Lihat ke Halaman Asli

Saepul Alam

Mahasiswa

Memasuki Dunia Arena Geopolitik Perang Dingin 2.0

Diperbarui: 3 Februari 2024   15:53

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

sumber gambar: Kompas.com

Setelah Perang dingin 1.0 yang terjadi pada periode tahun 1947-1991 yang membagi dunia dalam dua pengaruh kekuatan super power yaitu di Blok Timur yang dipimpin Uni Soviet dan Blok Barat dipimpin Amerika Serikat. Kemudian, setelah Uni Soviet runtuh pada tahun 1991 secara otomatis menyisakan satu kekuatan besar yaitu Amerika Serikat dan sekutunya yang menghegemoni dunia dalam beberapa dekade. 

Namun, hal tersebut tidak berselang lama, beberapa tahun kemudian pasca Uni Soviet runtuh, Rusia dan China menjelma menjadi New Uni Soviet di era modern dengan pertumbuhan ekonomi dan militer yang berkembang secara signifikan. 

Sehingga hal tersebut mengubah percaturan geopolitik global kembali memanas. Hal ini ditandai dengan beberapa konflik di berbagai kawasan misalnya pertarungan geopolitik di Laut China Selatan, Timur Tengah, dan Eropa Timur (Ukraina).

Apabila ditinjau dari geostrategi dan eskalasi yang terjadi pola politik perang dingin 2.0 memiliki beberapa kemiripan, sehingga perang dingin 2.0 disebut juga sebagai reinkarnasi perang dingin 1.0, meskipun demikian motif utama konflik bergeser dari perang Idiologi ke perang dagang. 

Namun, secara Substantif apa yang dimaksudkan perang dingin tersebut tetap saja bermuara pada upaya negara-negara super power untuk penguasaan sumber daya alam, posisi geopolitik strategis, perebutan pasar, dan penguasaan koneksivitas strategis jalur perdagangan dunia.

Hegemoni China di Laut China Selatan semakin tak terbendung. Sehingga, Amerika Serikat terus menggalang sekutunya dengan membentuk aliansi militer strategis yang disebut AUKUS (Australia, United Kingdom, dan United State of America), 

sementara Tiongkok tetap tidak bergeming dengan klaim teritorialnya secara sepihak melalui Nine Dash Line atau Sembilan garis putus-putus yang menjadi suatu konsepsi penguasaan teritorial di Laut China Selatan atas dasar legitimasi historis di wilayah yang sangat penting dalam perdagangan dunia tersebut. 

Nine Dash Line pun menjadi pintu gerbang bagi Tiongkok di dalam menjalankan seluruh konsepsi One Belt One Road (OBOR) yang berhadapan langsung dengan US Pasific Command yang akhirnya bermuara pada Trans Pacific Partnership yang didesain untuk membendung pengaruh Cina melalui perang dagang antara Amerika Serikat dan Cina.

Selain itu, eskalasi konflik di timur tengah juga semakin memanas. Konflik ini dipicu oleh berbagai hal diantaranya Pertarungan kepemimpinan diantara negara-negara di timur tengah yang di picu perbedaan madzhab (Sunni vs Syi'ah), klaim territorial, perebutan sumber energy strategis yaitu minyak dan gas yang melimpah dikawasan tersebut. 

Konflik menjadi semakin meruncing ketika terjadi intervensi dari negara-negara besar yang semuanya bertarung dalam narasi yang berbeda, namun intinya sama yaitu memperebutkan sumber daya alam dan hasrat untuk menunjukkan hegemoni negara melalui kekuatan militernya. Hasilnya, dua kekuatan besar kini saling berhadapan. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline