Lihat ke Halaman Asli

Hakikat Pendidikan Kita untuk Apa?

Diperbarui: 30 Desember 2021   22:07

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Dalam isi Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, pada Alinea ke-4 di sebutkan bahwa tujuan dari terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah: "Melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, Memajukan Kesejahteraan Umum, Mencerdaskan Kehidupan Bangsa, dan Ikut Melaksanakan Ketertiban Dunia yang Berdasarkan Kemerdekaan, Perdamaian Abadi dan Keadilan Sosial", selain itu bunyi dari Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan bahwa setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan yang layak.

Pendidikan adalah ujung tombak kemajuan sebuah bangsa. Apabila ujung tombak itu tumpul, atau dengan kata lain, pendidikan yang didapatkan tidak berkualitas justru akan membuat kemunduran bagi bangsa itu sendiri. Dengan adanya pendidikan, maka manusia atau seseorang dapat mempunyai pengetahuan, kemampuan, dan sumber daya manusia yang tinggi. Sejatinya pendidikan akan menjadi salah satu modal berharga yang dimiliki untuk tetap hidup di zaman modern ini.

Plato pernah suatu kali berujar bahwa pendidikan adalah untuk membuat orang lebih baik. Sewajarnyalah kalau kita berharap bahwa ketika kita menyekolahkan anak-anak kita, mereka kelak akan menjadi orang baik. Baik dalam arti kata seutuhnya, baik otaknya dan baik juga batinnya serta tentu baik perilakunya.

Ketika kita, Ibu/Bapak, menyekolahkan anak, baik dari mulai TK sampai PT, niat apakah yang termaktub dalam hati kita?

Akankah kita berharap agar anak-anak menjadi manusia baik yang berakhlak mulia? Jawabannya belum tentu juga, sebab kalau sekolah itu bisa membuat akhlak anak lebih baik, artinya mereka yang lulus Perguruan Tinggi akan berakhlak lebih baik daripada yang lulus sekolah menengah. Atau yang lulus S3 akan lebih baik akhlaknya dari lulusan S2, atau S2 dari S1...dst. Nyatanya kan tidak selalu begitu. Jadi artinya, sekolah tidak membuat seseorang menjadi lebih baik akhlaknya. Atau akankah kita berharap agar anak-anak menjadi manusia yang lebih sejahtera penghasilannya, kedudukannya yang menjadi lebih tinggi? Hmm...faktanya tidak bisa juga kan? 

Banyak bukti menunjukkan bahwa sekolah tidak berbanding lurus dengan status kemakmuran maupun pangkat seseorang. Sebab kalau itu benar, tentunya kita tidak akan melihat Bu Susi yang tidak lulus sekolah menengah menjadi seorang Menteri Kelautan dan Perikanan. Pastinya kita akan kehilangan peluang orang-orang hebat dan potensial, yang karena tidak sekolah tinggi, maka tidak bisa menduduki jabatan tinggi di negara kita.

Lalu, buat apa kalau begitu sekolah? mari kita reset niat mengapa kita harus sekolah atau menyekolahkan anak-anak kita. Sekolah dan pendidikan, walaupun sejatinya serupa tapi tidak sama. Sebab faktanya bahwa sekolah di Indonesia ini, tidak mendidik akhlak sesorang anak menjadi berpendidikan. Sekolah yang seharusnya jadi tempat mendidik ahlak dan pengetahuan justru hanya sekedar menjadi tempat transfer pengetahuan semata. 

Buktinya, kita lebih khawatir angka rapor yang rendah dari pada khawatir tentang perilaku anak-anak kita yang tidak kunjung mandiri dan tahu sopan santun. Ukuran prestasi sekolah anak kita hanya terdiri dari sederet angka-angka tak bermakna bagi pembentukan pribadi seorang anak sesugguhnya. Sangat materialatik.

Orangtua sebetulnya - suka tidak suka - turut andil dalam menciptakan situasi seperti ini. Ini terjadi karena memang niatnya ketika menyekolahkan anak tidak benar-benar lurus. Bahkan sebagian besar orangtua menyerahkan sepenuhnya "nasib" anak-anaknya pada guru-guru di sekolah (padahal guru-guru itu adalah juga manusia biasa, yang punya persoalan dan kewajiban sama terhadap anak-anak kandungnya di rumah, dan pastinya tidak akan lebih baik dari kita sendiri). 

Ironisnya lagi, orangtua banyak yang sekarang menekan dan menyalahkan guru, bahkan menuntutnya ke pengadilan, saat terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan pada anaknya...yang hakekat sebenarnya, menunjukkan ketidakmampuan dirinya dalam mendidik anaknya sendiri.

Ibu/Bapak....anak-anak kita sepenuhnya menjadi amanah dan tanggungjawab kita sendiri, bukan guru-guru di sekolah. Sebab sekolah hanyalah media yang sekedar membantu proses pendidikan anak-anak kita. Tidak lebih. Sebab selebihnya adalah tanggung jawab kita sendiri. Karena itu niat kita menyekolahkan anak-anak kita seharusnya yang diperbaiki. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline