Lihat ke Halaman Asli

Saepul Alam

International Geopolitics Specialist

Mengapa Politisi Sering Playing Victim?

Diperbarui: 7 Januari 2025   15:09

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Foto Politisi (Sumber: Surakarta Daily))

Dalam dunia politik, strategi memainkan peran penting dalam memengaruhi persepsi publik dan membangun dukungan. Salah satu taktik yang sering digunakan adalah playing victim, yaitu strategi di mana politisi secara sengaja memosisikan diri sebagai korban situasi tertentu. Strategi ini tidak hanya mencerminkan upaya untuk meraih simpati publik, tetapi juga memiliki konsekuensi terhadap pola komunikasi politik dan dinamika sosial.

Fenomena ini tidak hanya terjadi di satu negara atau wilayah tertentu, tetapi juga dapat ditemukan di berbagai belahan dunia. Namun, mengapa politisi sering menggunakan strategi ini, dan bagaimana efeknya terhadap masyarakat dan sistem politik? Artikel ini akan membahas alasan-alasan di balik perilaku ini, contoh-contohnya, serta dampaknya dalam konteks sosial dan politik.

Apa Itu Playing Victim?

Menurut Schlenker (1980), playing victim adalah perilaku yang bertujuan untuk menciptakan persepsi bahwa seseorang telah dirugikan oleh pihak lain. Dalam konteks politik, strategi ini sering digunakan untuk memperoleh keuntungan emosional, seperti simpati, dukungan, atau pembenaran atas tindakan tertentu.

Dari perspektif komunikasi politik, playing victim dapat didefinisikan sebagai "penggunaan narasi emosional untuk memosisikan diri sebagai pihak yang teraniaya dengan tujuan membentuk persepsi publik" (Jamieson & Cappella, 1997).

Menurut teori atribusi (Heider, 1958), individu cenderung mencari penyebab dari perilaku dan kejadian yang mereka alami. Dalam konteks politisi, playing victim digunakan untuk mengalihkan perhatian dari tanggung jawab pribadi dengan menempatkan penyebab masalah pada pihak lain. Hal ini bertujuan untuk mengurangi persepsi negatif publik terhadap diri mereka.

Dalam kajian politik, teori framing (Entman, 1993) menjelaskan bahwa cara sebuah isu disampaikan kepada publik dapat memengaruhi bagaimana isu tersebut dipahami. Playing victim adalah salah satu bentuk framing di mana politisi berusaha mengarahkan opini publik dengan membingkai diri mereka sebagai pihak yang dirugikan oleh keadaan atau lawan politik.

Strategi ini sering disertai dengan retorika emosional yang dirancang untuk membangun rasa solidaritas dengan kelompok pendukung, sekaligus menciptakan kesan bahwa pihak lawan adalah sumber dari ketidakadilan atau masalah.

Mengapa Politisi Menggunakan Strategi Playing Victim?

1. Membangun Simpati Publik

Salah satu alasan utama politisi menggunakan strategi ini adalah untuk mendapatkan simpati dari masyarakat. Dengan memosisikan diri sebagai korban, mereka berharap publik akan merasa kasihan dan mendukung mereka. Simpati publik sering kali diterjemahkan menjadi dukungan politik, yang sangat berharga, terutama selama masa kampanye atau saat menghadapi kritik keras.

Menurut Manheim (2011), simpati publik adalah modal politik yang dapat meningkatkan elektabilitas dan membangun loyalitas pemilih. Ketika politisi menggambarkan diri mereka sebagai korban, mereka berusaha menciptakan hubungan emosional dengan masyarakat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline