Lihat ke Halaman Asli

Saepullah

Aku adalah manusia pembelajar, berusaha belajar dan juga berbagi info yang baik untuk perbaikan diri selaku manusia. Melihat info yang kubagikan bisa melalui: https://www.ceritasae.blogspot.com https://www.kompasiana.com/saepullahabuzaza https://www.twitter.com/543full https://www.instagram.com/543full https://www.youtube.com/channel/UCQ2kugoiBozYdvxVK5-7m3w menghubungi aku bisa via email: saeitu543@yahoo.com

Wage, Kisah "Noir" Komponis Indonesia Raya

Diperbarui: 29 Oktober 2017   06:29

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebuah adega film (dok. Opshid media)

Bangunlah jiwanya, bangunlah badannya, untuk Indonesia Raya

Sudah mendengar bait lagu Indonesia Raya diatas bukan? (Udah donk ya..) Bait tersebut merupakan sebuah perjuangan karya dari Wage Supratman. Dan, pada saat penciptaan awal film lagu Indonesia Raya diciptakan dengan 3 stanza yang kini mulai digalakkan kembali oleh Kemdikbud untuk dinyanyikan lengkap secara utuh. Di hari Sumpah Pemuda, saya berkesempatan untuk hadir dalam special screening film tersebut.

Wage (diperankan oleh Rendra Bagus Pamungkas) merupakan seorang pahlawan di Indonesia yang memperjuangkan kemerdekaan dengan sisi yang berbeda. Wage yang berdasarkan literatur tidak sering terlihat wajahnya karena memang bukan pejuang fisik yang bisa dilihat oleh kasat mata. Namun, Wage adalah pejuang Indonesia dari sisi seni yaitu pencipta lagu kebangsaan Indonesia Raya.

poster Wage (dok. Opshid Media)

Film Wage merupakan sebuah 'noir' dari kisah Wage itu sendiri. Film yang diproduksi oleh Opshid Pictures sebagai antagonis yaitu Wage dan protagonisnya yaitu Frits yang merupakan polisi Belanda. Mengapa Frits sebagai tokoh utama dari film ini? Karena pada masa itu Indonesia belum merdeka, dan Frits merupakan pembela Belanda sedangkan Wage dianggap sebagai pemberontak negara Belanda demi kemerdekaan Indonesia.

Sisi lain yang begitu unik dan menjadi masa kejayaan bangsa ini yaitu hadirnya lagu Indonesia Raya. Lagu ini mulai diperdengarkan pada 28 Oktober 1928 pada masa kongres pemuda II. Perdebatan tentang hadirnya lagu Indonesia Raya saat kongres pemuda II juga begitu tertata apik saat Wage memainkan biolanya dengan sangat menawan, meskipun tidak boleh ada syair yang keluar saat permainan biola tersebut. Hal ini dikarenakan masa kongres pemuda II dijaga ketat oleh Belanda.

Syair demi syair yang terlantun dalam lagu Indonesia Raya merupakan sebuah pemikiran dan perenungan panjang dari seorang Wage. Yang bisa kita dendangkan hingga hari ini yaitu lagu Indonesia Raya dengan versi 1 stanza. Dan beberapa hari belakangan dan juga berdasarkan film Wage ini akhirnya lagu tersebut dinyanyikan dengan versi lengkap yaitu 3 stanza berdasarkan intruksi dari kemendikbud.

Permainan apik semakin berjalan mulus tanpa ada hambatan. Scene demi scene pun tertata apik. Begitulah sebuah karya panjang dari John de Rantau yang mulai debut barunya pada tahun 2017 ini sebagai produser dan sutradara setelah lima tahun tak menghasilkan karya.

Dalam film ini Wage diawali dengan 'noir' saat kecil yang memang begitu kelam, hingga kematiannya di tahun 1938 yang mengidamkan kemerdekaan pun ditampilkan begitu 'noir' dalam karya berdurasi 120 menit ini. Namun, semangat dan cita-citanya mengidamkan Indonesia merdeka sungguh terasa dan hidup. Begitulah Film ini memberikan pesan untuk membangkitkan semangat bangsa Indonesia yang di tengah gejolak situasi saat ini.

Film Wage yang begitu lama dan membuat sedikit mengantuk karena sisi sejarah yang ditampilkan dengan seni sehingga membuat kehati-hatian dalam menonton film ini. Kisah demi kisah terjalin kuat antara peran Wage dan Frits yang berkejar-kejaran. Sisi lain dari sisi Wage sebenarnya bukan saja karena hidupnya yang menjadi seorang komponis biasa, namun lebih kepada Wage yang juga seorang jurnalis dan penulis juga. Di film ini ditampilkan begitu gamblang perjuangan Wage dalam menghasilkan karya Indonesia Raya dengan riset yang begitu unik nan ciamik. Dan dalam menghasilkan karya bukunya Perawan Desa untuk diterbitkan, sebuah roman sejarah yang memantik semangat bangsa kala itu juga menarik dalam pengadeganan. (ada yang punya bukunya?? Sulit seprtinya untuk mendapatkanya) Bahkan karya lain dari Wage yang belum sempat diterbitkan yaitu Darah Muda dan Kaum Fanatik.

Ohya,, kabarnya film kelanjutan dari Wage lewat roman Perawan Desa akan difilmka pula oleh John de Rantau loh.. wait and see ya...

Lanjut ke sisi film lainnya yaitu Kenapa Indonesia raya perlu dinyanyikan dengan 3 stanza? Hal ini karena pada stanza dua dan stanza ketiga terdapat doa dan sebuah makna perjuangan loh..

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline