Pada dasarnya perceraian adalah hak dari masing-masing pasangan yang telah menikah dan di tengah jalan mengalami disharmonisasi. Namun, perceraian bukannya tanpa risiko, apalagi bagi mereka yang telah memiliki anak, perceraian akan langsung berdampak terhadap mentalitas anak.
Seorang ulama pendidikan Islam kelahiran Halab, Suriah, Abdullah Nashih Ulwan menulis satu kitab tentang pendidikan berjudul Tarbiyatul Aulad fil Islam, diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia menjadi Pendidikan Anak dalam Islam.
Dalam satu bagian di kitab itu, Ulwan mengemukakan bahwa perceraian merupakan salah satu penyebab atau faktor kenakalan anak. Kata yang digunakan adalah Anhiraf, Penerbit Pustaka Amani mengartikannya dengan "kenakalan", namun kata itu dapat juga diartikan sebagai "penyimpangan"--jika merujuk kepada Kamus Al-Mufid karangan Zaid Husein Al-Hamid.
Menurut Ulwan, kenakalan disebabkan oleh kebosanan anak yang hidup di dalam rumah tangga tidak harmonis, terdapat percekcokan antara ayah dan ibunya. Kebosanan atau kejenuhan itu membuat anak lebih menyenangi pergaulan di luar rumah, lebih nyaman bersama teman-temannya ketimbang orang tua.
Terlebih pada kasus di mana anak yang hidup bersama ibu yang diceraikan suaminya, lantas menikah lagi dengan lelaki lain. Anak akan cenderung frustasi dan kurang nyaman hidup bersama ayahnya yang baru. Hal ini juga tampak pada penelitian Francis Fukuyama yang dibukukan dalam The Great Disruption.
Abdullah Nashih Ulwan ingin mengingatkan kita, bahwa perceraian bukan hanya bagian dari perkara rumah tangga, tetapi juga bagian dari perkara pendidikan anak.
Oleh sebab itu, segera memutuskan perceraian tanpa mempertimbangkan masa depan anak, merupakan bentuk keteledoran kedua orang tua terhadap pendidikan anak.
Kehadiran orang tua sangat berarti bagi anak. Salah satu penyebab kenakalan anak bagi Ulwan adalah kurangnya waktu senggang bersama anak. Ia menganjurkan supaya orang tua atau pendidik menyediakan waktu tertentu untuk menemani anak bermain dan berlatih--ia memberi contoh bela diri, menunggang kuda, serta aktivitas lain untuk mengisi waktu senggang.
Arti kehadiran orang tua bagi anak, digambarkan oleh sebuah syair yang dikutip oleh Abdullah Nashih Ulwan berikut ini:
"Bukanlah anak yatim itu adalah anak yang kedua orang tuanya telah selesai menanggung derita // hidup (mati) dan meninggalkannya sebagai anak yang hina // tetapi anak yatim itu adalah yang mendapatkan // seorang ibu yang menelantarkannya atau seorang bapak yang sibuk (tidak menghiraukannya)."