Lihat ke Halaman Asli

Subsidi BBM Adalah Pemborosan, Segera Cabut Subsidi Karena Kami Siap Hidup Mandiri!

Diperbarui: 17 Juni 2015   08:42

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1427857189114538799

[caption id="attachment_376127" align="aligncenter" width="673" caption="ilustrasi: www.kaskus.co.id"][/caption]

Trilyunan rupiah yang digelontorkan untuk subsidi BBM ini dapat dipandang sebagai suatu pemborosan. Sama saja dengan menghambur-hamburkan uang pada titik yang tidak tepat sasaran. Padahal uang subsidi itu sebetulnya bisa dipakai untuk hal-hal lain yang lebih bermanfaat. Misalnya; pembangunan infrastruktur, biaya peningkatan kualitas pendidikan, dan perbaikan pelayanan kesehatan.

Sebab itulah, niat untuk mengurangi (dan pada akhirnya menghilangkan) subsidi BBM dapat dimengerti serta dipahami oleh akal yang bersih, jernih, dan sehat. Usaha ke arah sanapun pelahan tetapi pasti sudah mulai dilakukan oleh pemerintahan Joko Widodo. Harga BBM dalam negeri yang naik-turun naik-turun mengikuti harga minyak dunia adalah salah satu bukti bila pemerintah benar-benar serius hendak membuat rakyat semakin mandiri.

Rakyat yang selama ini dimanjakan dengan kebijakan subsisi BBM, mulai disadarkan bahwa perilaku selalu minta untuk disuapimerupakan sifat kekanak-kanakan yang sangat tidak mendidik. Rakyat harus didewasakan supaya lebih menyadari kalau tangan menengadah ke atas merupakan sifat dari orang-orang pemalas saja. Bila ingin hidup sejahtera, berusahalah sebaik-baiknya dan bukan dengan cara meminta sebanyak-banyaknya. Mungkin begitulah pesan tersirat yang hendak disampaikan.

Boleh-boleh saja pemerintah punya keinginan untuk membuat rakyat lebih mandiri. Malahan, bukan cuma sekedar boleh melainkan sudah merupakan suatu keharusan bagi pemerintah untuk mewujudkan cita-cita luhur dan semulia ini. Memberi kail dan umpan lebih bermanfaat untuk dilakukan ketimbang langsung memberiikan.

Rakyat harus mulai membiasakan dirinya untuk menghadapi harga BBM yang sering gonta-ganti. Kenaikan harga-harga sembako sebagai imbas dari ketidakstabilan harga BBM dalam negeri akibat mengacu pada harga minyak dunia, adalah konsekuensi yang mesti diterima oleh rakyat. Kecemasan, ketidakpastian, dan kebingungan dalam menghadapi situasi yang serba tidak menentu ini, diharapkan agar secepat-cepatnya rakyat bisa beradaptasi.

Tapi, benarkah kebijakan pencabutan subsidi BBM benar-benar kebijakan yang bijak untuk segera dilakukan dengan kondisi rakyat seperti sekarang ini? Sedemikian daruratkah untuk selekasnya dilaksanakan?

Sebenarnya tak ada yang salah dengan kebijakan pemerintah tentang penghapusan subsidi BBM. Namun pelaksanannya yang serta-merta dan terkesan tergesa-gesa menimbulkan dampak psikologis yang luas di masyarakat. Sedari dulu telah jadi tradisi, bahwa naiknya harga BBM akan diikuti oleh kenaikan harga-harga yang lain. Bilapun pemerintah hendak mengubah cara pandang demikian di masyarakat tentunya syah-syah saja untuk dilakukan. Hanya saja, sudah tepatkah waktunya untuk diterapkan?

Sementara, PR pemerintah lainnya yang lebih penting dan darurat untuk segera ditangani malah terabaikan. Kasus-kasus korupsi misalnya. Bukankah Masalah korupsi di tanah air sudah sedemikian akutnya terjadi di negeri tercinta kita ini? Alih-alih hendak menguatkan KPK, para pimpinannya pun justru terancam di bui satu persatu karena beberapa dari mereka sudah menyandang status tersangka setelah sebelumnya memberi status tersangka pada seseorang. Selanjutnya pelimpahan kasus BG dari KPK ke Kejaksaan Agung apapun alasan dan argumennya tentu telah melukai hati rakyat. Masih belum cukup, Menkumham kemudian malah mewacanakan remisi bagi para terpidana korupsi. Dalihnya, terpidana lain saja punya hak untuk remisi lalu mengapa terpidana korupsi tidak?

Kalau saja Pemerintahan Jokowi memprioritaskan terlebih dahulu penyelesaian-penyelesaian kasus korupsi dengan baik, selekas-lekasnya merealisasikan penanganan-penanganan secara efektif terkait status darurat narkoba yang telah dikumandangkan, rakyat pasti akan percaya terhadap setiap kebijakan yang dibuat sebesar-besarnya akan ditujukan untuk kesejahteraan dan kebaikan bersama. Akan tetapi, manakala pemerintah terkesan menerapkan standar ganda dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang ada, maka sesuatu yang wajar bila rakyat sedikit demi sedikit terkikis kepercayaannya kepada para penentu kebijakan di negeri ini.

Oleh karena itulah, mumpung belum terlambat, masih ada waktu bagi pemerintah untuk banting setir dengan memprioritaskan penyelesaian kasus-kasus yang melibatkan oknum-oknum nakal yang merugikan negara ketimbang tergesa-gesa mencabut subsidi yang bermanfaat bagi hajat hidup orang banyak meski dianggap sebagai pemborosan. Bercita-cita membuat rakyat mandiri itu bagus, tapi mengupayakan dengan cara yang menyenangkan pada waktu yang tepat tentu itu lebih bagus lagi.

Lagian membuat rakyat senang sebenarnya juga gampang. Tangkap para koruptor, Bandar narkoba, penghisap uang rakyat, lalu hukum dengan hukuman seberat-beratnya. Hapus hak remisi, dan berlakukan hukuman mati. Rakyat dijamin hatinya senang. Dan kalau rakyat senang pasti akan melaksanakan semua kebijakan yang ditawarkan pemerintah dengan hati dan perasaan riang. Rakyat meyakini, meski hak-haknya ada yang berkurang tapi semua yang dilakukan untuk tujuan kebaikan.

Hal demikian berbeda tentunya bila pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan yang dirasakan amat memberatkan rakyat, tapi dalam waktu yang sama melihat adanya keputusan-keputusan memihak dan meringankan para pelaku tindak kejahatan yang merugikan negara dan rakyat. Kalau ini yang betul terjadi, bagaimana rakyat akan mempercayai?

Bukti keseriusan dari pemerintahlah yang dibutuhkan rakyat saat ini. Menghindari wacana-wacana maupun keputusan yang penuh kontroversi merupakan solusi tepat untuk meraih kembali hati dan simpati dari rakyat. Tak perlu mengemukakan argumen bertele-tele yang ujung-ujungnya hanya pembenaran dan pembelaan diri belaka. Rakyat butuh yang simpel-simpel. Salah katakan salah, benar katakan benar. Yang salah berat hukum seberat-beratnya, yang benar segera kembalikan nama baiknya. Tunjukkan pada rakyat, bahwa hukum tidak hanya tajam ke bawah tapi ke atas juga tak kalah tajamnya.

Kalau perkara-perkara itu telah terlaksana semua barulah rakyat dengan hati riang gembira akan berkata: Subsidi BBM adalah pemborosan. Segera cabut subsidi karena kami siap hidup mandiri!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline