Musim kemarau pada akhir-akhir ini cukup terasa sangat panas, hal itu terasa sampai di kawasan Bandung. Berdasarkan prediksi BMKG, musim kemarau pada tahun 2023 cukup panjang dan cenderung kering.
Badan meteorologi, klimatologi dan Geofisika ( BMKG ) memprediksi musim kemarau terjadi mulai akhir bulan Mei hingga akhir bulan September. BMKG meminta masyarakat agar waspada bersama bahwa karena saat ini Indonesia tengah beralih dari musim hujan ke musim kemarau. Hal ini di sampaikan oleh kepala pusat layanan iklim terapan BMKG, Ardhasena Sopaheluwaka, dalam program profit di CNBC Indonesia.
Sena juga menjelaskan mengapa sebagian masyarakat masih merasakan cuaca panas di beberapa wilayah Indonesia, pihaknya menjelaskan bahwa ini menjadi suatu siklus yang biasa dan terjadi setiap tahun. Penyebabnya karena suhu panas yang terjadi sekarang merupakan fenomena akibat adanya gerak semu matahari. Potensi suhu udara panas seperti itu dapat berulang pada periode yang sama setiap tahunnya.
Siklus tahunan tersebut berdampak pada wilayah Jawa, di mana temperatur tersebut berdampak pada wilayah Jawa, di mana temperatur sedikit naik pada bulan April dan Mei, lalu suhu kembali memuncak di bulan Oktober. Pada bulan selain itu, temperatur akan turun.
Lanjut Sena, bahwa Indonesia merupakan negara tropis dan temperatur itu akan berada di sekitar 30 - an derajat Celcius, relatif konstan.
Musim kemarau berdampak pada kekeringan terhadap air banyak tempat yang ada di kawasan Bandung wetan, lebih tepatnya di kawasan RW 09 kelurahan Tamansari, kecamatan Bandung wetan, kabupaten Bandung. Salah seorang warga, yang bernama ibu Halimah, beliau setiap hari rutin mengambil air di masjid yang ada di kawasan tersebut karena air sumur nya dalam kondisi kering. Selain ibu Halimah banyak warga yang mengambil air, bahkan mereka menggali lubang kecil yang masih terdapat cukup air didalamnya " biasanamah ngala cai teh ti sumur, Ngan ayeunamah atos teu aya caina " ungkap ibu Halimah.
Selain kekeringan pada musim kemarau, dampak kebakaran hutan dan lahan tak luput pada musim kemarau, kebakaran hutan yang banyak terjadi di wilayah pulau Jawa berdampak kerugian dan kerusakan terhadap lingkungan, dari pemberitaan yang ramai di perbincangkan, sewaktu kejadian di gunung Bromo.
Kejadian yang sangat luar biasa di karenakan sebatang plare pada saat sesi pemotretan. Dapat menimbulkan kebakaran yang cukup luas, banyaknya ilalang kering menimbulkan kebakaran yang cukup meluas, bahkan kerugian yang di timbulkan cukup besar, menurut Balai Besar Taman Nasional Bromo Tengger Semeru ( BB TNBTS) menyebutkan, nilai kerugian akibat kebakaran gunung Bromo mencapai Rp 5,4 miliar. Dari data perhitungan sementara sementara dampak kebakaran pada tanggal 6 hingga 10 September 2023, biaya terbesar di habiskan untuk pemulihan ekosistem
Diketahui, kebakaran kawasan Bromo karena ulah rombongan Prewedding yang membawa Flare. Percikan api dari Flare mengenai rumput kering hingga api merembet dan membakar 504 hektare lahan.
Hal itu diungkapkan kepala Balai besar TNBTS Hendro Widjanarko kepada wartawan Detik Jatim " untuk dampak sudah kita hitung estimasi ( sementara) sekitar Rp 5, 4 miliar. Itu dari biaya pemadaman, kemudian nanti kerugian kehilangan habitat satwa dan biaya pemulihan ekosistem"