitu film '13 BOM di Jakarta' yang mulai tayang pada akhir Desember 2023 silam.

Melihat judul film tentang BOM, kembali mengingatkan pada kisah di tahun 2016 di Jakarta. Sebuah kisah dengan rentetan ledakan bom beruntut sebanyak 6 kali di Jalan MH Thamrin Jakarta itu akhirnya membuat film ini dengan kisah yang sama yaitu ada sebanyak 13 bom yang akan meledak.

Dengan adanya tragedi pada kisah di tahun 2016 ini, akhirnya film 13 Bom di Jakarta juga memberikan genre baru dalam perfilman di Indonesia yaitu action-spionage. Agar lebih membuat menarik, akhirnya sineas Angga Dwimas Sasongko juga mengemas film 13 Bom di Jakarta ini lebih dramatis dengan epic yang menegangkan.

Kemasan film yang dibuat oleh Angga Dwimas Sasongko ini membangun konflik cerita menjadi puzzle yang ciamik. Adanya dua kubu utama yang membangun film ini membuat susunan puzzle terangkai semakin menegangkan dan penuh intrik. Kubu tersebut yaitu adanya kubu pemerintah dengan adanya Badan Kontra Terorisme Indonesia (ICTA) dan kubu gembong terorisme yang dipimpin oleh Arok (diperankan Rio Dewanto).

Sebagai seorang teroris, tentu saja Arok melakukan ancaman terhadap keutuhan NKRI dengan ledakan BOM setiap delapan jam sekali untuk melancarkan misinya. Setiap bom yang diledakkan akan membuat sensasi menarik untuk ditelaah oleh ICTA. ICTA pun mengutus Emil (diperankan Ganindra Bimo) dan Karin (diperankan Putri Ayunda) untuk menggagalkan teror yang dilancarkan oleh Arok. Emil dan Karin juga berusahan menangkap Arok agar kesatbilan negeri ini terjaga utuh.

Input sumber gambar

Film pun semakin menarik dengan adanya temuan ICTA selain menjurus kepada Arok. Temuan Emil dan Karin mengarah kepada dua orang pelaku starup yang fenomenal yaitu Oscar (diperankan Chicco Kurniawan) dan William (diperankan Ardhito Pramono). Oscar dan William ini menjadi sebuah ciri dari kasus yang terjadi sebenarnya di negeri ini yaitu tentang kasus investasi bodong. Oscar dan William memang pengusaha muda yang bergerak dalam fintech (financial technology). Dengan hadirnya dua pengusaha muda tersebut juga semakin membuat puzzle film semakin menarik. Dengan menambah keseruan film ditambah pula kehadiran wanita pengecoh yang mencuri perhatian yaitu Agnes (diperankan Lutesha).

Film ini bukan sekadar film tentang terorisme yang biasa dilakukan oleh sineas yang sering mengarah kepada agama tertentu. Disini menariknya film ini bahwa terorisme itu bukan hanya terkait kepada agama, namun bisa kepada politik, ekonomi, maupun budaya. Akhirnya film dengan practical effecti ini memberikan pesan bahwa terorisme itu tidak mempunyai agama dan juga agama memang bukan sebagai prinsip dasar untuk menjadi teroris. Film ini memberikan pemahaman bahwa setiap agama tidak pernah mengajarkan kepada adanya terorisme.

Dengan adanya kisah fintech, sineas Angga Dwimas Sasongko memberikan kesan adanya ketidakadilan ekonomi yang tidak berpihak kepada rakyat sipil. Terorisme yang ingin dikemas dalam film ini bahwa perlu adanya kesejahteraan dan kesetaraan bagi masyarakat sipil. Film ini justru memberikan kesan mendalam dengan hadirnya di tengah kancah perpolitikan di masa kampanye pemilu 2024. Ini juga memberikan arti bahwa masyarakat sipil perlu juga untuk diperhatikan. Kenyataan yang selalu terulang yaitu adanya sistem yang korup, oligarki maupun kapitalisme ini sering mengarah kepada terorisme yang berbaju agama. Akhirnya terorisme tidak pernah terlahir jika adanya keberpihakan kepada masyarakat sipil.

Dengan kehadiran fintech berlabel investasi bodong dengan hadirnya Indodax ini memberikan menariknya film meski terkesan memaksakan. Eksekusi dalam kisah fintech Indodax ini memang lebih terasa memaksakan. Tanpa adanya kehadiran Indodax pun sebenarnya sudah bisa terbangun cerita bahwa adanya kelemahan sistem intelijen siber milik ICTA. Ditambah lagi kemasan ICTA yang tidak memiliki pemahaman yang baik terhadap fintech. Kisah memaksakan di sini yaitu adanya ICTA sebagai badan siber yang memiliki ilmu fintech namun memberikan penguatan adanya kelemahan dalam sistem penanganan terorisme ini. Apa ini juga yang dialami oleh negeri ini sehingga demikian adanya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline