Lihat ke Halaman Asli

Perubahan apa yang kita rayakan?...

Diperbarui: 26 Juni 2015   10:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Everyone thinks of changing the world , but no one thinks of changing himself. -- Leo Tolstoy

Malam ini, 31 Desember 2010, sebagian besar manusia di jagat ini sibuk berpesta merayakan kebaruan. Jalanan macet, tempat-tempat wisata panen pengunjung, hotel-hotel penuh sesak dan bising bunyi terompet serta petasan menjadi ritual yang selalu mewarnai datangnya tahun yang baru.

Pertanyaannya, apa yang membuat orang begitu antusias merayakan datangnya tahun baru? Apa sebenarnya yang berubah? Bagaimana kita memaknai perubahan?

Orang bijak memberi nasehat bahwa tanpa harus dirayakan, perubahan adalah suatu keniscayaan dalam hidup. Bahkan, perubahan adalah kehidupan itu sendiri. Tidak ada yang kaku atau statis di dunia ini, baik kehidupan di level paling renik sampai ke kehidupan di level semesta yang maha luas. Selalu ada siklus di mana sesuatu hal menggantikan atau mengisi tempat bagi sesuatu yang lain demi menjaga keseimbangan dan keberlangsungan kehidupan itu sendiri. Maka ada pameo siapa yang tidak siap untuk berubah akan digilas oleh zaman yang berlari dengan cepatnya.

Di tataran praktek, tentu menjadi aneh jika perubahan dirayakan hanya pada saat momen-momen tertentu, tahun baru misalnya. Apalagi, dunia di sekitar kita terus bergerak dan senanitasa berubah begitu cepat, bahkan dalam hitungan detik. Perubahan di bidang teknologi –terutama informasi- membuat bumi yang kita tinggali sekarang berubah menjadi sebuah tempat yang tidak memiliki sekat dan batas. The World is Flat , begitu kata Thomas L Friedman. Kecerdasan manusia yang mengagumkan tak henti-hentinya menciptakan mesin-mesin yang berfungsi untuk melayani dan memudahkan hidup manusia dengan prinsip cepat dan efisien.

Sayangnya, keunggulan manusia modern dalam menciptakan kesejahteraan tidak diimbangi dengan suatu kesadaran bahwa dirinya adalah makhluk nisbi dan terbatas, begitu juga bumi tempat dirinya tinggal. Kejumawaan manusia yang merasa tak terbatas membuatnya menjadi monster rakus dan serakah, sementara bumi tidak menyediakan cukup sumber daya untuk memenuhi hasrat dan nafsunya. Teknologi untuk mengeksplorasi alam demi kesejahteraan berkembang dengan cepat, tetapi di sisi lain juga menimbulkan dampak kerusakan yang tak kalah hebatnya. Tidak hanya terhadap alam, keangkuhan juga mewujud dalam bentuk dominasi dan penindasan satu kelompok manusia terhadap yang lainnya. Tidak ada tempat untuk yang lain (the others) , yang ada hanyalah hasrat untuk memenuhi diri pribadi.

Maka perubahan apa yang kita rayakan di tahun baru ini jika hutan-hutan semakin gundul, udara menjadi semakin panas, lapisan es di kutub terus mencair dan anomali cuaca yang semakin tak terduga sebagai akibat dari kerakusan kita dalam mengelola dan mengkonsumsi sumber daya alam ini?

Perubahan apa yang kita rayakan jika dari tahun ke tahun sebagian besar masyarakat di bumi –terutama Afrika dan sebagian Asia- harus hidup tanpa air bersih, sanitasi yang memadai dan pangan yang cukup sementara hanya sebagian kecil orang yang hidup dalam kemudahan dan fasilitas yang berlimpah?

Perubahan apa yang kita rayakan jika negeri tempat kita tinggal masih saja dikendalikan oleh segelintir orang-orang yang korup, penguasa yang hanya bisa menimbun kekayaan untuk diri sendiri tetapi abai terhadap rakyatnya yang megap-megap dalam kemiskinan?

Perubahan apa yang kita rayakan jika di negeri ini masih ada kelompok atau komunitas yang membenarkan diri sendiri sembari mengkafirkan kelompok dan komunitas lain?

Perubahan bagaimanapun adalah sebuah keniscayaan. Maka tentu akan lebih baik jika tahun baru tidak sekedar dirayakan dengan ritual atau seremonial yang penuh kebisingan, melainkan dalam keheningan dan refleksi agar kita selalu rendah hati dan menyadari bahwa sebagai manusia kita tidak akan pernah mencapai kemutlakan. Hanya dengan begitu kita menjadi lebih bijak dalam menikmati apa yang sudah diciptakan Tuhan di semesta ini…

Selamat tahun baru…



Semarang, 31 Desember 2010

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline