Lihat ke Halaman Asli

Saepul Alam

Mahasiswa

Proxy War

Diperbarui: 30 Juli 2023   20:55

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Nursyam Center

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, perang telah mengalami perubahan dalam sifat dan karakteristiknya. Saat ini, kemungkinan terjadinya perang konvensional antara dua negara semakin kecil. Di era masa kini, perang yang muncul dan menjadi perhatian bagi Indonesia adalah Perang Proxy (Proxy War). Perang ini tidak menggunakan kekuatan militer secara langsung, melainkan melalui berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti politik, ekonomi, sosial, budaya, dan bidang lainnya. Indonesia dihadapkan pada tantangan ini di masa yang akan datang.

Peperangan masa depan adalah salah satu bentuk konflik dalam spektrum perang yang telah dikenal. Jenis perang ini merupakan pendekatan relatif baru yang akan terus berkembang. Peperangan masa depan ini bersifat total, di mana segala cara dan sarana dianggap sah untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Pendekatan ini sesuai dengan teori Mao Tse Dong yang menyatakan bahwa untuk mencapai tujuan perang, segala cara dan sarana dapat digunakan tanpa mempertimbangkan aspek moral dan berkembangnya kebencian.

Yang jelas, peperangan masa depan tidak mengikuti pola yang sama seperti perang konvensional. Tidak ada garis depan atau batasan yang kaku. Perang konvensional umumnya bergantung pada kecanggihan mesin dan teknologi perang, yang seringkali membutuhkan biaya yang besar. Hal ini mengarah pada munculnya konsep perang baru, yaitu perang Proxy atau Proxy War. Dalam perang Proxy, terjadi konfrontasi antara dua kekuatan besar dengan menggunakan pihak-pihak pengganti atau sekutu untuk menghindari konfrontasi langsung dengan alasan mengurangi risiko konflik langsung yang dapat berakibat pada kehancuran yang fatal.

Meskipun perang ini tidak langsung berdampak pada kedua negara yang terlibat, sistem perang ini juga dimanfaatkan untuk melawan 'sekutu' musuh atau membantu sekutu mereka dalam melawan musuh-musuh mereka. Dalam sistem perang ini, diharapkan bahwa pihak ketiga yang terlibat tidak memicu perang skala penuh selama konflik berlangsung. Tahapan dari Proxy War terdiri dari:

Infiltrasi

Pada tahap Infiltrasi, dilakukan upaya infiltrasi melalui berbagai bidang seperti intelijen, militer, pendidikan, ekonomi, ideologi, politik, sosial budaya, kultur, dan agama. Kerjasama dan bantuan diberikan dalam berbagai bidang, termasuk pemanfaatan media dan informasi. Tahap ini merupakan bentuk penjajahan paradigmatik yang dimulai dengan memberikan tekanan dan paksaan terhadap negara sasaran untuk mengadopsi isu-isu global sebagai sistem nilai, norma, dan kepentingan universal. Isu-isu tersebut mungkin tidak selaras bahkan bertentangan dengan nilai-nilai negara sasaran, tetapi bertujuan untuk mengadvokasi kepentingan aktor yang terlibat.

Eksploitasi

Pada tahap ini, dilakukan eksploitasi dengan cara melemahkan dan menguasai berbagai bidang seperti intelijen, angkatan bersenjata, ekonomi, politik, budaya, dan ideologi, termasuk sektor pendidikan. Semua aspek ini sebenarnya merupakan pilar-pilar kekuatan suatu negara. Kegiatan intelijen dilakukan melalui upaya penggalangan terhadap kelompok tertentu untuk mempersiapkan aksi-aksi yang dapat menimbulkan konflik nasional, yang pada akhirnya akan menghambat kemajuan pembangunan nasional. Selain itu, pada tahap ini juga dilakukan pembentukan sel-sel perlawanan di negara sasaran. Tahap ini merupakan kelanjutan dari tahap sebelumnya yang bertujuan untuk mematangkan situasi dan kondisi yang telah diciptakan, sehingga memungkinkan langkah menuju tahap berikutnya.

Politik Adu Domba

Pada tahap ini, terjadi politik adu domba di mana Kekuatan Asing melakukan upaya melalui agen-agen mereka, termasuk individu atau tokoh yang mungkin menyadari atau bahkan tidak menyadari bahwa mereka digunakan oleh kekuatan asing tersebut, serta media dan sarana lainnya. Tujuan dari tindakan ini adalah untuk menciptakan kekacauan, kekerasan, dan konflik horizontal yang melibatkan perbedaan suku, agama, ras, dan golongan. Selain itu, politik adu domba ini bertujuan untuk memicu perang saudara. Upaya ini dilakukan agar muncul keinginan untuk memisahkan diri dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) atau mendorong tindakan separatisme. Tahap ini biasanya dimulai dengan meningkatnya pemberontakan dan pada akhirnya, dapat menyebabkan pertikaian antar anak bangsa serta memicu terjadinya perang saudara.

Cuci Otak

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline