Demokrasi merupakan sistem pemerintahan yang didasarkan pada partisipasi aktif rakyat dalam pengambilan keputusan politik. Namun, perkembangan politik belakangan ini menunjukkan adanya ancaman serius terhadap integritas demokrasi, salah satunya melalui praktik money politik.
Money politik, atau politik uang, merujuk pada penggunaan dana secara tidak etis atau ilegal dalam proses politik untuk memengaruhi pemilih atau mendapatkan keuntungan politik.
Menggunakan praktik money politik sebagai alat untuk meraih kekuasaan merupakan tindakan yang dapat merusak demokrasi yang seharusnya dibangun dengan prinsip kejujuran dan kesetaraan.
Kompetisi politik yang sehat dan beretika, dengan semangat sportif untuk tunduk pada prosedur dan aturan bermain yang adil, terbuka, dan jujur, akan sulit terwujud jika budaya money politik diterapkan untuk meraih kekuasaan politik.
Keberadaan budaya money politik membuka pintu lebar-lebar bagi politisi yang terlibat dalam kompetisi ini untuk terjerumus dalam tindakan korupsi setelah mereka terpilih.
Transaksi politik yang melibatkan jumlah uang yang besar akan mempengaruhi mereka untuk menyalahgunakan kekuasaan yang diperoleh guna mengembalikan investasi uang yang telah digunakan selama kampanye.
Semakin besar jumlah uang yang terlibat dalam politik uang atau money politik, maka potensi korupsi yang dapat terjadi setelah mereka terpilih juga semakin meningkat.
Dalam konteks pemilu, hasil mekanisme demokrasi dapat mengecewakan karena mayoritas rakyat memiliki tingkat pendidikan rendah. Sebagian elit politik lebih mementingkan diri dan kelompoknya, sehingga terjadi manipulasi dan mobilisasi massa yang kurang berpengetahuan.
Keadaan ini diperparah dengan memanfaatkan kemiskinan rakyat melalui money politik, sehingga hak dan kedaulatan rakyat, yang seharusnya menjadi inti dari demokrasi, direnggut oleh elit politisi dengan menggunakan senjata uang.
Praktik jual beli suara menyebabkan penurunan nilai-nilai demokrasi, melemahkan legitimasi proses pemilu, dan mengurangi akuntabilitas politik (vertikal) antara politikus dan pemilih. Selain itu, hal ini menciptakan politikus yang cenderung korup.