Hukum pidana Islam, yang dikenal sebagai fiqh jinayah, adalah cabang ilmu hukum Islam yang mengatur tindakan-tindakan yang dianggap sebagai kejahatan serta hukuman yang menyertainya. Dalam hukum pidana Islam, setiap tindak pidana memiliki unsur-unsur tertentu yang harus dipenuhi sebelum seseorang dapat dinyatakan bersalah dan dikenai sanksi. Unsur-unsur ini tidak hanya berkaitan dengan aspek lahiriah dari tindak pidana, tetapi juga mencakup dimensi moral, niat, dan keadaan pelaku. Artikel ini akan membahas secara mendalam unsur-unsur tindak pidana dalam perspektif hukum pidana Islam, memberikan gambaran tentang bagaimana syariah mengatur keadilan dan perlakuan terhadap tindak kejahatan.
Konsep Dasar Tindak Pidana dalam Hukum Islam
Dalam hukum Islam, tindak pidana disebut sebagai jarimah. Jarimah secara umum merujuk pada perbuatan yang dilarang oleh syariah dengan ancaman hukuman tertentu. Larangan ini bertujuan untuk menjaga maqashid syariah atau lima tujuan utama syariat, yaitu perlindungan terhadap agama, jiwa, akal, keturunan, dan harta.
Jenis-jenis tindak pidana dalam hukum Islam terbagi menjadi tiga kategori utama:
- Hudud: Kejahatan yang hukumannya telah ditentukan oleh Allah dalam Al-Qur'an atau Hadis, seperti zina, pencurian, dan minum khamr.
- Qishash dan Diyat: Kejahatan yang berkaitan dengan pelanggaran terhadap nyawa atau anggota tubuh orang lain, seperti pembunuhan dan penganiayaan.
- Ta'zir: Kejahatan yang hukumannya diserahkan kepada kebijakan hakim atau otoritas pemerintah, seperti penipuan atau korupsi.
Unsur-Unsur Tindak Pidana dalam Hukum Pidana Islam
Agar suatu perbuatan dapat dikategorikan sebagai tindak pidana dalam hukum Islam, ada beberapa unsur yang harus dipenuhi. Unsur-unsur ini dibagi menjadi Unsur-unsur tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:
Unsur Formal (Al-Rukn Al-Syar'i)
Unsur formal merujuk pada keberadaan nash yang melarang perbuatan-perbuatan tertentu dan menyertakan ancaman hukuman atas perbuatan-perbuatan tertentu. Dalam konteks hukum positif, prinsip ini dikenal dengan asas legalitas, yang dijelaskan dalam pasal 1 ayat 1 KUHP. Pasal tersebut menyatakan bahwa suatu perbuatan tidak dapat dianggap melanggar hukum, dan pelakunya tidak dapat dikenai sanksi sebelum adanya peraturan yang mengatur perbuatan tersebut.
Diperlukan ketentuan syara atau nash yang menyatakan bahwa perbuatan yang dilakukan dapat dihukum atau mengandung ancaman hukuman. Pentingnya unsur ini terletak pada keharusan adanya nash sebelum perbuatan dilakukan, bukan sebaliknya. Jika aturan tersebut muncul setelah perbuatan terjadi, aturan tersebut tidak dapat diterapkan.
Prinsip yang mengandung unsur ini adalah tidak ada perbuatan yang dianggap melanggar hukum dan tidak ada hukuman yang dijatuhkan kecuali adanya ketentuan nash. Ada juga kaidah lain yang menyatakan tidak ada perbuatan bagi mukallaf sebelum adanya ketentuan nash. Maka dalam hal ini berlakulah kaidah-kaidah berikut: