Kehadiran Covid-19 sejak akhir 2019 dari Kota Wuhan China dan dampaknya terhadap kehidupan dunia tidak hanya berdampak secara ekonomi, sosial, budaya dan psikologis, namun juga memberikan pengaruh terhadap persepsi orang, masyarakat, bangsa dan dunia terhadap pentingnya persatuan untuk berpadu dalam melawan penetrasi terhadap perkembangan dan serangan covid-19 yang mematikan.
Saat sebelum mencul dan menyebarnya Covid-19 setiap individu, kelompak masyarakat, negara dan dunia saling unjuk kekuatan ekonomi, politik dan teknologi. Semua kekuatan tersebut sebagai indikator penting sekaligus sebagai modal mempengaruhi negara lain, bahkan sebagai alat mengusai negara lain. Covid-19 telah merubah wajah dunia dalam bahasa lain, dunia sedang terjadi restart. Proses restrart inilah yang seharusnya setiap individu, kelompok, negara dan dunia menata kembali atau mencari formula baru dalam upaya menghadapi pasca Covid-19. Mengapa demikian?hal ini menjadi penting karena tanpa menciptakan pendekatan, formula dan mekanisme baru akan terjadi shocs (keterkejuatan) bahkan keterlambatan dalam adaptasi.
Aspek penting yang harus dilakukan pada masa Pandemi yang belum dapat diprediksi berakhirnya adalah: (1) manajemen dan hubungan pengelolaan keluarga, (2) manajemen dan pengelolaan bisnis/usaha, (3) manajemen dan pengelolaan budaya/perilaku kerja, (4) manajemen dan pengelolaan hubungan sosial dan (5) manajemen dan pengelolaan beribadah.
Aspek keluarga menjadi hal vital bahkan sentral di era Pandemi, betapa tidak?karena keluarga adalah unit terdekat dan penting dalam menjaga eksistensi jangka panjang yang selama ini terabaikan atau kurang maksimal proses interaksi antara anak dan orang tua karena kesibukan dan tuntutan kerja. Diberlakukanya sistem kerja WFH memberikan ruang luas bagi orang tua untuk semakin dekat dan hangat kepada anak dalam proses pendedikan, artinya orang tua bisa lebih sering mendampingi anak dalam proses belajar dan mendidiknya. Maka di masa Pandemi seharusnya pertumbuhan psikologis anak harus lebih baik dibanding pada masa sebelumnya, demikian halnya hubungan suami dan istri harus lebih harmonis.
Sumber pendapatan/income faktor penting yang tidak boleh terabaikan karena tingkat kebutuhan minimal tetap bahkan semakin meingkat, sementara karena berubah dan terganggunya lingkungan ekonomi dan sosial memberikan dampak terhadap penurunan income akibat pembatasan jalur komunikasi (offline) dan mobilisasi barang dan jasa. Bisnis dalam situasi pandemi tidak bisa menghandalkan offline, namun harus mengedepankan online. Dengan demikian dibutuhkan kreativitas tinggi dalam mengelola bisnis/usaha baik skala kecil dan besar. Teknologi dan informasi (pasar online) menjadi pilihan utama konsumen saat ini dibandingkan offline.
Dunia kerja identik dengan kinerja dan profesionlisme, dalam kondisi offline peningkatan kapasitas dilakukan dengan cara training-training, workshop, seminar. Keterbatasan anggaran dan ruang gerak menuntut institusi untuk tetap melakukan peningkatan kapasitas karyawan agar keberlajutan goal intitsusi tetap tercapai. langkah yang bisa ditempuh adalah dengan melakukan kolaborasi dan sinergi dengan berbagai pihak untuk menciptakan even-even yang bersifat online dengan memodifikasi secara teknis.
Keterbatasan offline menjadi faktor penghambat kedekatan secara psikologis walau dapat ditempuh secara online komunikasi namun hal tersebut tidak mampu memaksimalkan hasil. Untuk itu kehadiran gruop-group baru melalui medsos menjadi alternatif penting dalam upaya keberlangsungan hubungan sosial. Untuk itu group-group tersebut harus berubah wujud dari hanya sekedar sosialita menjadi group solusi terhadap masalah yang ada saat ini. Misalnya dengan memaksimalkan bantuan-bantuan sosial teruatam terhadap keluarga atau indivisu yang menjadi korban Covid-19. Group/komunitas tersebut bahkan dapat menjadi trend jangka panjang dalam mengidentifikasi masalah dan hadir sebagai solusi.
Faktor yang tidak kalah pentingnya pada saat terjadi tekanan, gonjangan, musibah dan ancaman adalah ketenangan. Sumber ketenangan sebagian besar dari non material yaitu kekuatan mental/psikologis. Kekuatan mental tersebut terbentuk dan hadir dari kekuatan kenyakinan yang berasal dari kekuatan beribadah. Agama manapun menjadikan kekuatan ibadah menjadi sejata dalam menghadapi berbagai permasalahan, untuk itu pada masa pandemi pengelolaan dalam peningkatan kekuatan mental harus menajadi kekuatan utama. Saat ini orang akan cepat stress dan stress akan memicu perilaku yang negatif. Positif thinking, itulah yang menjadi frame dalam menghadapi situasi apapun. Karena manusia tidak pernah tahu dan akan tahu setelahnya dibalik terjadinya Virus Corona. Disinilah, saya berani mengatakan, bahwa ada korelasi antara apa yang dilakukan oleh manusia terhadap tindakan Tuhan kepada manusia.
Situasi saat ini masih memungkinkan manusia bisa hidup, makan, berinteraksi dan menikmati oksigen dan alam semesta, namun jika dunia sudah berakhir, maka tamatlah sudah cerita tentang dunia. Masa Pandemi adalah masa-masa emas bagi manusia untuk lebih mengenal dan menyadai betapa lemahnya manusia dihadapan makluk ciptaanYA dan merupakan kesempatan yang sangat berarti bagi manusia untuk lebih dekat dengan sang Maha Kuasa dan pencipta. Individu, masyarakat, negara dan dunia harus memaknai dengan baik, bahwa wajah masa lalu dunia tidak mencerminkan sebagai seluruh perilaku belum mencerminkan keinginan Tuhan, namun keinginan hawa nafsu yang berujung pada tatanan kerusakan. Wacah dunia kedepan harus mengedepankan kemanusian, keadilan dan berketuhan.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H