Lihat ke Halaman Asli

Saepullah

Aku adalah manusia pembelajar, berusaha belajar dan juga berbagi info yang baik untuk perbaikan diri selaku manusia. Melihat info yang kubagikan bisa melalui: https://www.ceritasae.blogspot.com https://www.kompasiana.com/saepullahabuzaza https://www.twitter.com/543full https://www.instagram.com/543full https://www.youtube.com/channel/UCQ2kugoiBozYdvxVK5-7m3w menghubungi aku bisa via email: saeitu543@yahoo.com

Haruskah Pergulatan Perfilman Berlaga di Bioskop?

Diperbarui: 12 Agustus 2019   10:02

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokpri

Dunia perfilman di Indonesia menjadi seru dengan hadirnya beberapa film berkualitas yang semakin seru dan menggigit. Film-film selalu mengacu kepada bioskop agar bisa menemukan penonton yang sesuai dan pas. 

Film-film saling mengadu keunikan dan selera penonton film di Indonesia. Tentu saja, tujuan utama agar bisa ditonton banyak masyarakat Indonesia yaitu melalui pergulatan di bioskop.

Fenomena film yang tayang di bioskop juga menjadi pergulatan tersendiri dengan para industri film itu sendiri. Bioskop yang XXI misalnya selalu menjadi primadona bagi industri film karena jumlah layarnya yang banyak di Indonesia. Padahal bioskop bukan saja XXI namun masih ada Cinemaxx atau CGV dan banyak lagi lainnya.

Dokpri

Pergulatan di bioskop itu sendiri juga masih berlaku adanya kebijakan bagi bioskop agar film bisa tayang di bioskop, hingga banyak layarnya yang bisa diputar untuk film. 

Bahkan pergulatan di bioskop terutama XXI juga selalu mentargetkan penonton agar ramai ditonton di hari pertama tayang sebuah film di XXI tersebut. 

Jika sedikit maka film yang tayang tersebut bisa berkurang bahkan hilang tak ada lagi tayang. Perebutan kekuasaan penonton ini kadang juga bermain beberapa industri film yang menyewa buzzer di hari pertama agar filmnya bisa tayang melebihi batas minimal agar bisa terus tayang di hari berikutnya. Sebuah ironi tersendiri.

Namun, ada kalanya sebuah film juga mentargetkan filmnya bisa ditonton khalayak dengan bergerilya ke satu daerah ke daerah lain tanpa harus lewat bioskop. 

Ini sebuah keunikan tersendiri bagi industri film agar roda perekonomiannya bisa berjalan mulus. Beberapa film yang mengambil langkah ini seperti film Wage, Iqro dan lain sebagainya.

Dokpri

Dibalik dari untuk ditonton oleh khalayak, ada kalanya juga para industri film membuat film untuk bisa hadir dalam sebuah festival, seperti film Marlina kisah dalam empat babak, dan lain sebagainya. 

Film dengan mengambil langkah untuk film festival, lebih mengutamakan sisi sinematis dan pengambilan gambar yang baik, bahkan dari segi cerita juga dipertimbangkan dengan sebaiknya.

Dengan pergulatan itu semua, setiap hadirnya film memang dimaksudkan untuk menyebarkan pesan kebaikan. Pesan ini harus masuk ke dalam penonton dengan sebaiknya agar bisa menjalani kehidupan lebih baik lagi. 

Nah, menjadi PR besar jika beberapa film yang bagus dan mengambil pesan yang baik kecil peminatnya. 

Namun sebaliknya dengan film yang menurut saya pesannya kurang bahkan tidak ada tapi memiliki banyak penonton. Disinilah pergulatan itu terjadi.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline